semoga bermanfaat...

maaf kalau ternyata sudah pernah dikirim .......



Seminar MANDIGA - 22 Maret 2003

Mempersiapkan & Membantu Anak Autis Mengikuti

Pendidikan di Sekolah Umum

*) Dyah Puspit a

Pendidikan adalah kunci masa depan set iap individu, apalagi bila ia t ermasuk 
penyandang aut isme. Set iap

orang t ua mendambakan agar anaknya bisa mengikut i pendidikan j alur ' normal ' yang 
memberikan

kesempat an bagi anak mengikut i semua kegiatan. Sayangnya di Indonesia belum menj adi 
keharusan bagi

semua inst it usi unt uk menerima anak dengan masalah aut isme bersekolah di t empat 
mereka. Seringkal i

kesempat an bersekolah t ersebut masih harus diperj uangkan, dan perj uangan yang luar 
biasa sul itnya bisa

menj adi sia-sia karena anak, orang t ua maupun guru belum sungguh-sungguh 
mempersiapkan diri

menghadapi murid ' ist imewa' ini di t engah-t engah mereka. At au, ket ika anak sudah 
berada di sekolah dan

t imbul masalah, sedikit orang yang paham harus bagaimana membantu anak sehingga ia 
makin t erpuruk

dalam masalah.

Kiat prakt is mempersiapkan dan membant u anak aut is ini bersekolah di sekolah umum 
adalah tema yang

dikupas dalam makalah singkat ini.

I. INDIVIDU AUTISME

Seseorang baru dapat dikatakan sebagai termasuk Autistic Spectrum Disorder, bila ia 
memiliki

sebagian dari uraian gejala-gejala berikut ini:

a. Gangguan komunikasi --- cenderung mengalami hambatan mengekspresikan diri, sulit

bertanya jawab sesuai konteks, sering membeo ucapan orang lain, atau bahkan mengalami

hambatan bicara secara total dan berbagai bentuk masalah gangguan komunikasi lainnya.

Biasanya, orang tua khawatir anaknya ASD karena perkembangan bicara yang tidak setara

dengan anak lain seusianya.

b. Gangguan perilaku --- adanya perilaku stereotipi / khas seperti mengepakkan tangan,

melompat-lompat, berjalan jinjit, senang pada benda yang berputar atau memutarmutarkan

benda, mengketuk-ketukkan benda ke benda lain, obsesi pada bagian benda atau

benda yang tidak wajar dan berbagai bentuk masalah perilaku lain yang tidak wajar bagi

anak seusianya. Variasi perilaku yang ter-tampil sangatlah beragam, sehingga tidak

mungkin dijabarkan satu per satu.

c. Gangguan interaksi --- secara umum terdapat keengganan untuk berinteraksi secara 
aktif

dengan orang lain, sering terganggu dengan keberadaan orang lain di sekitarnya, tidak

dapat bermain bersama anak lain, lebih senang menyendiri dan sebagainya.

Masalah di atas sering juga disertai dengan adanya ketidakmampuan untuk bermain, 
gangguan

makan dan atau gangguan tidur. Anak tidak menggunakan permainan sebagaimana mestinya,

sangat pemilih dalam hal menu makanannya, cenderung ada masalah pencernaan, atau sangat

terbatas asupannya. Anak juga sering sulit tidur atau terbangun tengah malam. dan 
berbagai

jenis permasalahan lainnya.

Beberapa individu yang termasuk dalam spektrum autisme juga melaporkan bahwa mereka

memiliki berbagai ciri khas dalam mempersepsi dunia, seperti misalnya (Siegel, 1996):

?

Visual thinking

dimana mereka lebih mudah memahami hal konkrit (dapat dilihat dan dipegang) daripada

hal abstrak. Biasanya, ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam bentuk 'video' atau

file gambar. Proses berpikir yang menggunakan gambar/film seperti ini, jelas lebih 
lambat

daripada proses berpikir verbal; akibatnya.. mereka perlu jeda beberapa saat sebelum 
bisa

memberikan jawaban atas pertanyaan tertentu.

Individu dengan gaya berpikir seperti ini, juga lebih menggunakan asosiasi daripada 
berpikir

secara logis menggunakan logika.

? Processing problems

Sebagian anak ASD mengalam kesulitan memproses data. Mereka cenderung terbatas

dalam memahami 'common sense' atau menggunakan akal sehat/nalar. Mereka sulit

merangkai informasi verbal yang panjang (rangkaian instruksi), sulit diminta mengingat

sesuatu sambil mengerjakan hal lain, dan sulit memahami bahasa verbal/lisan.

Hal-hal tersebut di atas tampak konsisten dengan kecenderungan individu ASD yang lebih

mudah berpikir secara visual.

?

Sensory sensit ivit ies

Perkembangan yang kurang optimal pada sistim neurobiologis individu ASD juga sedikit

banyak mempengaruhi perkembangan indra mereka sehingga terjadi salah satu atau semua

pada sebagian anak ASD:

- Sound sensit ivity: dimana anak jadi takut berlebihan pd suara keras/bising. 
Ketakutan

yang berlebihan ini membuat mereka bingung, merasa cemas atau terganggu, yang sering

termanifestasi dalam bentuk perilaku buruk. Pola kepekaan akan suara keras/ bising ini

tidak sama, dan frekuensi setiap individu juga berbeda-beda.

Kadang anak mendengung/bergumam untuk menghalangi gangguan suara tadi. Dengan ia

mendengung, ia hanya mendengar dengungannya dan tidak mendengar suara lain yang

tidak dapat ia prediksi.

- Touch sensit ivity: anak memiliki kepekaan terhadap sentuhan ringan atau sebaliknya

terhadap sentuhan dalam. Masalah kepekaan yang berlebihan ini biasanya terwujud dalam

bentuk masalah perilaku (termasuk masalah makan & pakaian). Bila anak peka terhadap

sentuhan dan terganggu dengan sentuhan kita, maka pelukan kita justru dapat ia artikan

sebagai hukuman yang menyakitkan.

- Rhytm difficult ies: Individu sulit mempersepsi irama yang tertampil dalam bentuk 
lagu,

bicara, jeda dan 'saat utk masuk dalam percakapan'. Itu sebabnya banyak individu ASD

terus menerus berbicara, atau menyerobot masuk saat percakapan sedang berlangsung,

yang seringkali dianggap lingkungan sebagai 'tidak sopan'. Padahal, ini adalah masalah

fisik mereka.

?

Communicat ions frust rat ions

Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi pada individu ASD membuat mereka

sering frustrasi karena masalah komunikasi. Mereka bisa mengerti orang lain, tapi 
terutama

bila orang lain bicara langsung kepada mereka. Itu sebabnya mereka seolah tidak 
mendengar

bila orang lain bercakap-cakap sesamanya. Mereka merasa, percakapan itu tidak ditujukan

kepada mereka, karena itu mereka sulit memahami tuntutan lingkungan yang meminta

mereka menjawab meski mereka tidak ditanya secara langsung. Individu ASD juga sulit

mengungkapkan diri, sehingga lalu berteriak atau berperilaku negatif lain sekedar untuk

mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak tahu dan atau tidak mampu

mengungkapkan diri secara efektif, kadang harus berada dalam kondisi tertekan untuk 
dapat

ekspresi sehingga seringkali frustrasi bila tidak dimengerti.

?

Social & emot ional issues

Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpakuan akan sesuatu yang membuat

individu ASD cenderung berpikir kaku. Akibatnya, individu ASD sulit adaptasi atau 
memahami

perubahan yang terjadi di lingkungan sehari-hari. Apalagi, bila perubahan tersebut 
terjadi

dengan cepat dan tanpa penjelasan sama sekali. Keterpakuan akan sesuatu membuat

mereka sulit memahami berbagai situasi sosial seperti tata cara pergaulan dan hukum

sosialisasi yang sangat bervariasi tergantung kondisi dan situasi sesaat.

Pada umumnya individu ASD tidak pernah membayangkan bahwa orang lain juga bisa

mempersepsi sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, karena hal ini adalah sesuatu yang

sangat abstrak. Itu sebabnya, banyak yang sulit empati bila tidak dilatih melalui 
pengalaman

dan pengarahan.

? Problems of cont rol:

Berbagai gangguan perkembangan neurologi di otak menjadikan masalah individu ASD

menjadi makin kompleks. Mereka mengalami kesulitan mengontrol diri sendiri, yang

terwujud dalam berbagai bentuk masalah perilaku. Mereka cenderung berperilaku ritual

dengan pola tertentu, dan ada keterpakuan pada beberapa jenis objek. Sebagian dari

mereka juga memiliki ketakutan yang luar biasa pada hal-hal yang tidak ia mengerti.

?

Problems of tolerance:

Kepekaan yang berlebihan akan rangsang stimuli tertentu, membuat individu ASD menarik

diri dari lingkungannya. Mereka kurang dapat mentolerir rangsang-rangsang tersebut, 
dan ini

merupakan manifestasi masalah sensori di tubuhnya. Sebagian dari mereka juga cenderung

sangat peka terhadap berbagai muatan emosi yang terjadi di sekitarnya. Mereka bingung 
dan

cemas bila tidak dapat memahami pesan-pesan emosi yang terjadi saat bergaul, sehingga

kadang memutuskan untuk menarik diri dari pergaulan.

?

Problems of connect ion:

Berbagai masalah yang berkaitan dengan 'kemampuan individu menalar' adalah

. Attention problems: masalah pemusatan perhatian, terus menerus terdistraksi

. Perceptual problems: masalah proses persepsi, bingung sehingga menghindari orang 
lain.

. Systems integration problems: proses informasi di otak bekerja secara 'mono' 
(tunggal)

sehingga sulit memproses beberapa hal sekaligus

. Left-right hemisphere-integration problems: otak kiri tidak secara konsisten tahu apa

yang terjadi pada otak kanan (dan sebaliknya), sehingga tidak sepenuhnya sadar pada

apa yang sedang terjadi.

Perbedaan manifestasi gangguan-gangguan tersebut, menjadikan setiap individu sangat 
unik.

Tidak ada dua individu autisme yang sama persis, bahkan yang kembar sekalipun. Itu 
sebabnya,

penanganan juga tidak dapat disama-ratakan. Paham "individual differences" (Greenspan,

1998) sangat ditekankan, sehingga orang tua dan guru tidak memberikan penanganan 
seragam

bagi sekelompok anak.

Dalam menghadapi variasi jenis kelebihan dan kekurangan masing-masing anak, kemampuan

untuk mengobservasi menjadi sangat penting. Orang tua adalah pengamat di rumah, guru 
adalah

pengamat handal di sekolah. Apa yang harus diamati? Banyak sekali: kebiasaan anak dalam

menghabiskan waktu di rumah, perilaku yang sering ia tampilkan, bagaimana ia mencerna

informasi, bagaimana respons anak terhadap usaha orang tua mengajarkan kebiasaan baru 
dan

sebagainya.

Karena itu, penting bagi pendidik dan orang tua anak ASD untuk bekerja sama berusaha 
mencari

penanganan terbaik bagi anak-anak ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, para orang 
dewasa di

sekitar anak ASD-lah yang harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak ASD. Berikan 
mereka

kesempatan dan target yang realistis di tempat belajar "umum", serta ajarkan 
ketrampilanketrampilan

baru melalui cara yang khusus (bila perlu) sesuai kemampuan dan gaya belajar

mereka.

Gaya belajar individu autisme

Setiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam upayanya mencerna informasi secara 
efektif.

Pada umumnya kita belajar melalui indra penglihatan, perabaan dan atau pendengaran. 
Kita

juga punya aneka gaya dalam mengingat. Ada individu yang lebih ingat fakta daripada 
orang

lain. Ada yang lebih suka detil, sementara orang lain tidak suka pada detil. Bagaimana 
dengan

individu autisme ? Ada beberapa gaya belajar yang dominan pada diri mereka (Sussman, 
1999):

* Rote learner: Anak yang memakai gaya belajar ini, cenderung menghafalkan informasi 
apa

adanya, tanpa memahami arti simbol yang mereka hafalkan itu. Contoh: anak dapat

mengucapkan huruf dengan baik secara urut (atau melengkapi urutan abjad yang tak

lengkap), tetapi sesungguhnya tidak tahu bahwa huruf itu bila digabung dengan huruf 
lain

akan menjadi kata yang mengandung makna. Atau, anak yang dapat menghafalkan angka,

tidak: Anak tahu bahwa simbol itu mewakili 'jumlah' benda.

* Gestalt learner: Bila anak menghafalkan kalimat-kalimat secara utuh tanpa mengerti 
arti

kata-per-kata yang terdapat pada kalimat tersebut, anak cenderung belajar menggunakan

gaya 'gestalt' (melihat sesuatu secara global). Berbeda dengan anak non-autis yang 
belajar

bicara justru mulai dari kata-per-kata, anak autis dengan gaya 'gestalt' akan belajar 
bicara

dengan mengulangi seluruh kalimat. Ia ingat seluruh kejadian, tetapi sulit memilah mana

yang penting dan mana yang tidak. Ia mungkin akan sulit menjawab pertanyaan tentang

salah satu detil.

Misalnya, Anda berikan mainan karet yang biasanya dimainkan sambil mandi dan

mengatakan "letakkan di air", ia akan dapat melakukannya. Tetapi bila Anda berikan 
mainan

yang sama lalu mengatakan "letakkan di rak mainan", ia akan tetap meletakkannya di 
air. Ia

tidak paham makna kata 'letakkan' tetapi hanya mengasosiasikan seluruh kalimat dengan

kebiasaannya saja. Berbeda dengan anak non-autis yang belajar bicara justru mulai dari

kata-per-kata, anak autis dengan gaya 'gestalt' akan belajar bicara dengan mengulangi

seluruh kalimat. Ia ingat seluruh kejadian, tetapi sulit memilah mana yang penting dan 
mana

yang tidak. Ia mungkin akan sulit menjawab pertanyaan tentang salah satu detil.

* Visual learner: Anak dengan gaya belajar 'visual' senang melihat-lihat buku atau 
gambar

atau menonton TV dan umumnya lebih mudah mencerna informasi yang dapat mereka lihat,

daripada yang hanya dapat mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indra terkuat

mereka, tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar.

* Hands-on learner: Anak yang belajar dengan gaya ini, senang mencoba-coba dan biasanya

mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya. Mulanya ia mungkin tidak tahu apa arti

kata 'buka' tetapi sesudah Anda letakkan tangannya di pegangan pintu dan membantu

tangannya membuka sambil Anda katakan 'buka', ia segera tahu bahwa bila Anda katakan

'buka' berarti .. ia ke pintu dan membuka pintu itu. Anak-anak ini umumnya senang

menekan-nekan tombol, membongkar mainan dsb.

* Auditory learner: Anak dengan gaya belajar ini senang bicara dan mendengarkan orang

lain bicara. Ia mendapatkan informasi melalui pendengarannya. Jarang sekali anak autis

bergantung sepenuhnya pada gaya ini dan biasanya menggabungkannya dengan gaya lain.

Tanpa mengesampingkan fakta bahwa setiap individu autis memiliki ciri khas yang 
berbedabeda,

dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, pada

umumnya mereka memiliki ciri khas sebagai berikut:

CIRI YANG DAPAT MEMBANTU CIRI YANG DAPAT MENJADI KENDALA

- Daya ingat baik, dapat mengingat in-formasi

(rote learner, gestalt learner)

- Mudah memahami dan mengingat berbagai hal

yang ia lihat atau ia pegang (visual learner &

visual thinking)

- Mudah memahami berbagai hal yang ia alami

(hands-on learner)

- Dapat ditingkatkan pemahamannya, bah-kan

sebagian besar di antara mereka tidak

terganggu daya tangkapnya

- Dapat diarahkan, dapat dibantu aktualisasi

potensi

. Sulit memahami instruksi yang disampaikan secara verbal dan merupakan rangkaian

. Sulit melakukan dua hal sekaligus, karena

berpikir secara 'mono' (tunggal)

. Proses berpikir visual lebih lambat daripada

proses berpikir 'biasa' sehingga perlu jeda

sebelum berespons

. Ketakutan berlebihan/irasional akan sesuatu

. Fiksasi akan sesuatu, berpikir kaku

. Sulit persepsi irama (ritme)

. Sulit berdialog dan berkomunikasi

. Sulit pahami aturan-aturan sosial

II. PENDIDIKAN BAGI INDIVIDU AUTISME

Fakta bahwa individu-individu ASD belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis

bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal (Siegel, 1996):

1. Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi individu ASD

2. Individu ASD harus diajarkan dalam gaya yang 'khusus' bagi setiap individu, agar 
mereka bisa

memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang

khusus

3. Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar 
individu-individu ini

diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum 
atau

berperilaku negatif lainnya)

Intervensi dini menjadi satu langkah yang penting, dan salah satu teknik/metode yang 
banyak

digunakan adalah Applied Behavioral Analysis yang ditemukan oleh Ivar O. Lovaas 
(Maurice,

1996). Penanganan intervensi dini menggunakan teknik 'one-on-one' atau satu guru satu 
anak,

yang sangat intensif dan terfokus dengan kurikulum yang sangat terstruktur.

Komponen 'one-on-one' ini menjadi penting artinya pada proses belajar awal, terutama 
bagi

anak-anak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan imitasi-nya. (Siegel, 1996). 
Intensitas

(jumlah jam per minggu) juga sangat penting, seperti yang dilaporkan oleh hasil 
penelitian

Lovaas (Lovaas, 1981). Kecenderungan orang tua untuk panik dan mengharapkan hasil 
terbaik

membuat mereka menjadwalkan penanganan intensif terstruktur tanpa melihat pengaruhnya

pada anak. Akibatnya, anak menjadi tertekan dan bingung, apalagi bila di luar 
penanganan

terstruktur tersebut tidak ada bentuk penanganan lain yang lebih alami sementara 
penanganan

(terapi) yang ia terima dilakukan secara kaku. Itu sebabnya, Greenspan (1998) 
mengusulkan

adanya usaha orang tua meluangkan waktu bersama anak dalam bentuk kegiatan tidak

berstruktur tetapi alami.

Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditempuh oleh anak ASD dalam jalur pendidikan.

Penetapan akan menempuh jalur yang mana sangat dipenuhi oleh berbagai aspek, antara 
lain:

banyaknya gejala autisme pada anak, daya tangkap, kemampuan berkomunikasi, usia dan

harapan (atau tuntutan) orang tua.

Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain 
terbagi atas

jalur pendidikan khusus (Siegel, 1996):

1. Individual Therapy, antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah 
(homebased

therapy dan kemudian homeschooling).

Intervensi seperti ini merupakan dasar dari pendidikan individu ASD. Melalui penanganan

one-on-one, anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap

mengikuti aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.

2. Designated Autistic Classes

Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual ke bentuk kelas klasikal, dimana

sekelompok anak yang semuanya autis, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi 
yang

khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak), dan biasanya merupakan

anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.

3. Ability Grouped Classes

Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan

one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada

minat terhadap alat permainan; memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman

sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.

4. Social Skills Development and Mixed Disability Classes

Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak melulu autistik. 
Biasanya,

anak autis berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome

yang cenderung memiliki ciri 'hyper-social' (ketertarikan berlebihan untuk membina

hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung bertahan,

memerintah, dan berlari-lari di sekitar anak autis sekedar untuk mendapatkan respons. 
Hal

ini baik sekali bagi si anak autis.

dan jalur pendidikan umum (mainstream).

Maksud kata 'mainst ream' berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke 
dalam

kelas-kelas umum. Penanganan anak sungguh-sungguh dilakukan tanpa adanya perhatian pada

kebutuhan khusus yang ada pada anak. Padahal, sebetulnya anak memang memiliki kebutuhan

khusus.

Tujuan orang tua memasukkan anak ke jalur pendidikan umum bisa untuk "academic 
mainstream"

(agar anak sepenuhnya bisa mengikuti kegiatan akademis) atau "social mainstream"

(agar anak dapat mengikuti kegiatan sosialisasi bersama teman).

III. PERSIAPAN YANG SEBAIKNYA DIJALANKAN

Berdasarkan uraian di atas, tentu saja kita harus menarik satu kesimpulan: ada jenjang

persiapan yang harus dijalani sebelum anak dengan gangguan perkembangan autisme ini

dimasukkan ke dalam lingkungan sekolah umum.

Persiapan tersebut perlu dijalani oleh berbagai pihak yang terlibat: anak, sekolah dan 
orang tua.

* Anak: dua hal penting yang harus dipertimbangkan adalah apakah anak siap untuk 
belajar

dalam kelompok (kecil atau besar, tergantung masing-masing sekolah) dan kesiapan anak

mengikuti rutinitas di sekolah (makan bersama, toileting, olah raga, upacara dsb).

Semua pihak perlu mempertimbangkan faktor berikut:

- Fungsi kognitif Tingkatan fungsi kognisi, verbal atau non-verbal

- Bahasa dan komunikasi Tingkatan pemahaman bahasa (bicara >< tertulis),

tingkatan kemampuan berkomunikasi

- Kemampuan akademis Pemahaman konsep bahasa, matematika, kebutuhan akan

bantuan dari orang lain

- Perilaku di kelas Kesanggupan mengikuti proses belajar mengajar di kelas

(1:3, 1:8, 1:15, 1:30).

Kesanggupan mengerjakan tugas secara mandiri

Kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan transisi atau

perubahan di dalam kelas

* Sekolah:

Saat ini sudah ada beberapa sekolah menerima keberadaan anak autis di dalam kelas umum.

Tetapi sikap menerima saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan beberapa penyesuaian,

antara lain:

- Modifikasi lingkungan: Bangunan sekolah, tata-letak di dalam kelas, lingkungan 
sekitar

- Pelatihan staf: Menerima perbedaan anak dan mau belajar lagi

Keterbukaan akan kerja sama dengan pihak lain terkait

Pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu tatalaksana anak autis

- Penyuluhan kepada orang tua/anak lain: Hal ini tidak mudah, karena banyak orang tua 
lain

beranggapan bahwa sekolah umum seharusnya tidak menerima anak

dengan masalah. Mereka khawatir sifat autisme anak akan menular pada

anak-anak mereka.

- Sikap terhadap saudara kandung: apakah keberadaan saudara sekandung dengan autisme

ini menjadi suatu keuntungan atau kekurangan bagi kakak/adik tsb.

* Orang tua:

Keadaan orang tua sangat menentukan proses belajar mengajar dan pencapaian masingmasing

anak. Dalam hal ini, yang penting diperhatikan adalah:

- Pengharapan keluarga: Apa yang diharapkan dicapai dari keberadaan anak berada di

sekolah: apakah full inclusion atau social mainstream ?

Pengharapan ini sangat menentukan target pendidikan bagi anak di sekolah. Target yang

"lepas dari konteks" dalam arti tidak sesuai potensi yang ditampilkan anak 
(berlebihan),

tentu akan membuat siapapun yang terlibat menjadi frustrasi. Anak bahkan bisa tidak 
suka

belajar / sekolah. Sebaliknya, target di bawah kemampuan anak akan membuat ia bosan

dan juga tidak suka sekolah.

- Kebutuhan dari anggota keluarga yang lain: Anggota keluarga bukan terdiri atas anak 
autis

ini saja, tetapi tentu saja menyangkut kakak/adik dan orang tua anak. Keterlibatan anak

di lingkungan sekolah umum, mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan sehari-hari

seluruh keluarga. Anak harus mengerjakan pekerjaan rumah, orang tua harus menunggui,

kakak/adik diberi tanggung jawab mengenai kegiatan anak di rumah dan sekolah, dsb.

- Adanya dukungan lingkungan: Lingkungan disini, termasuk juga orang tua lain di 
sekolah

tersebut (POMG). Bagaimanakah sikap mereka, apakah mendukung atau tidak. Bagaimana

juga sikap anak lain di sekolah tersebut, apakah menerima keberadaan anak autis ini 
atau

tidak. Bagaimana sikap guru di luar kelas ini, sikap kepala sekolah dsb.

* Tenaga profesional terkait:

Adakah tenaga profesional yang dilibatkan dalam tim pendukung anak:

- Dokter: Peran dokter disini (dokter anak, psikiater anak, dokter mata, THT, gizi dsb

sesuai kebutuhan anak) amat penting karena proses belajar mengajar anak

tidak akan lancar kecuali ia dalam keadaan sehat.

- Psikolog: Peran psikolog adalah untuk memberikan gambaran profil psikologis anak

(psychological profile), sehingga orang tua dan pihak sekolah paham

kelebihan dan kekurangan anak secara menyeluruh. Gambaran profil ini dapat

membantu semua pihak terkait dalam mengarahkan anak sehingga potensi

aktual dapat terealisir secara optimal tanpa membuat anak tertekan.

- Guru pendamping: Pada umumnya anak autis memerlukan guru pendamping pada masa

awal penyesuaian di lingkungan kelas yang jelas berbeda dengan lingkungan


terapi individual. Masalahnya, tidak semua sekolah menyediakan guru

pendamping dengan kualifikasi yang jelas, atau tidak semua orang tua

bersedia menggunakan guru pendamping yang disediakan pihak sekolah oleh

karena berbagai alasan. Guru pendamping juga sering tidak paham sebatas

mana mereka diperbolehkan membantu anak. Akibatnya, anak tergantung

pada guru pendamping, guru kelas tidak berusaha kenal anak karena anak

hampir selalu berada bersama dengan guru pendamping, dan pada akhirnya

anak tetap menjadi 'anak bawang' karena ia tidak terlalu berbaur dengan

lingkungannya.

- Terapis: Meskipun sudah bersekolah di sekolah umum, sebagian dari anak autis masih

memerlukan bimbingan khusus di rumah. Tugas ini biasanya dibebankan

kepada terapis rumah, yaitu terapis atau guru yang bertugas untuk mengulang

materi yang dipelajari di sekolah lengkap dengan generalisasi-nya,

mempersiapkan anak akan materi yang akan datang, dan membantu anak

mengkompensasi kelemahannya melalui berbagai teknik dan kiat praktis.

Apakah ada kerja sama yang baik antara tenaga profesional dengan sekolah dan keluarga,

dalam arti keterbukaan secara profesional demi kemajuan si anak. Adakah bantuan

akademis (dalam bentuk sesi khusus atau modifikasi proses), atau kelompok orang tua

dengan masalah sama?

Piramida sasaran pendidikan:

Dr. Lam Chee Meng & Chan Yee Pei, BSc dalam konferensi WeCan di Singapore November 2002

mengungkapkan bahwa semua pihak sebaiknya mengacu pada piramida berikut dalam

menerapkan target pendidikan bagi anak autisme:

Bagian piramida yang paling penting adalah bagian bawah, karena seluruh bangunan akan 
hancur

bila pondasi tidak kokoh.

Bagian paling bawah, adalah:

* Work habits, Self-regulation:

Sikap kerja anak setiapkali diberi tugas dan bagaimana ia mengembangkan kontrol serta

strategi setiap ia mengahadapi stres.

* Self-Help, Independence:

Kemampuan anak membantu dirinya sendiri dan bersikap mandiri sesuai usia tahap

perkembangan. Misal: mampu ke kamar mandi sendiri, mampu membereskan buku sendiri,

bertanggung jawab atas barang bawaannya, pergi ke guru tanpa harus diarahkan dsb.

* Functional Communication:

Meskipun sebagian komunitas anak autis dapat bicara, tetapi seringkali kemampuannya

masih belum untuk menjawab pertanyaan secara konsisten dan kontekstual. Anak juga

terkadang belum dapat menyampaikan keinginan, perasaan dan pendapat sehingga sering

frustrasi dan lalu menyebabkan ia berperilaku negatif.

Socialization

Academic skills

Work Habits,

Self-Regulation

Self-Help,

Independence

Functional

Communication

3

1

2

Persiapan bagian bawah piramida tersebut seyogyanya dilakukan sebelum anak masuk ke

sekolah umum, karena di sekolah anak akan berhadapan dengan target akademis dan

sosialisasi.

Target akademis juga sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan dan ketidak mampuan anak,

sehingga kecenderungan anak untuk frustrasi dapat diperkecil dan bila mungkin 
dihilangkan.

Misal: anak sulit memahami konsep abstrak, jadi sebaiknya sedapat mungkin hal yang 
abstrak

dibuat lebih konkrit. Anak sulit menghadapi perubahan mendadak, sehingga sebaiknya ia

diberitahu terlebih dahulu sebelum perubahan itu harus ia hadapi.

 

Best Regards,
Dwie Muriati
Planning Production Invetory Control Dept. 

ISUZU
PT. Pantja Motor - Assy Plant Pondok Ungu
Jln. Kali Abang No. 1 Pondok Ungu Bekasi 17132, Indonesia
Phone          : +62 (21) 8897 6628 Ex. 2141-43
Facsimile      : +62 (21) 8897 6626
Email           : [EMAIL PROTECTED]
Homepage    : http://www.isuzu.com



Kirim email ke