[balita-anda] RE: [Keuangan] OOT : Obat Kanker

2003-06-06 Terurut Topik Frisca Ondang
Dari milis tetangga, semoga bermanfaat...

Mommy-nya Gabriella

Best Regards,
Frisca



 -Original Message-
 From: Firdaus Ibrahim [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, June 05, 2003 11:08 AM
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [Keuangan] OOT : Obat Kanker
 
 
 Tolong di forward untuk yang membutuhkan, sepertinya ini jalan keluar
 bagi penderita kanker.
   
 Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia dapat
 memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman
 keladi tikus (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) sebagai tanaman
 obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan
 berbagai penyakit berat lain.
  
 Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 sentimeter ini
 hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung.
 Tanaman ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa, kata Drs.Patoppoi
 Pasau, orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia. Tanaman obat
 ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris K.H. Teo,Dip Agric
 (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti Sains Malaysia dan juga
 pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga perawatan kanker yang
 didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan pasien dari Malaysia,
 Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan berbagai negara
 di dunia.
 
 Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
 Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker
 payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker
 ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani
 kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk menghentikan
 penyebaran sel-sel kanker tersebut. Sebelum menjalani kemoterapi, dokter
 mengatakan agar kami menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi
 akan mengakibatkan kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan
 hilangnya nafsu makan, jelas Patoppoi.
 
 Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
 berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
 informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
 kanker. Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli
 teh tersebut, ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada
 di sebuah toko obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan
 membaca buku mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet
 They Live karangan Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996. Setelah saya baca
 sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut. Begitu menemukan buku
 itu, saya malah tidak Jadi membeli teh Lin Qi, tapi langsung pulang ke
 Indonesia,  kenang Patoppoi sambil tersenyum.  Di buku itulah
 Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu. Berdasarkan
 pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen Pertanian
 ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut. Setelah
 menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di
 Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka menemukan
 tanaman itu di sana. Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan
 mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di Malaysia untuk
 menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu. Selang beberapa
 hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa tanaman tersebut
 memang benar Rodent Tuber. Dr Teo mengatakan agar tidak ragu lagi untuk
 menggunakannya sebagai obat, lanjut Patoppoi. 
  
 Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
 memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku
 tersebut untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi
 putranya, Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan
 tanaman tersebut. Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya
 mulai mencari di pinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan
 tanaman tersebut tumbuh liar di pinggir sungai, kata Boni yang
 mendampingi ayahnya saat itu. Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut,
 isteri Patoppoi mengalami penurunan efek samping kemoterapi yang
 dijalaninya. Rambutnya berhenti rontok, kulitnya tidak rusak dan
 mual-mual hilang. Bahkan nafsu makan ibu saya pun kembali normal,
 lanjut Boni. Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi
 menjalani pemeriksaan kankernya. Hasil pemeriksaan negatif, dan itu
 sungguh mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta, kata Patoppoi.
 Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan
 pada isterinya. Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan
 dosis kemoterapi kepada kami, lanjut Patoppoi. Setelah diterangkan
 mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun mendukung Pengobatan
 tersebut dan menyarankan agar mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan
 isterinya yang tidak mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras
 tersebut. Dan pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali diundur
 menjadi enam bulan sekali.Tetapi karena sesuatu hal, para dokter 

Re: [balita-anda] RE: [Keuangan] OOT : Obat Kanker

2003-06-05 Terurut Topik rahadian
Dear All
Tolong dong., bagi yang mengetahui atau yang mempunyai gambar tanaman
keladi tikus (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) kirimin ke aku..,
via japri aja...
Thanks

At 08:46 AM 6/6/03 +0700, you wrote:
Dari milis tetangga, semoga bermanfaat...

Mommy-nya Gabriella

Best Regards,
Frisca



 -Original Message-
 From: Firdaus Ibrahim [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, June 05, 2003 11:08 AM
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [Keuangan] OOT : Obat Kanker
 
 
 Tolong di forward untuk yang membutuhkan, sepertinya ini jalan keluar
 bagi penderita kanker.
   
 Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia dapat
 memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman
 keladi tikus (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) sebagai tanaman
 obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan
 berbagai penyakit berat lain.
  
 Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 sentimeter ini
 hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung.
 Tanaman ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa, kata Drs.Patoppoi
 Pasau, orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia. Tanaman obat
 ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris K.H. Teo,Dip Agric
 (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti Sains Malaysia dan juga
 pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga perawatan kanker yang
 didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan pasien dari Malaysia,
 Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan berbagai negara
 di dunia.
 
 Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
 Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker
 payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker
 ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani
 kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk menghentikan
 penyebaran sel-sel kanker tersebut. Sebelum menjalani kemoterapi, dokter
 mengatakan agar kami menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi
 akan mengakibatkan kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan
 hilangnya nafsu makan, jelas Patoppoi.
 
 Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
 berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
 informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
 kanker. Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli
 teh tersebut, ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada
 di sebuah toko obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan
 membaca buku mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet
 They Live karangan Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996. Setelah saya baca
 sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut. Begitu menemukan buku
 itu, saya malah tidak Jadi membeli teh Lin Qi, tapi langsung pulang ke
 Indonesia,  kenang Patoppoi sambil tersenyum.  Di buku itulah
 Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu. Berdasarkan
 pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen Pertanian
 ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut. Setelah
 menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di
 Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka menemukan
 tanaman itu di sana. Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan
 mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di Malaysia untuk
 menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu. Selang beberapa
 hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa tanaman tersebut
 memang benar Rodent Tuber. Dr Teo mengatakan agar tidak ragu lagi untuk
 menggunakannya sebagai obat, lanjut Patoppoi. 
  
 Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
 memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku
 tersebut untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi
 putranya, Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan
 tanaman tersebut. Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya
 mulai mencari di pinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan
 tanaman tersebut tumbuh liar di pinggir sungai, kata Boni yang
 mendampingi ayahnya saat itu. Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut,
 isteri Patoppoi mengalami penurunan efek samping kemoterapi yang
 dijalaninya. Rambutnya berhenti rontok, kulitnya tidak rusak dan
 mual-mual hilang. Bahkan nafsu makan ibu saya pun kembali normal,
 lanjut Boni. Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi
 menjalani pemeriksaan kankernya. Hasil pemeriksaan negatif, dan itu
 sungguh mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta, kata Patoppoi.
 Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan
 pada isterinya. Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan
 dosis kemoterapi kepada kami, lanjut Patoppoi. Setelah diterangkan
 mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun mendukung Pengobatan
 tersebut dan menyarankan agar