From: siti_marwa...@yahoo.co.id
Date: Sat, 23 Feb 2013 23:11:26 +0800








Assalamu 'alaykum.. 
ana punya titipan pertanyaan dari teman, teman ana ini baru sj menikah sehari 
dan esoknya langsung ditalak oleh suaminya, apakah ada iddahnya karena si suami 
belum menjima'nya tapi mereka telah sekamar & mubasyarah tapi tidak sampai 
jima' ?
>>>>>>>>>>>

‘Iddah
Definisi ‘Iddah
Al-‘Iddah berasal dari kata al-‘adad dan al-ihsha (bilangan) maksudnya bilangan 
hari yang dihitung oleh isteri.

Sedangkan secara istilah bahwa ‘iddah ialah masa seorang wanita menunggu untuk 
dibolehkannya nikah lagi, setelah kematian suami atau cerai, baik dengan 
lahirnya anak, dengan quru’ atau dengan bilangan beberapa bulan.

1. Seorang isteri yang diceraikan oleh suaminya sebelum dicampuri, maka ia 
tidak mempunyai ‘iddah, karena firman Allah Ta’ala: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ 
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ 
عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا 

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita yang 
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka 
sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta 
menyempurnakannya." [Al-Ahzaab: 49]

Dan isteri yang ditalak setelah dicampuri, jika dalam keadaan hamil, maka 
‘iddahnya adalah dengan melahirkan, sebagaimana firman-Nya:

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

"Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka 
melahirkan kandungannya." [Ath-Thalaaq: 4]

Dari az-Zubair bin al-‘Awwam Radhiyallahu anhu bahwasanya ia memiliki seorang 
isteri yang bernama Ummu Kultsum binti ‘Uqbah, ia berkata kepada suaminya dalam 
keadaan hamil:

طَيِّبْ نَفْسِي بِتَطْلِيقَةٍ! فَطَلَّقَهَا تَطْلِيقَةً ثُمَّ خَرَجَ إِلَى 
الصَّلاَةِ فَرَجَعَ وَقَدْ وَضَعَتْ، فَقَالَ: مَا لَهَا خَدَعَتْنِي خَدَعَهَا 
اللهُ. ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: سَبَقَ 
الْكِتَابُ أَجَلَهُ، اخْطُبْهَا إِلَى نَفْسِهَا.

“Berbuat baiklah kepada diriku dengan mantalakku satu talak, maka Zubair 
mengabulkannya. Kemudian ia keluar untuk shalat, tatkala kembali ke rumah ia 
mendapati isterinya telah melahirkan. Lalu ia berkata, ‘Kenapa isteriku 
menipuku, semoga Allah membalasnya?!’ Kemudian Zubair mendatangi Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut. Beliau 
bersabda, ‘Al-Kitab telah lebih dahulu menghukumi hal ini, maka lamarlah 
kembali.’”[2]

Apabila ia mempunyai haidh, maka ‘iddahnya adalah tiga kali haidh, sebagaimana 
firman Allah Ta’ala: 

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'." 
[Al-Baqarah: 228]

Dan al-Quru’ adalah masa haidh, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang 
diriwayatkan oleh ‘Aisyah : 

أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَدَعَ الصَّلاَةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا.

“Bahwasanya Ummu Habibah dalam keadaan haidh. Lalu bertanya kepada Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau menyuruhnya untuk meninggalkan 
shalat selama masa quru’nya masa haidh.” [3]
Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/972/slash/0/iddah/
 
Wallahu Ta'ala A'lam


                                          

Kirim email ke