Re: [balita-anda] OOT- buat yg balitanya pengen jadi camat nih
IPDN dulunya yang STPDN itu ya?? sama gak sih? On 4/5/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: 05/04/2007 11:44 WIB Kolom Capofamiglia IPDN Eddi Santosa - detikcom Den Haag - Dalam kultur mereka, menyiksa diiringi caci-maki itu identik dengan disiplin. Jika berujung pada kematian, maka semua memberlakukan omerta. IPDN sudah mirip keluarga mafia. Cliff pasti menderita sekali. Nyawanya harus lepas karena tidak kuat lagi memikul beban sakit nan tak terperi. Nyawa Cliff juga pasti sangat bersedih. Ia harus mati membawa sisa cacian, bentakan atau bahkan mungkin kata-kata penghinaan yang masih terngiang-ngiang... Sebuah proses keji yang dilegalkan dengan bungkus tindakan disiplin. Dan tubuh gagah Cliff tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Ia bukan berduel menghadapi ksatria jantan, pria sejati, melainkan gerombolan lelaki pengecut yang cuma berani keroyokan. Para pengecut yang tak punya harga diri ini berlindung di balik atribut praja senior. Masih ada satu lagi belenggu yang membuat Cliff semakin tidak berdaya: sebagai bawahan, praja junior, dia harus patuh secara absolut kepada praja senior. Cliff bukan korban pertama dan bukan akan menjadi korban yang terakhir, selama rakyat pembayar pajak dan parpol-parpol di DPR tumpul merespons tradisi bengis, tidak memanusiakan manusia, dalam sistem pendidikan untuk mencetak Camat ini. Kultur dan sistem dalam IPDN sudah rusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan dan norma zaman. Dalam kurun 16 tahun, sejak 1990-an, sudah 35 praja tewas mengenaskan. Itu artinya rata-rata lebih dari 2 nyawa tewas per tahun. Hanya bangsa kita saja yang masih memelihara serta membanggakan kultur dan sistem mirip mafia itu. Memukul, menendang, menyiksa, membentak-bentak, dan memaki-maki, dalam kultur ini menjadi instrumen untuk menegakkan disiplin. Pelajar baru masuk sudah dibentuk dan dikategorikan sebagai level rendahan yang harus patuh pada level di atasnya. Praja baru ini mirip sgarrista, anggota dalam mafia yang disejajarkan dengan prajurit. Mereka ini punya atasan langsung, yakni caporegima, komandan yang membawahi kumpulan sgarrista. Di atas mereka ada capodecina, atasan grup dari level sgarrista, yang mempunyai kewenangan dan previlese lebih luas di atas para kroco sgarrista. Level ini punya atasan lagi yakni sotto capo, semacam bos kecil. Kemudian di atasnya lagi ada level capofamiglia yang punya kekuasaaan besar dan harus dipatuhi mutlak oleh level-level di bawahnya. Di ujung puncak hirarki masih ada Capo di Tutti Capi, sang mahaketua, bos di atas segala bos dari segala hirarki itu. Siapa dia? Jika ada kasus besar yang mereka lakukan, misalnya pembunuhan, dan itu gagal mereka tutupi sehingga tercium polisi, maka mereka kompak menjunjung tinggi omerta, yakni semacam code of silence: tutup mulut rapat-rapat, tidak kooperatif dengan polisi atau menghalang-halangi kepentingan penyelidikan. Sikap mirip omerta dalam mafia itu ditunjukkan oleh seorang pengajar berinisial Prof Dr LG yang berusaha menghalang-halangi upaya polisi saat akan mengotopsi jenazah korban. Dia bahkan berbohong dengan mengatasnamakan pihak keluarga demi menolak permintaan polisi untuk otopsi jenazah. Bukankah kebobrokan lembaga yang dibiayai pajak ini sudah sempurna? Rakyat sudah cukup memberi kesempatan IPDN untuk memperbaiki diri, kini saatnya bersikap untuk mendesak supaya ditutup. Tutup saja sekaligus mengurangi beban anggaran. Para senator dan wakil rakyat, terutama dari daerah Sulawesi Utara, berhutang untuk menyuarakan hal ini, bukan saja pada Cliff, tetapi juga pada anak-anak Indonesia lainnya agar tidak menjadi korban empuk berikutnya. Untuk sekadar posisi camat bisa diisi oleh sarjana FISIP dan sejenisnya dari perguruan tinggi umum. Apa yang bisa diharapkan dari produk lulusan yang menyimpan trauma psikologis dan fisik, di mana bahasa kekerasan, main siksa dan bentak, menjadi bahasa pengantar sehari-hari? (es/es) http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/05/time/150139/idnews/763612/idkanal/10 __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages Recent Activity a.. 28New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS a.. Jakarta indonesia b.. Hotel jakarta indonesia c.. Jakarta Yahoo! Music Listen to radio 50+ free stations, for all your moods Yahoo! Avatars Express Yourself Show your style mood in Messenger. Yahoo! Mail Get on board You're invited to try the all-new Mail Beta. . __,_._,___ -- Yesi URL: http://belle-sara.blogs.friendster.com/my_blog/
[balita-anda] OOT- buat yg balitanya pengen jadi camat nih
05/04/2007 11:44 WIB Kolom Capofamiglia IPDN Eddi Santosa - detikcom Den Haag - Dalam kultur mereka, menyiksa diiringi caci-maki itu identik dengan disiplin. Jika berujung pada kematian, maka semua memberlakukan omerta. IPDN sudah mirip keluarga mafia. Cliff pasti menderita sekali. Nyawanya harus lepas karena tidak kuat lagi memikul beban sakit nan tak terperi. Nyawa Cliff juga pasti sangat bersedih. Ia harus mati membawa sisa cacian, bentakan atau bahkan mungkin kata-kata penghinaan yang masih terngiang-ngiang... Sebuah proses keji yang dilegalkan dengan bungkus tindakan disiplin. Dan tubuh gagah Cliff tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Ia bukan berduel menghadapi ksatria jantan, pria sejati, melainkan gerombolan lelaki pengecut yang cuma berani keroyokan. Para pengecut yang tak punya harga diri ini berlindung di balik atribut praja senior. Masih ada satu lagi belenggu yang membuat Cliff semakin tidak berdaya: sebagai bawahan, praja junior, dia harus patuh secara absolut kepada praja senior. Cliff bukan korban pertama dan bukan akan menjadi korban yang terakhir, selama rakyat pembayar pajak dan parpol-parpol di DPR tumpul merespons tradisi bengis, tidak memanusiakan manusia, dalam sistem pendidikan untuk mencetak Camat ini. Kultur dan sistem dalam IPDN sudah rusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan dan norma zaman. Dalam kurun 16 tahun, sejak 1990-an, sudah 35 praja tewas mengenaskan. Itu artinya rata-rata lebih dari 2 nyawa tewas per tahun. Hanya bangsa kita saja yang masih memelihara serta membanggakan kultur dan sistem mirip mafia itu. Memukul, menendang, menyiksa, membentak-bentak, dan memaki-maki, dalam kultur ini menjadi instrumen untuk menegakkan disiplin. Pelajar baru masuk sudah dibentuk dan dikategorikan sebagai level rendahan yang harus patuh pada level di atasnya. Praja baru ini mirip sgarrista, anggota dalam mafia yang disejajarkan dengan prajurit. Mereka ini punya atasan langsung, yakni caporegima, komandan yang membawahi kumpulan sgarrista. Di atas mereka ada capodecina, atasan grup dari level sgarrista, yang mempunyai kewenangan dan previlese lebih luas di atas para kroco sgarrista. Level ini punya atasan lagi yakni sotto capo, semacam bos kecil. Kemudian di atasnya lagi ada level capofamiglia yang punya kekuasaaan besar dan harus dipatuhi mutlak oleh level-level di bawahnya. Di ujung puncak hirarki masih ada Capo di Tutti Capi, sang mahaketua, bos di atas segala bos dari segala hirarki itu. Siapa dia? Jika ada kasus besar yang mereka lakukan, misalnya pembunuhan, dan itu gagal mereka tutupi sehingga tercium polisi, maka mereka kompak menjunjung tinggi omerta, yakni semacam code of silence: tutup mulut rapat-rapat, tidak kooperatif dengan polisi atau menghalang-halangi kepentingan penyelidikan. Sikap mirip omerta dalam mafia itu ditunjukkan oleh seorang pengajar berinisial Prof Dr LG yang berusaha menghalang-halangi upaya polisi saat akan mengotopsi jenazah korban. Dia bahkan berbohong dengan mengatasnamakan pihak keluarga demi menolak permintaan polisi untuk otopsi jenazah. Bukankah kebobrokan lembaga yang dibiayai pajak ini sudah sempurna? Rakyat sudah cukup memberi kesempatan IPDN untuk memperbaiki diri, kini saatnya bersikap untuk mendesak supaya ditutup. Tutup saja sekaligus mengurangi beban anggaran. Para senator dan wakil rakyat, terutama dari daerah Sulawesi Utara, berhutang untuk menyuarakan hal ini, bukan saja pada Cliff, tetapi juga pada anak-anak Indonesia lainnya agar tidak menjadi korban empuk berikutnya. Untuk sekadar posisi camat bisa diisi oleh sarjana FISIP dan sejenisnya dari perguruan tinggi umum. Apa yang bisa diharapkan dari produk lulusan yang menyimpan trauma psikologis dan fisik, di mana bahasa kekerasan, main siksa dan bentak, menjadi bahasa pengantar sehari-hari? (es/es) http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/05/time/150139/idnews/763612/idkanal/10 __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages Recent Activity a.. 28New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS a.. Jakarta indonesia b.. Hotel jakarta indonesia c.. Jakarta Yahoo! Music Listen to radio 50+ free stations, for all your moods Yahoo! Avatars Express Yourself Show your style mood in Messenger. Yahoo! Mail Get on board You're invited to try the all-new Mail Beta. . __,_._,___
Re: [balita-anda] OOT- buat yg balitanya pengen jadi camat nih
sama On 4/5/07, yesi warrie [EMAIL PROTECTED] wrote: IPDN dulunya yang STPDN itu ya?? sama gak sih? On 4/5/07, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: 05/04/2007 11:44 WIB Kolom Capofamiglia IPDN Eddi Santosa - detikcom Den Haag - Dalam kultur mereka, menyiksa diiringi caci-maki itu identik dengan disiplin. Jika berujung pada kematian, maka semua memberlakukan omerta. IPDN sudah mirip keluarga mafia. Cliff pasti menderita sekali. Nyawanya harus lepas karena tidak kuat lagi memikul beban sakit nan tak terperi. Nyawa Cliff juga pasti sangat bersedih. Ia harus mati membawa sisa cacian, bentakan atau bahkan mungkin kata-kata penghinaan yang masih terngiang-ngiang... Sebuah proses keji yang dilegalkan dengan bungkus tindakan disiplin. Dan tubuh gagah Cliff tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Ia bukan berduel menghadapi ksatria jantan, pria sejati, melainkan gerombolan lelaki pengecut yang cuma berani keroyokan. Para pengecut yang tak punya harga diri ini berlindung di balik atribut praja senior. Masih ada satu lagi belenggu yang membuat Cliff semakin tidak berdaya: sebagai bawahan, praja junior, dia harus patuh secara absolut kepada praja senior. Cliff bukan korban pertama dan bukan akan menjadi korban yang terakhir, selama rakyat pembayar pajak dan parpol-parpol di DPR tumpul merespons tradisi bengis, tidak memanusiakan manusia, dalam sistem pendidikan untuk mencetak Camat ini. Kultur dan sistem dalam IPDN sudah rusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan dan norma zaman. Dalam kurun 16 tahun, sejak 1990-an, sudah 35 praja tewas mengenaskan. Itu artinya rata-rata lebih dari 2 nyawa tewas per tahun. Hanya bangsa kita saja yang masih memelihara serta membanggakan kultur dan sistem mirip mafia itu. Memukul, menendang, menyiksa, membentak-bentak, dan memaki-maki, dalam kultur ini menjadi instrumen untuk menegakkan disiplin. Pelajar baru masuk sudah dibentuk dan dikategorikan sebagai level rendahan yang harus patuh pada level di atasnya. Praja baru ini mirip sgarrista, anggota dalam mafia yang disejajarkan dengan prajurit. Mereka ini punya atasan langsung, yakni caporegima, komandan yang membawahi kumpulan sgarrista. Di atas mereka ada capodecina, atasan grup dari level sgarrista, yang mempunyai kewenangan dan previlese lebih luas di atas para kroco sgarrista. Level ini punya atasan lagi yakni sotto capo, semacam bos kecil. Kemudian di atasnya lagi ada level capofamiglia yang punya kekuasaaan besar dan harus dipatuhi mutlak oleh level-level di bawahnya. Di ujung puncak hirarki masih ada Capo di Tutti Capi, sang mahaketua, bos di atas segala bos dari segala hirarki itu. Siapa dia? Jika ada kasus besar yang mereka lakukan, misalnya pembunuhan, dan itu gagal mereka tutupi sehingga tercium polisi, maka mereka kompak menjunjung tinggi omerta, yakni semacam code of silence: tutup mulut rapat-rapat, tidak kooperatif dengan polisi atau menghalang-halangi kepentingan penyelidikan. Sikap mirip omerta dalam mafia itu ditunjukkan oleh seorang pengajar berinisial Prof Dr LG yang berusaha menghalang-halangi upaya polisi saat akan mengotopsi jenazah korban. Dia bahkan berbohong dengan mengatasnamakan pihak keluarga demi menolak permintaan polisi untuk otopsi jenazah. Bukankah kebobrokan lembaga yang dibiayai pajak ini sudah sempurna? Rakyat sudah cukup memberi kesempatan IPDN untuk memperbaiki diri, kini saatnya bersikap untuk mendesak supaya ditutup. Tutup saja sekaligus mengurangi beban anggaran. Para senator dan wakil rakyat, terutama dari daerah Sulawesi Utara, berhutang untuk menyuarakan hal ini, bukan saja pada Cliff, tetapi juga pada anak-anak Indonesia lainnya agar tidak menjadi korban empuk berikutnya. Untuk sekadar posisi camat bisa diisi oleh sarjana FISIP dan sejenisnya dari perguruan tinggi umum. Apa yang bisa diharapkan dari produk lulusan yang menyimpan trauma psikologis dan fisik, di mana bahasa kekerasan, main siksa dan bentak, menjadi bahasa pengantar sehari-hari? (es/es) http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/05/time/150139/idnews/763612/idkanal/10 __._,_.___ Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages Recent Activity a.. 28New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS a.. Jakarta indonesia b.. Hotel jakarta indonesia c.. Jakarta Yahoo! Music Listen to radio 50+ free stations, for all your moods Yahoo! Avatars Express Yourself Show your style mood in Messenger. Yahoo! Mail Get on board You're invited to try the all-new Mail Beta. . __,_._,___ -- Yesi URL: http://belle-sara.blogs.friendster.com/my_blog/