Alhamdulillah, berikut ana salinkan artikel yang pernah ana dapat, afwan
jika belum menjawab semuanya.


HUKUM MEMAKAI CINCIN TUNANGAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apa hukum memakai cincin
tunangan?"

Jawaban.
Peningset, seperti cincin biasa, hanya saja diiringi suatu kepercayaan
sebagaimana diyakini oleh sebagian orang, dengan menuliskan namanya dicincin
yang akan diberikan kepada tunangan wanitanya, sedangkan yang wanita
menuliskan namanya di cincin yang akan diberikan kepada lelaki yang akan
meminangnya, dengan keyakinan bahwa hal tersebut bisa mempererat tali ikatan
antara keduanya. Dalam keadaan seperti ini, hukum memakai cincin tunangan
adalah haram, karena berhubungan dengan keyakinan yang tidak ada dasarnya.
Juga tidak diperbolehkan bagi lelaki untuk memakaikan cincin tersebut untuk
tunangannya, karena belum menjadi istrinya, dan dinyatakan sah menjadi
istrinya setelah akad nikah.

[Fatawa Lil Fatayat Faqoth, hal 47]

Sumber: assunnah@yahoogroups.com


HUKUM MEMAKAI CINCIN TUNANGAN YANG TERBUAT DARI PERAK, EMAS ATAU LOGAM
BERHARGA LAINNYA

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan.
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : "Apa hukum memakai cincin tunangan bila
terbuat dari perak, emas atau logam berharga lainnya?"

Jawaban.
Memakai emas, baik cincin atau jenis lainnya, tidak diperbolehkan bagi
lelaki dalam bagaimanapun juga, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah melarang penggunaan emas bagi kaum lelaki dari umat ini. Beliau pernah
melihat seorang lelaki memakai cincin emas di jarinya, beliau langsung
mencopotnya dan bersabda.

"Artinya : Salah seorang di antara kalian telah mengambil sebongkah bara
dari Neraka dan menaruhnya di tanganya".

Maka diharamkan bagi lelaki untuk memakai emas. Sedangkan cincin yang
terbuat dari selain emas, seperti dari perak dan logam lainnya, maka
diperbolehkan memakainya, meski terbuat dari logam yang sangat mahal.

Sedangkan cincin tunangan, bukanlah merupakan kebiasaan kaum muslimin. Bila
meyakini bahwa cincin tunangan bisa memperkuat rasa sayang antara kedua
suami istri, dan mencopotnya akan berpengaruh terhadap hubungan keluarga,
ini merupakan syirik, dan termasuk keyakinan jahiliyah. Oleh karenanya tidak
diperbolehkan memakai cincin perkawinan dengan sebab-sebab.

Pertama.
Mengikuti sesuatu yang tidak ada kebaikannya sama sekali. Cincin pertunangan
bukan merupakan adat kaum muslimin.

Kedua.
Jika dibarengi dengan keyakinan bahwasanya cincin pertunangan bisa
berpengaruh terhadap hubungan suami istri, maka sudah termasuk syirik.
Tiada daya dan kekuatan hanya dari Allah.

[Kitab Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Al-Fauzan], [Disalin dari kitab
Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Tentang Wanit 3, hal 102-103, 116-117, Darul Haq]

Sumber: www.almanhaj.or.id


JENIS MAHAR

Mahar adalah hak murni wanita, dan dalam perkawinan harus ada pemberian
harta dari pihak laki-laki terhadap wanita sebagai mahar, adapun jenis dan
kadar mahar berbeda-beda sesuai dengan kemampuan, dalam suatu riwayat
disebutkan. " Abdurrahman bin Auf pergi berjualan ke pasar dan mendapat
untung. Pada hari berikutnya ia pulang ke rumah membawa susu dan samin untuk
keluarganya. Beberapa hari kemudian ia membawa lagi minyak za'faran yang
semerbak bau wanginya. Rasulullah Shallallahu'alahi wa sallam menegur, 'Apa
yang telah terjadi ?'. Ia menjawab, 'Ya, Rasulullah, saya telah kawin dengan
wanita Anshar'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi, 'Apa
maharnya ?' Ia menjawab, 'Emas seharga lima dirham' [1].

Dan dalam suatu riwayat lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya
untuk dinikahi Rasulullah). "Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi".

Untuk lebih jelasnya, akan saya salinkan contoh-contoh bentuk atau kadar
mahar dalam proses pernikahan, dan keumuman di kalangan kita mahar itu lebih
sering disebut dengan 'maskawin', dikarenakan keumuman mahar yang sering
diberikan adalah sesuatu yang terbuat dari emas, seperti cincin, gelang atau
kalung, sehingga
disebutlah 'maskawin yang artinya emas untuk kawin', akan tetapi istilah
'maskawin' untuk sekarang ini menjadi salah kaprah, disebabkan banyak orang
yang memberikan 'maskawin' berupa seperangkat alat untuk shalat atau berupa
uang, sehingga arti dan maksud 'maskawin' menjadi tidak relevan dan tidak
nyambung lagi. Untuk itu, hendaknya kita yang sudah paham mengembalikan
istilah 'maskawin' kepada nama yang sebenarnya yaitu 'Mahar'.

Kembali kepada masalah contoh mahar, akan saya salinkan secara ringkas
kutipan dari kitab Al-Insyirah Fi Aadaabin Nikah, edisi Indonesia
Bekal-Bekal Menuju Pernikahan oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari.

Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.

"Artinya : Diantara keberkahan seorang wanita ialah yang mudah urusannya dan
murah maharnya" [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud VI/77&91, Ibnu Hibban 1256,
Al-Bazar III/158, Ath-Thabrani dalam Mu'jamus Shaghir I/169 dst...]

Dipertegas lagi dengan ucapan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu.

"Ketahuilah janganlah berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita.
Karena sesungguhnya jika (mahar yang mahal) itu dimaksudkan sebagai bukti
kemuliaan di dunia atau sebagai sarana bertakwa kepada Allah, maka orang
yang paling bertakwa di antara kamu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, namun beliau tidak pernah menetapkan mahar kepada seorangpun di
antara istri-istrinya begitu pula kepada putri-putrinya melebihi 12 Uqiyah
(1 uqiyah = 40 dirham). Sesunggunya bila seorang lelaki dikenakan tarif
mahar yang tinggi, niscaya dapat menimbulkan permusuhan dalam dirinya kepada
istrinya" [Hadits Shahih riwayat Abu Dawud VI/135, (silakan lihat 'Aunul
Ma'bud), An-Nasa'i VI/117, At-Timidzi IV/255 (lihat Tuhfatul Ahwadzi) beliau
berkata : 'Hasan Shahih' dst...]

Kemudian untuk memperluas contoh bentuk mahar, saya tambahkan juga
penjelasan dan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang diambil dari kitab
Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Tentang Wanita.

WANITA MENIKAH TANPA MAHAR

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Apakah boleh seseorang ikhlas
menikahkan putrinya karena Allah sehingga tidak meminta mahar dan calon
suami ?".

Jawaban.
Dalam pernikahan harus ada pemberian harta sebagai mahar berdasarkan firman
Allah.

"Artinya : Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari
istri-istri dengan hartamu untuk diakawini bukan untuk berzina" [An-Nisa :
24]

Dan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya
untuk dinikahi Rasulullah).

"Artinya : Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi".

Barangsiapa yang menikah tanpa mahar, maka wanita mempunyai hak untuk
menuntut kepada suami mahar mitsil. Mahar pernikahan boleh berupa mengajar
Al-Qur'an, hadits-hadits atau ilmu-ilmu yang bermanfaat. Sebab tatkala
seseorang yang tidak mempunyai harta untuk dijadikan mahar, maka Rasulullah
menyuruhnya agar memberi mahar dengan mengajarkan Al-Qur'an kepada calon
istri dengan suka rela, maka calon suami gugur dari kewajiban membayar mahar
tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikah) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" [An-Nisa :
4]

[Fatawa Dakwah Syaikh Bin Baz, juz 2 hal. 120]
_________
Foote Note
[1] Adab pernikahan dalam islam

Sumber: assunnah@yahoogroups.com


HUKUM EMAS YANG MELINGKAR BAGI WANITA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Samahah As Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baaz ditanya : Sesungguhnya sebagian
wanita di sekitar kami merasa bimbang dan ragu terhadap fatwa Al 'Alamah
Muhammad Nashiruddin Al Albani, seorang muhadits dari negeri Syam dalam
kitab Adabuz Zifaf, seputar pengharaman pemakaian (perhiasan) melingkar
secara umum. Disana (dijelaskan), para wanita dilarang memakainya dan
menyifatkan wanita-wanita yang memakai (perhiasan) emas melingkar dengan
(sebutan) sesat dan menyesatkan. Maka, bagaimanakah pendapat anda tentang
hukum memakai emas melingkar secara khusus? Hal ini, karena kami sangat
membutuhkan dalil dan fatwa anda, setelah masalah ini menjadi semakin
serius. Semoga Allah mengampunimu dan semoga Allah menambahkanmu keluasan
ilmu pengetahuan.

Jawaban.
Dihalalkan bagi wanita memakai (perhiasan) emas, baik yang melingkar maupun
tidak melingkar, berdasarkan keumuman firman Allah :

"Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan
berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam
pertengkaran. [Az Zuhruf : 18]

Allah Subhanahu Wata'ala menyebutkan, bahwa hilyah (perhiasan) termasuk
diantara sifat-sifat wanita dan perhiasan tersebut secara umum, baik
perhiasan emas atau lainnya. Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang baik (Jayyid), dari
Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib radiayallahu 'anh, bahwa Nabi Sallallahu
'Alaihi wassalam, mengambil sutera, kemudian di letakkan di tangan kanannya
dan mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau
bersabda, " Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi
laki-laki dari umatku."

Ibnu Majah menambahkan dalam riwayatnya :

"Halal bagi perempuan mereka"

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa'i dan At Tarmidzi,
dishahihkan olehnya. Dan dikeluarkan juga oleh Abu Daud dan Hakim, dan di
shahihkan olehnya. Di keluarkan oleh AthThabrani dan dishahihkan oleh Ibnu
Hazm, dari Abu Musa Al Asy'ari radiallahu'anh, bahwa nabi sallallahu 'alaihi
wassalam bersabda.

"Emas dan sutera dihalalkan bagi orang-orang perempuan umatku dan diharamkan
bagi laki-lakinya"

Hadits tersebut di nyatakan cacat dengan al inqitha' (terputus sanadnya)
antara Sa'id bin Abu Hindun dengan Abu Musa (Al Asy'ari). Akan tetapi tidak
ada dalil yang dapat dipercaya tentang kecacatannya itu, dan kami sudah
menyebutkan ulama-ulama yang telah menshahihkannya. Jika pun diharuskan
benarnya kecacatan yang disebutkan tadi (terputus sanadnya), maka hadits ini
naik derajatnya dengan hadits-hadits lainnya yang shahih, sebagaimana hal
tersebut merupakan kaidah yang dikenal di kalangan imam-imam hadits.

Berdasarkan ini ulama salaf berjalan, dan lebih dari seorang telah menukil
ijma' (kesepakatan) tentang bolehnya wanita memakai perhiasan emas. Kami
sebutkan perkataan sebagian ulama Salaf sebagai tambahan penjelas (masalah
ini).

Al Jashash berkata dalam tafsirnya, jus II hal.388, berkaitan pernyataannya
tentang emas. "Hadits-hadits yang datang tentang di bolehkannya emas bagi
wanita dari nabi sallallahu 'alaihi wassalam dan para sahabat lebih jelas
dan lebih masyhur, dibanding dengan hadits yang melarang. Dan dalam
pendalilan (penunjukan) ayat (yang dimaksud dengan ayat, ialah ayat yang
kami sebutkan tadi , surat Az Zuhruf : 18, pent). Juga jelas tentang
bolehnya perhiasan emas bagi wanita. Pemakaian perhiasan bagi wanita telah
tersebar luas sejak zaman nabi Sallallahu 'alaihi wassalam dan sahabat
sampai pada zaman kita ini, tanpa seorang pun yang mengingkari mereka
(wanita-wanita yang memakai emas). Demikian pula tidak bisa di ingkari
(dipertentangkan) dengan khabar-khabar ahad."

Al Kayaa Al Harasi berkata dalam tafsir Al Qur'an juz IV hal. 391, dalam
menafsirkan firman Allah Subhanahu Wata'ala,

"Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang (anak perempuan) yang
dibesarkan dalam keadaan berperhiasan ......[Az Zuhruf : 18]

Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya perhiasan bagi wanita dan ijma'
(kesepakatan) terbangun kuat atas bolehnya, serta khabar-khabar
(hadits-hadits) tentang hal ini tidak terhitung (banyaknya)".

Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, juz IV hal.142, setelah menyebutkan
sebagian hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya emas dan sutera bagi kaum
wanita tanpa terperinci, berkata : " Khabar-khabar (hadist-hadits) ini dan
hadits yang semakna dengannya, menunjukkan bolehnya berhias dengan emas bagi
para wanita. Dan kami memperoleh petunjuk (dalil) dengan didapatkannya ijma'
tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita dan terhapusnya (hukum)
khabat-khabar yang menunjukkan haramnya perhiasan emas bagi wanita secara
khusus".

An Nawawi berkata dalam Al Majmu' Juz IV hal.424, "Diperbolehkan bagi wanita
memakai sutra serta berhias dengan perak dan emas dengan ijma' (kesepakatan)
berdasarkan hadits-hadits yang shahih", Beliau juga berkata pada juz VI
hal.40 (Pada kitab yang sama-pent), "Kaum muslimin telah bersepakat tentang
diperbolehkan bagi wanita memakai beraneka ragam perhiasan dari perak dan
emas semuanya. Seperti: Kalung, cincin, gelang tangan,, gelang kaki, dan
semua perhiasan yang di pakai di leher dan selainnya, serta semua perhiasan
yang biasa di pakai para wanita. Dalam hal ini, tidak ada perselisihan
sedikitpun."

Imam An Nawawi RahimaHUllah, berkata dalam Syarah Shahih Muslim, Bab :
Diharamkan Cincin Emas Bagi Laki-Laki dan terhapusnya (hukum)
diperbolehkannya pada permulaan islam," Kaum Muslimin telah bersepakat
bolehnya cincin emas bagi wanita".

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadist Al Bara', "Nabi
Shallallahu 'alaihi wassalam telah melarang kami dari 7 macam perkara.
Beliau melarang kami dari (memakai) cincin emas (Al Hadits). Beliau
rahimallah berkata pada jux X hal. 317, "Nabi sallallahu 'alaihi wassalam
melarang dari cincin emas atau memakai cincin emas khusus bagi laki-laki,
tidak bagi wanita. Sungguh telah dinukilkan kesepakatan (ulama) tentang
bolehnya bagi wanita."

Dihalalkan (perhiasan) bagi wanita secara mutlak, baik yang melingkar maupun
tidak melingkar berdasarkan dua hadits yang telah lalu (di atas-pent),
disertai dengan kesepakatan ahlul ilmi tentang hal itu yang disebutkan oleh
imam-imam tersebut. Juga di tunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini.

[a]. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An Nasa'i, dari 'Amr bin
Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya. Bahwa seorang wanita mendatangi Nabi
sallallahu 'alaihi wassalam bersama dengan puterinya. Dan di tangan
puterinya ada dua gelang emas yang tebal. Kemudian Beliau sallallahu 'alaihi
wassalam berkata kepada wanita tersebut, "Sudahkah engkau memberikan zakat
gelang ini?" wanita tersebut berkata, "tidak". Beliau bersabda, "Apakah
engkau senang jika Allah memakaikan gelang padamu dengan keduanya pada hari
kiamat dengan dua gelang dari api neraka?" Kemudian wanita tersebut
melepaskan kedua gelang itu dan menyerahkannya kepada nabi sallallahu
'alaihi wassalam dan berkata, "Dua gelang itu untuk Allah dan Rasul Nya".

Nabi sallallahu 'alaihi wassalam menjelaskan kepada wanita itu tentang
wajibnya mengeluarkan zakat bagi dua gelang yang disebutkan tadi. Dan beliau
tidak mengingkari wanita tersebut karena memakaikan kedua gelang itu pada
puterinya. Itu menunjukkan bolehnya hal tersebut. Padahal kedua gelang itu
melingkar. Hadits tersebut shahih dan sanahnya jayyid (baik), sebagaimana Al
Hafidz (Ibnu Hajar Al Asqalani, pent), memberitakannya dalam kitab Al Bulugh
(Bulugh Al Maram, pent).

[b]. Hadits yang ada dalam Sunan Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari
'Aisyah Radiallahu'anha, berkata : " Aku mempersembahkan sebuah perhiasan
kepada nabi Sallallahu 'alaihi wassalam yang dihadiahkan oleh seorang An
Najasyi (raja Habasyah) kepada beliau. Dalam perhiasan itu terdapat cincin
emas permata hubusy. Aisah berkata : " Kemudian Rasulullah sallallahu
'alaihi wassalam mengambilnya dengan ranting yang diulurkan atau dengan
sebagian jari-jari Beliau. Kemudian Beliau memanggil Umamah puteri Abul
'Ash, yaitu anak dari puteri beliau (Zaenab), kemudian dia berkata, "
Berhiaslah dengan ini wahai cucuku".

Beliau sallallahu 'alaihi wassalam memberikan sebuah cincin berbentuk sebuah
lingkaran dari emas yang kepada Umamah dan berkata, "Berhiaslah dengan
cincin ini....",

Hal itu menunjukkan dibolehkannya emas melingkar secara nash.

[c]. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ad Daruquthni serta
dishahihkan oleh Al Hakim sebagaimana dalam Bulugh Al Maram, dari Ummu
Salamah Radiallahu'anha, Beliau (Ummu Salamah) memakai gelang kaki dari
emas, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, apakah ini kanzun (harta
simpanan)?" Beliau bersabda, "Apabila engkau menunaikan zakat gelang kaki
emas itu, maka itu tidaklah termasuk harta simpanan."

Adapun hadits-hadits yang dhahirnya merupakan larangan memakai emas bagi
para wanita, maka hadits-hadits tersebut adalah syadz (ganjil) menyelisihi
hadits lain yang lebih shahih dari hadits-hadits tersebut dan lebih tsabit.
Imam-imam hadits telah menetapkan, bahwa hadits-hadits yang datang dengan
sanad-sanad yang jayyid akan tetapi menyelisihi hadits-hadits (lain) yang
lebih shahih darinya, tidak mungkin digabungkan (antara keduanya), dan tidak
diketahui tarikhnya, maka hadits-hadits tersebut dianggap syadz, tidak
dipercaya dan tidak diamalkan. Al Hafidz Al 'Iraqi rahimallah, berkata dalam
Al Afiyah : Hadits syadz adalah rawi tsiqah yang menyelisihi Rawi-rawi
tsiqah lainnya pada sebuah hadits, maka diperiksa oleh Asy Syafi'i. Al
Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam An Nukhbah (Nukhbatul Fikr, pent), teksnya
adalah : "Jika seorang rawi diselisihi oleh rawi (lain) yang lebih rajih
(kuat), maka ar rajih dinamakan al mahfudz dan lawannya dinamakan syadz.
Sebagaimana disebutkan oleh imam-imam hadits, bahwa di antara syarat hadits
shahih yang biasa diamalkan, bahwa hadits tersebut bukan hadits syadz. Dan
tidak diragukan lagi bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan tentang haramnya
emas bagi wanita, walaupun sanad-sanadnya selamat dari cacat-cacat, akan
tetapi tidak mungkin digabungkan antara hadits-hadits tersebut dengan
hadits-hadits shahih yang menunjukkan halalnya (bolehnya) emas bagi wanita
dan hadits-hadits tersebut tidak diketahui sejarahnya. Maka, pastilah
hadits-hadits tersebut syadz (ganjil), dan tidak shahih. Sebagai suatu
pengamalan kaidah sya'riyyah yang telah dikenal di kalangan ahlul ilmi ini.

Hadits yang disebutkan oleh saudara kami fillah, Al 'Alamah Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Adabuz Zifaaf, berupa penggabungan
antara hadits-hadits yang melarang (mengharamkan) dan hadits-hadits yang
membolehkan (pemakain perhiasan emas bagi wanita) dengan membawa makna
hadits-hadits yang mengharamkan kepada yang al muhallaq (emas yang
melingkar), dan membawa makna hadits-hadits yang membolehkan pada selain al
muhallaq (tidak melingkar), adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan
hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehannya. Karena dalam
hadits-hadits shahih tersebut terdapat penghalalan (memakai) cincin.
Sedangkan cincin melingkar.Penghalalan gelang, sedangkan gelang melingkar.
Dengan demikian, maka apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas. Dan juga
karena hadits-hadits yang menunjukkan halal (bolehnya memakai perhiasan emas
bagi wanita) adalah muthlaq (umum) tanpa pengikat. Maka, wajiblah mengambil
dan mengamalkan) hadits-hadits yang menghalalkan tersebut karena
kemuthlaqannya dan keshahihan sanad-sanadnya. Serta telah dikuatkan oleh apa
yang dihikayatkan oleh sekelompok ahlul ilmi berupa ijma' (kesepakatan) akan
terhapusnya (hukum) hadits-hadits yang menunjukkan keharaman (emas melingkar
bagi wanita), sebagaimana yang telah kami nukilkan ucapan-ucapan mereka di
atas.

Inilah yang haq tanpa ragu lagi.

Dengan demikian, maka hilanglah syubhat (kesamaran) dan hukum syar'i menjadi
jelas, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Yaitu halalnya (perhiasan) emas
bagi wanita-wanita umat ini dan diharamkannya (emas) bagi laki-laki. Wallahu
waliyuttaufiq walhamdulillahi rabbil 'alamin. Semoga Allah memberikan
shalawat dan salam kepada nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wassalam,
keluarganya dan para sahabatnya Radiallahu 'anhum.

[Disalin dari majalah As-Sunnah edisi 12/VI/1423H/2003M].

Sumber: www.almanhaj.or.id

Didik Abu Dzaky
E-mail: [EMAIL PROTECTED]


-----Original Message-----
From: Pipit Arifin [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Subject: [assunnah] Cincin kawin & Tattoo

Alhamdulillah saya merasa sedang menemukan apa yg selama ini saya cari lewat
milist ini.
Semoga Allah merohmati kita semua. Amin..Amin.. Ya Robbal'alamiin....

Saya sedikit ada pertanyaan.
Saya pernah mendengar bahwa lelaki diharamkan untuk makain emas.
Dalam waktu dekat ini Insya Allah saya ingin menikah. Dan untuk pernikahan
biasanya menggunakan cincin emas sebagai mas kawin. Dan pertanyaan saya
adalah:

- Bolehkan kami berdua membeli cincin emas untuk masing2 pihak?
- Apakah suami saya diperbolehkan untuk memakai cincin tersebut, atau cukup
disimpan saja? Karena jika dia tidak menggunakan cincin kawin, bagaimana
seseorang bisa menandai apakah suami saya sudah beristri atau belum.
Atau bolehkan dia menggunakan perak sebagai gantinya?

- Calon suami saya ber- Tattoo. Butuh biaya sangat banyak sekali untuk
menghilangkannya. Kami dan keluarga bersepakat bahwa Tattoo2 itu akan
dihilangkan sambil jalan, krn kami mendahulukan Ijab Qabul untuk menghindari
dosa.
Apakah ibadah yg kami lakukan dan suami saya lakukan nanti akan diterima
oleh ALLAH SWT, karena saya pernah mendengar bahwa tidak akan masuk surga
orang yg ber- Tattoo.

Mohon sarannya....

Alhamdulillah Jazakumullahi Kroiroo



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke