[Baraya_Sunda] Kumaha atuh kang Dada

2007-03-11 Terurut Topik triple_gie
Abdi ige,abdi gaduh uneuk2 kanggo sadaya urang sunda khususna kaorang 
bandung yaeta simkuring seudih ninggali tatangkalan diBandung teh 
ditaluaran kota Bandung anu kateulah kota Kembang teh jadi kota 
tebaang tiheula jalan pasteur ayeuna jalan kebon kawung kumaha atuh 
kang Dada,jikana kang dada kudu disintreuk Bandung teh jadi panas 
kumaha lawun banjir jika diJakarta,sakituwae nyungkeun maaf bahasa 
sundana awon maklum anak anyeunamah tapi abdi hoyong diajar salam 
tiIge anggota anyar 



[Baraya_Sunda] kumaha atuh?

2005-11-11 Terurut Topik Rahman
Jumlah Gakin Naik 100%

BANDUNG, (PR).-
Jumlah keluarga miskin (gakin) di Provinsi Jawa Barat
bertambah sebanyak 2.312.873 keluarga atau naik hampir
seratus persen, dibandingkan data tahap I yang disusun
Badan Pusat Statistik (BPS) berkaitan dengan program
bantuan langsung tunai (BLT).

Pada tahap I, jumlah gakin yang mendapatkan kartu
kompensasi BBM (KKB) mencapai 2,5 juta. Dengan adanya
penambahan data terbaru, pada tahap II jumlah penerima
KKB meningkat hampir dua kali lipat menjadi 4,8 juta.

Namun, data tersebut akan kembali diverifikasi oleh
tim yang terdiri dari petugas BPS, pemerintah daerah,
dan kepolisian. Hal itu terpaksa dilakukan meski
verifikasi lanjutan juga masih terkendala, karena
belum disetujuinya biaya tambahan, dan mundurnya para
petugas lapangan.

Gubernur Jabar Danny Setiawan memaparkan hal itu,
Kamis (10/11), pada Rapat Paripurna DPRD Jabar perihal
penandatanganan kesepakatan Pemprov dan DPRD tentang
Arah Kebijakan Umum (AKU) APBD Jabar 2006 di Gedung
DPRD Jabar. Rapat dipimpin oleh Ketua DPRD Jabar
H.A.M. Ruslan.

"Berdasarkan data dari BPS, pada tahap I jumlah kartu
kompensasi BBM (KKB) yang dibagikan sebanyak
2.575.224. Kemudian, dari hasil pencocokan dan
penelitian terdapat penerima KKB yang tidak layak dan
dibatalkan sebanyak 33.473 KKB atau kurang lebih dua
persen," ungkap Danny Setiawan.

Sehubungan dengan banyaknya laporan gakin yang belum
terdata, dilakukan pendataan putaran II yang
menghasilkan data tambahan keluarga miskin sebanyak
2.312.873 KK. "Berdasarkan arahan pemerintah pusat,
verifikasi selanjutnya akan dilakukan oleh suatu tim
yang terdiri dari petugas BPS, pemda, dan aparat
Polri," katanya.

Danny mengemukakan, menyikapi persoalan BLT belakangan
ini, ia berharap semua pihak tidak tergesa-gesa
mendesak penghentian BLT. "Karena mendesak penghentian
BLT tanpa ada program pengganti yang lebih baik, pasti
akan mendatangkan masalah baru, terutama dari keluarga
miskin yang sudah merasa terbantu dengan adanya
program ini," tutur Danny.

Sesuai kebijakan pemerintah, BLT pada dasarnya
merupakan first step (langkah darurat) untuk membantu
secara langsung keluarga miskin dari beban berat
akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Pada
tahap berikutnya, pemerintah memang sedang menyiapkan
program lain yang lebih bersifat edukatif dan
produktif. Semoga desain program yang akan datang
dapat lebih sesuai dan benar-benar tepat sasaran,"
ujarnya.

Tidak valid

Ketua DPRD Jabar, H.A.M. Ruslan berharap semua pihak
yang berkompeten dapat memetik pelajaran berharga dari
kekisruhan penyaluran BLT tahap pertama.

"Harus diakui banyak juga masyarakat yang merasa
terbantu oleh program BLT tersebut. Meskipun, berbagai
persoalan sosial yang muncul pada penyaluran tahap
pertama tetap harus dievaluasi secara serius dan
diperbaiki secara mendasar," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jabar Ahmad
Adib Zain menegaskan, bertambahnya data keluarga
miskin penerima BLT tahap kedua menjadi bukti tidak
validnya data BPS selama ini. "Karena itu, saya
mendukung langkah gubernur untuk meminta laporan BPS
dan mempertanyakan data-data dari BPS maupun lembaga
pendata kependudukan lainnya," ungkap Adib Zain.

Menurutnya, pelaksanaan BLT sesungguhnya mengungkap
dua persoalan di masyarakat. Pertama, BLT telah
mengungkap peta kemiskinan secara nasional dan kedua
yakni mengungkap peta kerawanan sosial.

"Dalam waktu satu tahun, hal itu cukup untuk membuka
mata kita tentang kondisi sosial masyarakat. Sisi
positif dapat kita petik bahwa potret kemiskinan yang
semakin nyata ini, menjadi patokan bagi upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Ia berharap pada proses pendataan selanjutnya, yang
muncul adalah kompilasi dari data-data, baik yang
disusun pemerintah pusat maupun daerah. "Jadi, data
yang dipakai mengacu pada sumber yang saling
melengkapi. Dengan begitu, pelibatan pemerintah daerah
juga akan lebih eksplisit," ucap Adib.(A-64)***

Baktos,

Rahman, Wassenaar/NL




__ 
Yahoo! Mail - PC Magazine Editors' Choice 2005 
http://mail.yahoo.com


 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
~-> 

http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/

[Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[Baraya_Sunda] Kumaha atuh?

2005-07-06 Terurut Topik Rahman
2009, Penyakit Elite Penguasa

Oleh: ERROS DJAROT

Akibat menang Pemilu—meski belum setengah tahun
berkuasa— upaya untuk memenangi pemilu berikut sudah
gencar dibicarakan, dirancang, dan digelar. Hal ini
dilakukan agar kekuasaan bisa diraih kembali nanti.

Pengalaman ini saya rekam saat masih ”mengawal” partai
besar pemenang Pemilu 1999. Saat itu para pemimpinnya
banyak yang menduduki kursi jabatan penting di
pemerintahan.

Alhasil, berbagai urusan menyejahterakan rakyat dan
upaya keluar dari krisis tersedot oleh energi para
pemimpin partai— yang notabene juga pemimpin
negeri—yang amat bergiat mengurus penguatan posisi
partainya sendiri. Targetnya? Agar lebih kuat dan
menang dalam Pemilu 2009, yang notabene masih empat
setengah tahun lagi.

Caranya? Mengumpulkan uang sebanyak mungkin lewat
sejumlah ”kantong basah” dari berbagai instansi
pemerintahan. Selanjutnya, mengumpulkan barisan cukong
untuk ”dibina”. Padahal, rata-rata cukong besar di
negeri ini—saat itu bahkan hingga kini—amat sarat
dengan berbagai ”masalah” mega-utang.

Kultur politik warisan Orde Baru kabarnya masih
trendy. Perilaku politik seperti yang pernah saya
saksikan langsung belakangan santer terdengar kembali.
Maka, tidak mengherankan bila jabatan di berbagai
kursi basah pemerintahan—BUMN misalnya—amat ramai
diintip dan terjadi berbagai tarik-menarik
kepentingan. Begitu pula dengan kenyataan bahwa para
pengguna uang rakyat—sehubungan dengan kasus
BLBI—hingga kini tak satu pun dari mereka yang
tersentuh jeratan hukum.

”Matahari kembar”

Kini, benarkah para penguasa negeri ini masih asyik
bermain di wilayah kultur politik? Dalam berbagai
kesempatan bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), baik sebelum maupun sesudah menjadi presiden,
kesan itu tidak saya rasakan.

Masalahnya, kembali ke persoalan klasik; bagaimana
dengan orang di kanan-kiri dan di sekeliling Mr
President? Misteri ini membuat saya masih menyimpan
berbagai kekhawatiran. Apalagi tersiar adanya semacam
dua faksi kepemimpinan istana yang sering diistilahkan
dengan kiasan ”matahari kembar”.

Pada sisi lain, ada pula kegiatan para tokoh dan
pemimpin ”masa lalu” yang konon secara reguler
berkumpul dan terkesan giat melakukan upaya
penggelembungan barisan oposisi. Salahkah hal ini
dilakukan?

Menurut pakem demokrasi ala sekarang (liberal), jelas
tidak. Hanya saja, jika dua isu ini benar adanya
”matahari kembar” dan barisan oposisi ”malu-malu”,
sebagai rakyat saya prihatin. Harapan saya, seluruh
komponen dan kelompok yang dimiliki negeri ini
sesegera mungkin merapatkan barisan dan bersatu
menggalang kekuatan nasional, membantu pemerintah
memerangi krisis yang sedang dihadapi rakyat bangsa
ini.

Ambil kasus kelangkaan BBM. Hingga kini, langkah pasti
pemerintah dan DPR belum menunjukkan tanda-tanda telah
ditemukannya formula program/ rancangan (strategi
politik minyak nasional)—yang berkelanjutan dan
berketahanan. Belum lagi saat dihadapkan masalah
busung lapar akibat akumulasi panjang—oleh sikap para
elite penguasa negeri ini yang tak peduli nasib rakyat
kecil.

Begitu pula dengan aneka bencana yang menimpa rakyat
negeri ini. Ditambah masalah pilkada yang menyimpan
potensi disintegrasi sosial dan kemungkinan munculnya
kekuatan penguasa dan cukong yang bersatu melawan
kepentingan rakyat.

Dengan semua itu, luar biasa mengerikan bila kita
sempatkan sejenak bertanya; mau ke mana dan apa
jadinya bangsa ini ke depan? Karena itu, saya menjadi
kurang tertarik mendengar laporan seorang pejabat
tentang rating Indonesia yang konon naik di mata
dunia.

Begitu pula dengan prediksi pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang konon akan mencapai 6,3 persen. Bagi
saya, yang terpenting adalah bagaimana kehidupan dan
kualitas ekonomi rakyat pertumbuhannya dapat secara
nyata terlihat dan dirasakan rakyat. Bukan menurut
laporan pejabat atau pengamat, tetapi oleh suara
rakyat itu sendiri!

Galang kekuatan nasional

Mendengar suara rakyat secara langsung, jelas
kehidupan rakyat kebanyakan jauh dari gambaran menuju
ke 6,3 persen pertumbuhan yang diharapkan. Yang
terjadi justru sebaliknya. Musibah demi musibah harus
mereka alami. Dan mereka dalam keadaan tak berdaya!

Itulah sebabnya saya merindukan timbulnya kesadaran
para pemimpin di negeri ini (partai
politik-pemerintah-pengusaha nasional-is) berkumpul di
satu meja, bersatu menggalang kekuatan nasional;
berembuk memecahkan persoalan bangsa, hari ini dan ke
depan. Menyitir pernyataan Bung Karno, ”Kita kuat
karena bersatu, kita bersatu karena kuat!”

Bila dalam keadaan bangsa dan negara seperti ini hal
itu tidak dapat dilakukan, maka jelas kita hanyalah
kumpulan orang kalah dari sebuah bangsa yang kalah!

Bersatu itu indah dan betapa indah bila bersatu! Untuk
itu, sementara, lupakan dulu kepentingan 2009!

Erros Djarot Politikus

Baktos,

Rahman, Wassenaar/NL




Sell on Yahoo! Auctions – no fees. Bid on great items.  
http://auctions.yahoo.com/


Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur uran