[balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta

2006-06-15 Terurut Topik Nor Janah
Artikel dari temen nih...maaf gak ada sumbernya tapi bagus buat ortu untuk
lebih sadar menghadapi anak-anaknya...


Ia Hadir untuk Dicinta

Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut,
atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk
menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka
bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah
indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka
hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya.

Mereka ada untuk dicinta.

Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah
nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang
nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika peraturan
terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak
sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka.

Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya
seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas
dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih
sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya
karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu
benar-benar sebuah kesalahan.

Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu kaku
membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang meski
masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih untuk
melakukan yang terbaik menurut mereka.

Tugas orang tua bukan melarang atau memerintah, tapi lebih kepada
mengarahkan agar mereka tetap berada pada jalur yang sebenarnya.  Menatap
kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin sedang
memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh
kasih,tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau mau
menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak berbuat
kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.

Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot
seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun -dari posturnya
seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak sekecil
itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di
kepalanya. goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh, hanya karena ia sempat
melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan kecil yang mestinya bisa
disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat lembut. Atau ketika isteri saya
bercerita tentang seorang ibu dari teman sekolah anak kami di TK. Anaknya
terjatuh saat berlari, Nyungsep sekalian biar bonyok tuh muka. Udah
dibilangin jangan lari, itu pun masih ditambah satu tamparan di kepala.
Yang pasti itu tak meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di
lututnya semakin perih terasa hingga ke hati.

Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat tidur
membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini
mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat terlelap,
dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan
nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti halnya
Anda tengah menciptakan sebuah mimpi indah untuknya.

Namun jangan terperanjat ketika tengah malam tidur Anda terusik saat ia
mengigau dan berteriak ketakutan. Hanya rintihan yang bisa terdengar dari
mimpinya karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan dan
ketakutan dari kalimat kasar, delikkan mata dan ayunan keras tangan Anda
ke tubuh mereka.

Tak seekor nyamuk pun pernah saya persilahkan untuk menyentuh setiap inci
kulit mereka. Lalu kenapa masih ada yang tega mencederai anak-anak,
padahal dalam berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang kasih
dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu.

Coba sentuh dengan lembut wajah halusnya saat tidur, itu akan membuatnya
bermimpi indah seolah tengah terbaring di pangkuan bidadari.  Anak-anak
tak pernah membenci orang tuanya, bahkan saat mereka mendapatkan
perlakukan kasar dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang
mereka panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah berdosa terhadap orang
tuanya, justru kebanyakan orang tua yang berdosa kepada mereka dengan
makian kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar
membuat orang tua kesal, orang tua lah yang teramat sering membuat mereka
kecewa mendapati Ayah dan Ibunya tak seindah syair lagu yang selalu
diajarkan guru di sekolah.

Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa anak-anak hadir untuk dicinta
saat ia terbaring lemah di salah satu tempat tidur di bangsal anak-anak.
Atau ketika Tuhan mencabut amanah itu dari kita. Menangiskah kita?

*

mamaadlisyifa


[balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta

2005-08-29 Terurut Topik Millia . Eka

Ia Hadir untuk Dicinta

Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut,
atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk
menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka
bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah
indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka
hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Mereka ada untuk
dicinta.

Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah
nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang
nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika peraturan
terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak
sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka.
Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya
seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas
dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih
sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya
karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu
benar-benar sebuah kesalahan.

Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu kaku
membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang meski
masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih untuk
melakukan yang terbaik menurut mereka. Tugas orang tua bukan melarang atau
memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada
jalur yang sebenarnya.

Menatap kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin
sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh
kasih, tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau mau
menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak berbuat
kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.

Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot
seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun ?dari posturnya
seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak sekecil
itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di
kepalanya. goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh, hanya karena ia sempat 
melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan
kecil yang mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat
lembut. Atau ketika isteri saya bercerita tentang seorang ibu dari teman
sekolah anak kami di TK. Anaknya terjatuh saat berlari, Nyungsep sekalian biar 
bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan lari, itu pun masih ditambah satu 
tamparan di kepala. Yang pasti itu tak
meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di lututnya semakin perih
terasa hingga ke hati.

Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat tidur
membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini
mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat terlelap,
dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan
nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti halnya
Anda tengah menciptakan sebuah mimpi indah untuknya. Namun jangan
terperanjat ketika tengah malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan
berteriak ketakutan. Hanya rintihan yang bisa terdengar dari mimpinya
karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan dan ketakutan dari
kalimat kasar, delikkan mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh mereka.


Tak seekor nyamuk pun pernah saya persilahkan untukmenyentuh setiap inci
kulit mereka. Lalu kenapa masih ada yang tega mencederai anak-anak,
padahal dalam berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang kasih
dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu. Coba sentuh dengan lembut
wajah halusnya saat tidur, itu akan membuatnya bermimpi indah seolah
tengah terbaring di pangkuan bidadari.

Anak-anak tak pernah membenci orang tuanya, bahkan saat mereka mendapatkan
perlakukan kasar dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang
mereka panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah berdosa terhadap orang
tuanya, justru kebanyakan orang tua yang berdosa kepada mereka dengan
makian kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar
membuat orang tua kesal, orang tua lah yang teramat sering membuat mereka
kecewa mendapati Ayah dan Ibunya tak seindah syair lagu yang selalu
diajarkan guru di sekolah.

Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa anak-anak hadir untuk dicinta saat
ia terbaring lemah di salah satu tempat tidur di bangsal anak-anak. Atau
ketika Tuhan mencabut amanah itu dari kita. Menangiskah kita?


Bayu Gawtama
teramat banyak yang merindukan kehadiran mereka dengan cinta yang teramat
tulus



   

EMAIL DISCLAIMER
   
This email and any files transmitted with it is
confidential and intended solely for the use of
the individual or entity to whom it is addressed.
Any personal views 

RE: [balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta

2005-08-29 Terurut Topik wanda
Mba, bagus banget artikelnya

Thx,
Bunda Salma Daffa yg jadi kangen ama kenakalan  candaria mereka
hik..hik...pingin pulang jadinya.




-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, 29 August, 2005 4:23 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta 



Ia Hadir untuk Dicinta


Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut,

atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk

menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka

bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah

indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka

hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Mereka ada untuk

dicinta.


Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah

nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang

nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika
peraturan

terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan
tak

sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka.

Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya

seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat
pantas

dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih

sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya

karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu

benar-benar sebuah kesalahan.


Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu
kaku

membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang
meski

masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih
untuk

melakukan yang terbaik menurut mereka. Tugas orang tua bukan melarang
atau

memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada

jalur yang sebenarnya.


Menatap kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin

sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh

kasih, tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau
mau

menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak
berbuat

kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.


Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot

seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun ?dari
posturnya

seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak
sekecil

itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di

kepalanya. goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh, hanya karena ia
sempat melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan

kecil yang mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat

lembut. Atau ketika isteri saya bercerita tentang seorang ibu dari teman

sekolah anak kami di TK. Anaknya terjatuh saat berlari, Nyungsep
sekalian biar bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan lari, itu pun
masih ditambah satu tamparan di kepala. Yang pasti itu tak

meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di lututnya semakin perih

terasa hingga ke hati.


Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat
tidur

membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih
ini

mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat
terlelap,

dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan

nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti
halnya

Anda tengah menciptakan sebuah mimpi indah untuknya. Namun jangan

terperanjat ketika tengah malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan

berteriak ketakutan. Hanya rintihan yang bisa terdengar dari mimpinya

karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan dan ketakutan dari

kalimat kasar, delikkan mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh
mereka.



Tak seekor nyamuk pun pernah saya persilahkan untukmenyentuh setiap inci

kulit mereka. Lalu kenapa masih ada yang tega mencederai anak-anak,

padahal dalam berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang kasih

dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu. Coba sentuh dengan
lembut

wajah halusnya saat tidur, itu akan membuatnya bermimpi indah seolah

tengah terbaring di pangkuan bidadari.


Anak-anak tak pernah membenci orang tuanya, bahkan saat mereka
mendapatkan

perlakukan kasar dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang

mereka panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah berdosa terhadap
orang

tuanya, justru kebanyakan orang tua yang berdosa kepada mereka dengan

makian kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar

membuat orang tua kesal, orang tua lah yang teramat sering membuat
mereka

kecewa mendapati Ayah dan Ibunya tak seindah syair lagu yang selalu

diajarkan guru di sekolah.


Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa anak-anak hadir untuk dicinta
saat

ia terbaring lemah di salah satu tempat tidur di bangsal anak-anak

Re[2]: [balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta

2005-08-29 Terurut Topik Angina's Mom
Yoa..bagus banget. Untung udah mo pulang neh...yuk ahhh duluan, gak
sabar mo nemuin bidadari kecilku.. CU!

-- 
Best regards,
Angina's Mom
http://www.tristania-angina.com/blog


Monday, August 29, 2005, 4:22:52 PM, you wrote:

w Mba, bagus banget artikelnya

w Thx,
w Bunda Salma Daffa yg jadi kangen ama kenakalan  candaria mereka
w hik..hik...pingin pulang jadinya.




w -Original Message-
w From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
w Sent: Monday, 29 August, 2005 4:23 PM
w To: balita-anda@balita-anda.com
w Subject: [balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta 



w Ia Hadir untuk Dicinta


w Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut,

w atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk

w menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka

w bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah

w indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka

w hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Mereka ada untuk

w dicinta.


w Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah

w nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang

w nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika
w peraturan

w terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan
w tak

w sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka.

w Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya

w seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat
w pantas

w dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih

w sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya

w karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu

w benar-benar sebuah kesalahan.


w Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu
w kaku

w membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang
w meski

w masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih
w untuk

w melakukan yang terbaik menurut mereka. Tugas orang tua bukan melarang
w atau

w memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada

w jalur yang sebenarnya.


w Menatap kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin

w sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh

w kasih, tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau
w mau

w menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak
w berbuat

w kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.


w Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot

w seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun ?dari
w posturnya

w seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak
w sekecil

w itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di

w kepalanya. goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh, hanya karena ia
w sempat melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan

w kecil yang mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat

w lembut. Atau ketika isteri saya bercerita tentang seorang ibu dari teman

w sekolah anak kami di TK. Anaknya terjatuh saat berlari, Nyungsep
w sekalian biar bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan lari, itu pun
w masih ditambah satu tamparan di kepala. Yang pasti itu tak

w meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di lututnya semakin perih

w terasa hingga ke hati.


w Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat
w tidur

w membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih
w ini

w mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat
w terlelap,

w dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan

w nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti
w halnya

w Anda tengah menciptakan sebuah mimpi indah untuknya. Namun jangan

w terperanjat ketika tengah malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan

w berteriak ketakutan. Hanya rintihan yang bisa terdengar dari mimpinya

w karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan dan ketakutan dari

w kalimat kasar, delikkan mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh
w mereka.



w Tak seekor nyamuk pun pernah saya persilahkan untukmenyentuh setiap inci

w kulit mereka. Lalu kenapa masih ada yang tega mencederai anak-anak,

w padahal dalam berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang kasih

w dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu. Coba sentuh dengan
w lembut

w wajah halusnya saat tidur, itu akan membuatnya bermimpi indah seolah

w tengah terbaring di pangkuan bidadari.


w Anak-anak tak pernah membenci orang tuanya, bahkan saat mereka
w mendapatkan

w perlakukan kasar dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang

w mereka panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah berdosa terhadap
w orang

w tuanya, justru kebanyakan

Re: [balita-anda] Ia Hadir untuk Dicinta

2005-08-29 Terurut Topik fira

Hiks Hiks sedihhhpa lagi suka baca masih ada aja seorang Ibu
kandung yg tega menyakiti dan menyiksa anaknya hanya gara2 dendam kepada
sang ayah si anak...seperti kisah Anggi-5thn dari yg disiksa oleh
ibunya sendiri krn stress ditinggal suaminya.

Kenapa harus anak kecil yg tak berdosa jadi pelampiasan?? kenapa harus
mereka yg disiksa, krn tidak dapat melawan?? Dusungguh biadab ortu
spt mereka ini, melihat wajah anggi sungguh trenyuh.memar  lebam
dimana2.




   
[EMAIL PROTECTED]   
   
j.co.id  To: balita-anda@balita-anda.com
   
 cc:
   
29/08/2005   Subject: [balita-anda] Ia Hadir 
untuk Dicinta 
16:23   
   
Please  
   
respond to  
   
balita-anda 
   

   

   




Ia Hadir untuk Dicinta


Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut,

atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk

menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka

bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah

indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka

hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Mereka ada untuk

dicinta.


Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah

nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang

nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika peraturan

terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak

sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka.

Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya

seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas

dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih

sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya

karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu

benar-benar sebuah kesalahan.


Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu kaku

membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang meski

masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih untuk

melakukan yang terbaik menurut mereka. Tugas orang tua bukan melarang atau

memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada

jalur yang sebenarnya.


Menatap kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin

sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh

kasih, tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau mau

menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak berbuat

kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.


Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot

seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun ?dari posturnya

seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak sekecil

itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di

kepalanya. goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh, hanya karena ia sempat
melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan

kecil yang mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat

lembut. Atau ketika isteri saya bercerita tentang seorang ibu dari teman

sekolah anak kami di TK. Anaknya terjatuh saat berlari, Nyungsep sekalian
biar bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan lari, itu pun masih ditambah
satu tamparan di kepala. Yang pasti itu tak

meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di lututnya semakin perih

terasa hingga ke hati.


Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat tidur

membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini

mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat terlelap,

dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan

nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti