RE: [balita-anda] [Fwd: Fw: Hati-hati terhadap karyawan atau baby sitter PALSU]

2001-03-20 Terurut Topik Rita,SatriaJKEMS

Gambarnya nggak keliatan via japri donk, [EMAIL PROTECTED]

--
From:   Agung S. Sugiharti[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Reply To:   [EMAIL PROTECTED]
Sent:   Tuesday, March 20, 2001 2:49 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:[balita-anda] [Fwd: Fw: Hati-hati terhadap karyawan
atau baby sitter PALSU]

OLE Object: Outlook Message AttachmentFile: ATT127888.txt



 kirim bunga, pesan cake  balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com  
 Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]























[balita-anda] [Fwd: Fw: Hati-hati terhadap karyawan atau baby sitter PALSU]

2001-03-19 Terurut Topik Agung S. Sugiharti







  Subject:  Fw: Hati-hati terhadap karyawan atau baby sitter
PALSU



 Orang ini (foto terlampir) telah melakukan penipuan.
 Saya berharap pengalaman saya jangan sampai terulang lagi.

 Sebaiknya saya menceritakan kejadian ini dengan lebih detail, karena saya
 melihat adanya pola penipuan yang sama.


 Pertengahan November 2000, saya "mengambil" seorang pengasuh anak dari
 sebuah
 yayasan suster di Kelapa Gading.
 Karena saat itu mendekati lebaran, maka yang ada hanya 2 pilihan.
 Yang satu lulusan SMA, bisa nyetir, tapi tanpa pengalaman mengasuh (gaji
 yang
 diminta 300 ribu).
 Yang satu lagi lulusan SD, pengalaman 2 tahun (gaji minta 400 ribu).

 Karena anak saya hampir berusia 4 tahun, maka saya memilih yang pertama
 dengan
 pertimbangan bisa mengajar anak saya, serta banyak keuntungan lainnya.

 VIVI, namanya.  Lengkapnya HERLIMARIEL JULISALNANVI.
 LAHIR DI SURABAYA, 6 JULI 1973.

 Selama sebulan bekerja, semuanya tampak lancar-lancar saja bahkan boleh
 dikatakan melebihi expektasi saya.
 Karena yang ada di rumah hanyalah pembantu rumah tangga, ia membantu
 mengatur
 pekerjaan mereka.
 Dengan segera, ia memenangkan rasa kepercayaan keluarga saya terhadap dia.

 Satu minggu sebelum Lebaran, ia minta cuti untuk mengunjungi saudaranya
yang
 tinggal di Bekasi.  Janjinya ia akan pulang hari Minggu sore.  Setelah
 ditunggu-tunggu, ternyata baru hari Senin jam 10 an kembali dan tidak lama
 kemudian ia mendapat telepon dari Ayahnya di Surabaya yang mengabarkan
 ibunya
 meninggal dunia karena serangan jantung.

 Segera ia menghubungi saya di kantor dan minta ijin pulang hari itu juga.
 Saya dan suami sepakat untuk memberi uang duka sebesar 500 ribu.  Saya
minta
 adik ipar saya yang kebetulan kantornya dekat rumah untuk memberikan uang
 ini
 terlebih dulu.  Mertua saya yang merasa kasihan dan khawatir ia tidak bisa
 melihat ibunya untuk terakhir kalinya, membelikannya tiket pesawat one way
 ke
 Surabaya tanpa sepengetahuan saya.
 Supir saya segera mengantarkannya ke airport.

 Memang ia belum lama bekerja, tapi kami berharap ia akan kembali lagi.
Jika
 tidak, toh, tidak ada salahnya membantu orang yang tertimpa kemalangan,
itu
 pikiran kami.

 Hampir seminggu ia pulang, ia menelepon dan mengabarkan akan kembali ke
 Jakarta
 dalam 1-2 hari.  Katanya Ayahnya tidak mengijinkannya kembali ke Jakarta,
 tapi
 karena merasa sudah cocok dengan keluarga saya, maka ia memaksa untuk
 kembali.
 Untuk membantu Ayahnya, ia ingin memberikan uang 1 juta.  Tapi berhubung
 uangnya
 didepositokan (5 juta), ia meminta kesediaan saya untuk mentransfer dulu.
 Setelah depositonya cair akhir Januari, ia akan membayar saya.

 Saya kembali berunding dengan suami dan akhirnya memutuskan untuk
 membantunya.

 2 hari sebelum lebaran, para pembantu saya yang mau mudik memberitahukan
 bahwa
 Vivi meminjam uang sebesar 400 ribu dari mereka dan mengatakan bahwa ia
 sudah
 meminta saya untuk menggantikan dulu jika ia belum kembali dari Surabaya.

 Mendengar itu, saya langsung lemas dan merasa "terbanglah" sudah uang
saya.
 Akhirnya uang mereka kami ganti karena mereka pasti membutuhkannya untuk
 berlebaran.

 Dua hari setelah lebaran Vivi kembali.  Saat saya tanyakan mengenai uang
 pinjaman itu, ia mengatakan bahwa ia tadinya takut tidak punya cukup uang
 dan
 tidak menyangka akan dibelikan tiket pesawat.  Saya merasa bersalah telah
 menyangka yang bukan-bukan.  Mengenai bukti depositonya, ia titipkan ke
 saudaranya di Bekasi.  Kalau sudah dekat waktunya ia akan ambil.

 Minggu ke 2 Januari, ia mengatakan akan berhenti akhir bulan setelah
 melunasi
 semua hutang-hutangnya.  Ayahnya terus menerus memintanya pulang untuk
 menjaga
 adiknya yang masih kecil (SD).

 Seminggu sebelum akhir Januari, ia bilang bahwa dompetnya hilang dimainin
 anak
 saya.  Setelah dicari kemana-mana tidak ketemu.  Akhirnya saya
 mengusulkannya
 untuk lapor ke Polisi hari Sabtunya karena ada SIM, kartu ATM dan KTP.
 Ia tampaknya tenang-tenang saja dan mengatakan akan mencari dulu.

 Karena tidak ada ID, ia kebingungan mencairkan depositonya.  Saya
 mengusulkan
 agar mentransfer ke rekening saya, kemudian saya potong hutangnya.  Ia
 setuju
 saja.

 Rupanya usul "transfer kerekening" ia pakai untuk mengelabui suster bayi
 saya.
 Ia mengatakan sudah menstransfer uang depositonya dan minta tolong di
ambil.
 Karena suster saya tidak bisa keluar rumah, ia meminjam kartu ATM dan
 berjanji
 akan menunjukkan slip transaksi.  Singkat cerita, setelah pakai berbagai
 macam
 cara, akhirnya Vivi berhasil meminjam kartu ATM suster.  Pulang dari ATM,
ia
 mengatakan tidak jadi transaksi karena mesin ATM kehabisan kertas.  Ia
takut
 suster saya tidak percaya.  Jadi lain kali saja ia akan ambil.  Ia minta
 agar
 suster saya tidak cerita ke saya mengenai uangnya.

 Hari Jum'at siang ia kabur.  Setelah dicek ke bank, ternyata tabungan
suster
 saya sudah ludes.

 Segera saya melapor ke yayasan dan minta data-datanya.  Setelah saya cek,
 ternyata KTPnya palsu.
 Saudaranya