Re: [assunnah]>>Keutamaan Shalat Isyroq<

2012-03-26 Terurut Topik ola isti
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ
ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ  تَامَّةٍ تَامَّةٍ 
تَامَّةٍ »

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk – dalam riwayat 
lain: dia menetap di mesjid[1] – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari 
terbit, kemudian dia
shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala
haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna“[2].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan duduk menetap di tempat 
shalat, setelah shalat shubuh berjamaah, untuk berzikir kepada
Allah sampai matahari terbit, kemudian melakukan shalat dua rakaat[3].

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
* Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama[4] denganshalat 
isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha[5].
* Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… sampai matahari terbit“, 
artinya: sampai matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak[6], yaitu 
sekitar 12-15 menit setelah matahari terbit[7], karena Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam  melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika 
lurus di tengah-tengah langit[8].
* Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu 
anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melakukan 
shalat shubuh, beliau duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari 
terbit dan meninggi”[9].
* Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada
Allah di mesjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak
berbicara atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali
kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar mesjid untuk berwudhu dan
segera kembali ke mesjid[10].
* Maksud “berzikir kepada Allah” dalam hadits ini adalah umum, termasuk 
membaca al-Qur’an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir lain yang 
disyariatkan.
* Pengulangan kata “sempurna” dalam hadits ini adalah sebagai penguat 
dan penegas, dan bukan berarti mendapat tiga kali pahala haji dan umrah[11].
* Makna “mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah”
adalah hanya dalam pahala dan balasan, dan bukan berarti orang yang
telah melakukannya tidak wajib lagi untuk melaksanakan ibadah haji dan
umrah jika dia mampu.
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (no. 7741), dinyatakan baik 
isnadnya oleh al-Mundziri.
[2] HR at-Tirmidzi (no. 586), dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh
al-Albani dalam “Silsilatul ahaditsish shahihah” (no. 3403).
[3] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan “at-Targhib wat tarhib” 
(1/111-shahih at-targhib).
[4] Bahkan penamaan ini dari sahabat Ibnu Abbas t, lihat kitab “Bughyatul 
mutathawwi’” (hal. 79).
[5] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan “Bughyatul mutathawwi’” (hal. 
79).
[6] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
[7] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam “asy-Syarhul 
mumti’” (2/61).
[8] Dalam HSR Muslim (no. 831).
[9] HSR Muslim (no.670) dan at-Tirmidzi (no.585).
[10] Demikian keterangan yang kami pernah dengar dari salah seorang syaikh di 
kota Madinah.
[11] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
 

[assunnah] Keutamaan Shalat Isyroq

2011-08-23 Terurut Topik LINA NZA
Keutamaan Shalat Isyroq


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ
ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ  تَامَّةٍ تَامَّةٍ 
تَامَّةٍ »

“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk – dalam riwayat 
lain: dia menetap di mesjid[1] – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari 
terbit, kemudian dia
shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala
haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna“[2].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan duduk menetap di tempat 
shalat, setelah shalat shubuh berjamaah, untuk berzikir kepada
Allah sampai matahari terbit, kemudian melakukan shalat dua rakaat[3].

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
* Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama[4] denganshalat 
isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha[5].
* Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… sampai matahari terbit“, 
artinya: sampai matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak[6], yaitu 
sekitar 12-15 menit setelah matahari terbit[7], karena Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam  melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika 
lurus di tengah-tengah langit[8].
* Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu 
anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melakukan 
shalat shubuh, beliau duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari 
terbit dan meninggi”[9].
* Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada
Allah di mesjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak
berbicara atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali
kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar mesjid untuk berwudhu dan
segera kembali ke mesjid[10].
* Maksud “berzikir kepada Allah” dalam hadits ini adalah umum, termasuk 
membaca al-Qur’an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir lain yang 
disyariatkan.
* Pengulangan kata “sempurna” dalam hadits ini adalah sebagai penguat 
dan penegas, dan bukan berarti mendapat tiga kali pahala haji dan umrah[11].
* Makna “mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah”
adalah hanya dalam pahala dan balasan, dan bukan berarti orang yang
telah melakukannya tidak wajib lagi untuk melaksanakan ibadah haji dan
umrah jika dia mampu.
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (no. 7741), dinyatakan baik 
isnadnya oleh al-Mundziri.
[2] HR at-Tirmidzi (no. 586), dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh
al-Albani dalam “Silsilatul ahaditsish shahihah” (no. 3403).
[3] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan “at-Targhib wat tarhib” 
(1/111-shahih at-targhib).
[4] Bahkan penamaan ini dari sahabat Ibnu Abbas t, lihat kitab “Bughyatul 
mutathawwi’” (hal. 79).
[5] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan “Bughyatul mutathawwi’” (hal. 
79).
[6] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
[7] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam “asy-Syarhul 
mumti’” (2/61).
[8] Dalam HSR Muslim (no. 831).
[9] HSR Muslim (no.670) dan at-Tirmidzi (no.585).
[10] Demikian keterangan yang kami pernah dengar dari salah seorang syaikh di 
kota Madinah.
[11] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
*

207
207
207
207
207
* 2
2
2
2
2
2
2
2
2
*

*

*

*

*

*

*

Get Shareaholic for Firefox