Komunikasi Yang Suportif, Apakah Itu ?

Oleh

Arbono Lasmahadi*


Salah satu ukuran keberhasilan kita dalam bekerja
sebagai seorang yang profesional adalah bila kita
mampu membangun komunikasi interpersonal yang efektif
dengan mitra kerja kita, apakah itu atasan, rekan
kerja atau bawahan. Ada bermacam bentuk komunikasi
interpersonal yang dapat membantu kita untuk
berkomunikasi secara akurat dan jujur, tanpa
membahayakan hubungan interpersonal yang sudah ada
dengan mitra kerja kita. Salah satunya adalah yang
dikenal sebagai Komunikasi yang suportif (Supportive
Communication), yaitu suatu bentuk komunikasi
interpersonal yang bertujuan untuk memelihara hubungan
yang positif, dan pada saat yang sama dapat
mengungkapkan masalah yang ada dengan baik.

Sasaran yang ingin dicapai dengan komunikasi yang
suportif ini bukanlah semata-mata agar kita disukai
orang di perusahaan atau dianggap sebagai orang baik.
Dan bukan juga semata-mata agar kita dapat diterima
secara sosial di perusahaan. Bukanlah hal yang salah
bila kita disukai atau diterima secara sosial bila
kita mampu berkomunikasi secara efektif. Namun yang
lebih utama adalah apabila kita bersama-sama dengan
karyawan lainnya mampu melakukan komunikasi yang
suportif ini, maka hal ini antara lain akan membantu
organisasi untuk meningkatkan produktifitas kerja dan 
mengurangi konflik yang terjadi. Menurut David  E.
Whetten dan Kim S. Cameron (2002), para peneliti
menemukan bahwa organisasi-organisasi yang memelihara
pola komunikasi yang suportif menikmati produktifitas
yang lebih tinggi, pemecahan masalah yang lebih cepat,
hasil kerja yang berkualitas, lebih sedikit konflik,
dan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan
kepentingan organisasi dibandingkan kelompok atau
organisasi-organisasi lainnya yang pola komunikasinya
kurang positif.

Komunikasi yang suportif ini menciptakan suasan saling
mendukung, saling memahami, dan saling membantu.
Dengan demikian dapat membantu seseorang untuk
mengatasi dua hambatan besar dalam berkomunikasi, yang
terjadi karena buruknya komunikasi interpersonalnya,
yaitu muncunya reaksi defensif dan diskonfirmasi
(penilaian yang tidak tepat/sesuai tentang diri
sendiri)  

Komunikasi yang suportif ini mempunyai 8
karakteristik, yang akan saya bahas secara singkat
satu persatu berikut ini :

1. Komunikasi yang suportif berorientasi pada masalah
dan bukan pada orang dan karakteristiknya.

Contoh : 
"Bagaimana caranya agar kita dapat menyelesaikan
masalah ini ?"

dan bukan
" Karena andalah masalah ini terjadi !"

2. Komunikasi yang suportif didasarkan atas kesesuaian
antara hal-hal yang dikomukasikan secara
verbal/non-verbal dengan hal-hal yang dipikirkan dan
dirasakan oleh seseorang (Based on congruence, not
inconruence). Di sini terkandung unsur kejujuran dalam
melakukan komunikasi.

contoh :
" Tindakan anda membuat saya kecewa " 

dan bukan

" Apakah saya terlihat kecewa ? Saya tidak kecewa,
kelihatannya semua tidak ada masalah." 

3. Komunikasi yang suportif bersifat deskriptif dan
tidak evaluatif

contoh :

" Ini adalah usulan pemecahan masalah yang dapat saya
sampaikan."

dan bukan

" Anda salah telah melakukan hal tersebut."

4. Komunikasi yang suportif membantu orang untuk
merasa dihargai, diterima dan bernilai (validating,
not invalidating people)

contoh :

"  Walau saya punya ide, namun saya akan sangat
menghargai bila anda juga dapat menyampaikan ide
anda."

dan bukan

" Anda tidak akan mengerti, lebih baik mengikuti cara
saya."

5. Komunikasi yang suportif bersifat speifik dan tidak
umum.

Contoh :
" Anda telah terlambat hadir di kantor selama 3 kali
dalam minggu ini, hari Senin, Kamis, dan Jum'at." 

dan bukan

" Anda beberapa kali terlambat hadir di kantor dalam
minggu ini."

6. Komunikasi yang suportif, menghubungkan pesan baru
yang disampaikan dengan pesan sebelumnya, sehingga
dapat meningkatkan interaksi

contoh :
" Berkaitan dengan pernyataan anda sebelumnya, saya
ingin mengemukakan pandangan yang lain."

dan bukan

" Saya ingin mengemukakan pandangan saya (tidak
terkait dengan penyataan anda sebelumnya)

7. Komunikasi yang suportif mendorong kita untuk
memiliki dan bertanggung jawab terhadap
pernyataan-pernyataan yang kita kemukakan (owned not
disowned) dengan menggunakan kata "Saya"

contoh :

" Saya telah memutuskan untuk tidak mengabulkan
permohonan anda, karena tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku."

dan bukan

" Anda telah mengajukan permohonan yang menarik, tapi
kelihatannya akan sulit untuk disetujui."


8. Komunikasi yang suportif mendorong seseorang untuk
mendengarkan dan memberikan tanggapan yang efektif
terhadap penyataan-peryataan yang disampaikan oleh
orang lain.

Contoh :

" Menurut anda, apakah yang dapat menghambat upaya
untuk memperbaiki prestasi anda?"

dan bukan 

" Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, anda
telah membuat kesalahan terlalu banyak, sehingga anda
tidak beprestasi dengan baik." 


Demikianlah tulisan singkat saya mengenai komunikasi
yang suportif. Semoga dapat menjadi rujukan yang
bermanfaat bagi yang membacanya. Bila ada kekurangan
di sana- sini dari tulisan ini, pasti terjadi karena
kelemahan saya. Bila banyak hal yang baik, pasti
datangnya dari Allah SWT.

Sumber tulisan :

" What is Supportive Communication ? Developing
Management Skills, page 220-232. 5th Edition. David E.
Whetten & Kim S. Cameron. Pentice Hall, New Jersey,
2002.

* Penulis adalah praktisi SDM di sebuah perusahaan
multinasional asing. Penulis juga pengasuh beberapa
mailing list seperti 

-Career Consultation
[EMAIL PROTECTED]

- Organizational Behavior & HRM Indonesia
[EMAIL PROTECTED]


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke