TENTANG MEMANDANG WANITA YANG DIPINANG

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq
http://almanhaj.or.id/content/3556/slash/0/tentang-memandang-wanita-yang-dipinang-istikharah-untuk-nikah/

Hadits-Hadits yang Menunjukkan Tentang Memandang Wanita yang Dipinang :

1. Muslim meriwayatkan dalam Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu, ia menuturkan: "Aku berada di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu seseorang datang kepada beliau untuk
memberitahukan bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita Anshar,
maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: 'Apakah engkau
telah melihatnya?' Ia menjawab: 'Belum.' Beliau bersabda: 'Pergilah
dan lihatlah dia; sebab di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.'"[1]

An-Nawawi berkata: "Menurut madzhab jumhur, tidak disyaratkan
kerelaannya mengenai kebolehan melihat, bahkan dia boleh melakukan hal
itu tanpa sepengetahuannya, dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu."

2. Abu Dawud meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَـاعَ أَنْ يَنْظُرَ
إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ.

"Jika salah seorang dari kalian meminang wanita, maka jika dia bisa
melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah."

Ia mengatakan: "Aku melamar seorang gadis, lalu aku bersembunyi
untuknya sehingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk
menikahinya, lalu aku menikahinya."[2]

Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni mengomentari hadits ini: "Apa yang
dilakukan Jabir Radhiyallahu anhu tidak boleh dianggap sebagai
pencurian (atas) kehormatan. Hanya saja tatkala dia bertekad untuk
menikah, maka dia berkeinginan untuk mengetahui posturtubuhnya, cara
berjalannya, sosoknya, dan kepada siapa dia bertetangga. Ketika dia
melihat sesuatu yang dikaguminya, maka ia menikah dengannya."[3]

3. At-Tirmidzi meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu
anhu, bahwa dia meminang seorang wanita, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata kepadanya:

اُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.

"Lihatlah ia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan di antara
kalian berdua."[4]

At-Tirmidzi rhimahullah berkata: "Sebagian ahli ilmu berpendapat
dengan hadits ini. Menurut mereka, tidak mengapa melihat wanita yang
dipinang selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya."

At-Tirmidzi rahimahullah berkata: "Makna sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, 'Lebih patut untuk melanggengkan di antara kalian
berdua,' ialah lebih patut untuk melanggengkan cinta kasih di antara
kalian berdua."

Penulis kitab at-Taaj berkata: "Dalam nash-nash (teks-teks) ini
diperintahkan untuk melihat wanita yang dipinang, dan yang
diperintahkan ialah melihat wajah dan kedua telapak tangannya saja,
walaupun lebih dari sekali. Sebab, kecantikan wajah dan tangan
menunjukkan kecantikan anggota tubuh lainnya. Barangsiapa yang tidak
mungkin melihatnya sendiri, hendaklah ia mengutus orang untuk
melihatnya dan menyebutkan sifatnya kepadanya; karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengutus Ummu Sulaim supaya melihat untuknya wanita
yang akan dinikahinya."[5]

4. Kepada pihak yang memakruhkan peminang melihat puteri keduanya
(ayah-ibu) sebelum meminang, kita meriwayatkan kisah ini kepada
mereka:
Ibnu Majah meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu
anhu, ia mengatakan: "Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu aku menyebutkan kepada beliau tentang wanita yang akan aku
pinang, maka beliau bersabda: 'Pergilah, lalu lihatlah dia.' Lalu aku
datang kepada wanita dari Anshar untuk meminangnya kepada kedua orang
tuanya dan aku memberitahukan keduanya mengenai sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, tapi keduanya seakan-akan tidak menyukai hal itu
(yakni tidak suka puteri keduanya dipandang). Kemudian aku mendengar
wanita dalam tirainya dan pemingitannya mengatakan: 'Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanmu untuk
melihat, maka lihatlah. Jika tidak, aku memintamu dengan Nama Allah
agar engkau tidak melihat kepadaku -seakan-akan wanita ini merasa
berat untuk hal itu-.' Kemudian aku melihat kepadanya, lalu
menikahinya. Kemudian ia menyebutkan tentang keserasiannya."[6]

Setelah mengemukakan sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang kebolehan memandang wanita yang dipinang dan anjuran agama
supaya menutupi wanita, maka memandang kepadanya harus dengan
keberadaan mahram, guna menjaganya dari kemungkinan berbaur bersama
kaum pria.

Hak ini diperuntukkan bagi peminang sehingga pergaulan di antara
keduanya berlangsung secara berkelanjutan, ikatan kekeluargaan
tercipta, dan keluarga tidak terpecah setelah itu.

Kita menjumpai kontradiksi pada apa yang kita lihat hari ini berupa
sikap berlebih-lebihan dan sikap meremehkan dalam masalah ini. Di
antara mereka ada orang tua yang sangat keras melarang peminang
melihat puterinya, dan dia lupa bahwa ini berpaling dari Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menolak perintahnya.

Sementara, di sisi lainnya kita melihat sikap meremehkan perkara ini.
Kita melihat orang tua yang membiarkan puterinya keluar bersama pria
yang bukan mahramnya dengan alasan bahwa ini pacarnya dan ini
peradaban serta kemajuan. Padahal ini tidak lain hanyalah ikut-ikutan
kepada Barat dalam kemaksiatan mereka kepada Rabb mereka. Perhatikan
apa yang terjadi akibat pergaulan bebas yang diharamkan ini berupa
pelanggaran terhadap larangan-larangan Allah. Betapa banyak yang telah
kita dengar dan yang akan kita dengar tentang tangisan wanita ini…
bunuh diri… dan ayah membunuh puterinya. Semua itu karena mereka tidak
berpegang teguh dengan Sunnah Nabi mereka. Mereka pergi untuk
meniru-niru Barat dengan membabi buta, dan mereka datang dengan
membawa perkara-perkara yang mendorong mereka untuk bermaksiat kepada
Rabb mereka dan meninggalkan agama mereka. Semua itu adalah sanksi
dari Allah karena mereka meninggalkan Sunnah dan perintah-perintah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Duhai sekiranya umat ini kembali kepada kesadarannya dan berpegang
teguh kepada Sunnah Nabi mereka yang bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu anhu,
ia menuturkan, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّيْ تَارِكٌ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا
بَعْدِيْ، أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ اْلآخَرَ، كِتَابَ اللهِ حَبْلٌ
مَمْدُوْدٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى اْلأَرْضِ، وَعِتْرَتِـيْ أَهلِ
بَيْتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّـى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ،
فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلِفُوْنَ فِيْهِمَا.

'Sesungguhnya aku meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang
jika kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak tersesat
selamanya; salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu Kitab
Allah, tali Allah yang terulur dari langit sampai ke bumi, dan (yang
kedua) adalah Ahlul Baitku. Keduanya tidak berpisah hingga keduanya
masuk ke telagaku. Perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan
keduanya."[7]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang seorang pria
asing yang berduaan dengan wanita asing, yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Tidak boleh seorang pria berduaan
dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya." Lalu seseorang
berdiri seraya mengatakan: "Wahai Rasulullah, isteriku keluar untuk
berhaji, sedangkan aku diperintahkan untuk perang, demikian dan
demikian." Beliau menjawab: "Kembalilah, dan berhajilah bersama
isterimu."[8]

Perhatikanlah -wahai saudara dan saudariku yang budiman- larangan
syar’i (Allah dan Rasul-Nya) tentang hal itu, sehingga kita terjaga
agar tidak terjatuh ke dalam kehinaan. Maka, sadarlah untuk tidak
menyelisihi perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu
Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan
Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir - Bogor]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim (no. 1424) kitab an-Nikaah, an-Nasa-i (no. 3234) kitab
an-Nikaah, Ahmad (no. 7783, 7919).
Tapi engkau harus tahu, wahai saudaraku tercinta, bahwa keberadaan
wanita dan keberadaanmu di satu tempat harus ada mahram. Tidak boleh
berduaan, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang hal itu
dengan sabdanya: "Seseorang tidak boleh ber-duaan dengan seorang
wanita melainkan bersama mahramnya." (HR. Al-Bukhari (no. 5233)).
[2]. HR. Abu Dawud (no. 2082) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 14176,
14455) dan menurut adz-Dzahabi, para perawinya tsiqat.
[3]. Az-Zawaajul Islaami al-Mubakkir, Muhammad ‘Ali ash-Shabuni.
[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah, an-Nasa-i (no. 3230)
kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1865) kitab an-Nikaah, ad-Darimi (no.
2172) kitab an-Nikaah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahiih Ibni Majah (no. 1511).
[5]. Al-Jaami’ lil Ushuul (II/285).
[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah, an-Nasa-i (no. 3235)
kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no. 1866) kitab an-Nikaah, ad-Darimi (no.
2172) kitab an-Nikaah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahiih Ibni Majah (no. 1512). Lihat al-Misykaah (no. 3107) dan
as-Silsilah ash-Shahiihah (no. 96).
[7]. HR. At-Tirmidzi (no. 3788) kitab al-Manaaqib, dan ia mengatakan:
“Hadits hasan gharib,” Ahmad (no. 10720, 10747, 10827).
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 5233) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1341)
kitab al-Hajj, Ibnu Majah (no. 2900) kitab al-Manaasik, Ahmad (no.
1935, 3221).


ISTIKHARAH UNTUK NIKAH DAN HAL LAINNYA

Saudara dan saudariku yang budiman, pernikahan adalah ikatan yang
mempertalikan antara kedua pasangan suami-isteri. Memperhatikan supaya
memilih isteri atau suami yang tepat adalah fase terpenting dalam
permulaan pernikahan, dan dalam hal ini diperlukan kesungguhan yang
mendalam untuk mendapatkan suami atau isteri yang tepat dari segala
aspeknya. Siapa yang ingin menikah, hendaklah dia memilih pendamping
hidupnya dengan pilihan yang berlandaskan pengetahuan dan pemikiran
yang kukuh serta sangat bersungguh-sungguh untuk beristikharah kepada
Allah, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami istikharah dalam segala
perkara sebagaimana beliau mengajarkan surat al-Qur-an:

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِاْلأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ
غَيـْرِ الْفَرِيْضَةِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: "اَللَّهُمَّ إِنِّيْ
أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْـأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ؛ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ
وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُـوْبِ. اَللَّهُمَّ
إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ
وَمَعَـاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: فِيْ عَاجِلِ أَمْرِيْ
وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا
اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ
-أَوْ قَالَ فِيْ عَاجِلِ أَمْرِيْ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ،
وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ، وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ
رَضِنِيْ بِهِ. وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ.

‘Jika salah seorang dari kalian menghendaki suatu perkara, maka
shalatlah dua rakaat dari selain shalat fardhu, kemudian hendaklah
mengucapkan: 'Ya Allah, aku beristikharah kepada-Mu dengan ilmu-Mu,
aku meminta penilaian-Mu dengan kemampuan-Mu dan aku meminta kepada-Mu
dari karunia-Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau kuasa sedangkan
aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan
Engkau Mahamengetahui perkara-perkara yang ghaib. Ya Allah, jika
Engkau mengetahui perkara ini lebih baik bagiku dalam urusan agamaku,
kehidupanku, dan kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku-,
maka putuskanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian
berkahilah untukku di dalamnya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa
itu buruk bagiku, baik dalam urusan agamaku, kehidupanku maupun
kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah
ia dariku dan palingkanlah aku darinya serta putuskanlah yang terbaik
untukku di mana pun berada, kemudian ridhailah aku dengannya.' Dan
hendaklah ia menyebutkan hajatnya.’”[1]

Di sini ada beberapa perkara penting yang wajib kita perhatikan:

1. Istikharah dilakukan setelah menunaikan shalat dua rakaat selain
shalat shalat fardhu (Tahiyyatul Masjid, atau setelah shalat sunnah
lainnya).

2. Do’a istikharah dilakukan setelah shalat, bukan di dalam shalat.

3. Boleh mengulang-ulang istikharah, karena ini adalah do’a, dan
mengulang-ulang do’a adalah dianjurkan.

4. Sebagian orang menyangka bahwa setelah melakukan shalat Istikharah,
seseorang akan melihat sesuatu dalam mimpinya. Hal ini tidak berdasar.
Pada prinsipnya, jika seseorang telah melakukan shalat Istikharah,
hatinya menjadi tenang, bermimpi dengan jelas tentang masalah
tersebut, atau merasa bahwa hajatnya telah terpenuhi, atau sebaliknya
(berhenti), maka inilah makna istikharah. Bukan seperti yang diduga
sebagian orang bahwa jika seseorang tidak bermimpi, maka dia harus
mengulangi istikharahnya lagi hingga ia bermimpi.

5. Shalat Istikharah hukumnya dianjurkan, bukan wajib.

6. Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata: "Seseorang benar-benar
beristikharah kepada Allah Ta’ala, lalu Dia menjadikan baik pilihannya
itu, kemudian dia kesal kepada Rabb-nya Azza wa Jalla. Namun tidak
berapa lama kemudian dia melihat bahwa kesudahan yang baik telah
dipilihkan untuknya (oleh Allah)."[2]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu
Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan
Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir - Bogor]
_______
Footnote
[1]. HR. Al-Bukhari (no. 6382) kitab ad-Da’awaat, at-Tirmidzi (no.
480) kitab ash-Shalaah, an-Nasa-i (no. 3253) kitab an-Nikaah, Abu
Dawud (no. 1538) kitab ash-Shalaah, Ibnu Majah (no. 1383) kitab
Iqaamatush Shalaah was Sunnah fiihaa, Ahmad (no. 14297).
[2]. ‘Audatul Hijaab (II/397).


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke