Re: [blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

2010-04-26 Terurut Topik daengnuntung

Simpel: 
Penulis itu selalu memberi ruang untuk subyektifitasnya. Ada ego individual. 
Apapun alasan dan latarnya.


www.denun.net / sent from my deNunBerry®

-Original Message-
From: Ipul 
Date: Tue, 27 Apr 2010 08:50:44 
To: 
Subject: Re: [blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

itu daeng Nuntung..
bacaki itu baek2..ka kita tosseng yang sering bikin reportase sepakbola..


2010/4/26 Mudzakkir 

>
>
> Pemaparan yang sangat menarik.
>
>_ 
> http://ucha-weblog.com
> --
> *From: * Amril Taufik Gobel 
> *Date: *Mon, 26 Apr 2010 17:17:49 +0700
> *To: *blogger_makassar
> *Subject: *[blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola
>
>
>
>
> =
>
> Bahasa Sepak Bola
>
> Jumat, 16 April 2010 | 03:01 WIB
>
> LIE CHARLIE
>
>
>
> Semakin suka wartawan menggunakan kata mempermalukan dalam ranah olahraga.
> Kecenderungan ini perlu dicermati dan dikritik. Dalam olahraga yang
> menjunjung tinggi kesportifan, semestinya tidak dikenal kata malu,
> mempermalukan, atau dipermalukan. Kalah itu soal biasa sebab dalam
> pertandingan atau perlombaan selalu ada pihak yang menang dan kalah.
>
>
>
> Kata-kata tendensius yang juga digemari wartawan olahraga kita antara lain
> menghabisi, menggilas, memecundangi, atau menghancurkan. Tujuannya, menarik
> perhatian pembaca. Semakin keras kata yang digunakan sebagai judul berita
> diharapkan semakin banyak mengundang pembaca. Bertekuk lutut niscaya lebih
> menohok daripada menyerah dan membantai dianggap lebih mengesankan
> dibandingkan dengan mengalahkan saja.
>
>
>
> Baiklah, tetapi apakah masih layak menggunakan kata menaklukkan apabila
> suatu kesebelasan hanya menang 1-0 atas kesebelasan lain? Biasanya wartawan
> yang memihak kesebelasan tertentu memilih kata-kata yang bersifat menekan
> kesebelasan lawannya dan sebaliknya. Bila kesebelasan kesayangannya kalah,
> ia akan memakai kata-kata kalah terhormat atau kalah tipis dalam menulis
> laporannya biarpun skor akhir menunjukkan kesebelasan yang dibelanya kalah
> telak 0-4.
>
>
>
> Berimbang bagi wartawan olahraga—normalnya—berarti menyerang tim musuh
> dengan kata-kata tajam dan memuji tim sendiri setinggi langit. Penyerang
> lawan diejek malas, pemain belakangnya dikatakan gugup, dan pelatihnya
> disebut hijau. Sementara itu, penyerang tim favoritnya dipuji gigih, beknya
> tangguh, dan pelatihnya bertangan dingin.
>
>
>
> Tak heran olahraga Indonesia, teristimewa sepak bola, ribut melulu dan
> sering dilanda perkelahian sebab khazanah bahasa Indonesia memang tidak
> mengenal padanan untuk kata Inggris sportive yang terpaksa kita alih eja
> menjadi sportif saja. Kita juga tak mengenal terjemahan terhadap kata fair
> atau frase fair play. Kata fair ada kalanya diindonesiakan menjadi adil
> saja, padahal masalahnya bukan keadilan yang membutuhkan penghakiman,
> melainkan berbuat adil atas dasar ikhlas dengan sadar.
>
>
>
> Kita juga sering kebablasan asal mencopot kata untuk membangun makna
> asosiatif dan menulis: ”Markus berhasil menjaga gawangnya tetap perawan
> hingga pertandingan berakhir.” Penggunaan kata perawan di sini sebenarnya
> kurang kena, kurang tepat, dan kurang ajar.
>
>
>
> Baguslah kalau wartawan menggali lebih banyak kata untuk menulis laporan
> yang nikmat dibaca asal tidak asal-asalan. Pemakaian kata merumput (”Ronaldo
> masih betah merumput di Real Madrid”), misalnya, sangat tepat dan segar.
> Menggetarkan jala, menembus pertahanan, mengecoh bek kanan, menggunting
> langkah, mengoyak barisan belakang, atau memberikan umpan terobosan
> merupakan beberapa rangkaian kata hasil galian wartawan yang cukup menggugah
> dan enak dibaca.
>
>
>
> Gerakan pemain sepak bola di lapangan dapat diumpamakan seperti kendaraan,
> kapal, atau macan sehingga lahirlah kata-kata menyalip, melaju, dan menerkam
> yang imajinatif. Namun, bila pikiran wartawan sudah kacau, kita akan membaca
> kata mengganyang, menyobek, atau memerkosa dipertuliskan dalam ulasan sepak
> bola.
>
>
> Lie Charlie Sarjana Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung
>
> Sumber:
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/16/03011985/bahasa.sepak.bola
>
> ATG
>
>
>
> --
> www.daengbattala.com
> www.amriltgobel.multiply.com
> www.meme.yahoo.com/amriltg
> www.facebook.com/amriltg
> www.plurk.com/amriltg
> www.twitter.com/amriltg
> www.daenggammara.com
>
>   
>



-- 
Salam,

Ipul
Pokoknya Pearl Jam, Titik ! ™
http://daenggassing.com
http://bukitbaruga.wordpress.com/



Re: [blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

2010-04-26 Terurut Topik Ipul
itu daeng Nuntung..
bacaki itu baek2..ka kita tosseng yang sering bikin reportase sepakbola..


2010/4/26 Mudzakkir 

>
>
> Pemaparan yang sangat menarik.
>
> _ 
> http://ucha-weblog.com
> --
> *From: * Amril Taufik Gobel 
> *Date: *Mon, 26 Apr 2010 17:17:49 +0700
> *To: *blogger_makassar
> *Subject: *[blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola
>
>
>
>
> =
>
> Bahasa Sepak Bola
>
> Jumat, 16 April 2010 | 03:01 WIB
>
> LIE CHARLIE
>
>
>
> Semakin suka wartawan menggunakan kata mempermalukan dalam ranah olahraga.
> Kecenderungan ini perlu dicermati dan dikritik. Dalam olahraga yang
> menjunjung tinggi kesportifan, semestinya tidak dikenal kata malu,
> mempermalukan, atau dipermalukan. Kalah itu soal biasa sebab dalam
> pertandingan atau perlombaan selalu ada pihak yang menang dan kalah.
>
>
>
> Kata-kata tendensius yang juga digemari wartawan olahraga kita antara lain
> menghabisi, menggilas, memecundangi, atau menghancurkan. Tujuannya, menarik
> perhatian pembaca. Semakin keras kata yang digunakan sebagai judul berita
> diharapkan semakin banyak mengundang pembaca. Bertekuk lutut niscaya lebih
> menohok daripada menyerah dan membantai dianggap lebih mengesankan
> dibandingkan dengan mengalahkan saja.
>
>
>
> Baiklah, tetapi apakah masih layak menggunakan kata menaklukkan apabila
> suatu kesebelasan hanya menang 1-0 atas kesebelasan lain? Biasanya wartawan
> yang memihak kesebelasan tertentu memilih kata-kata yang bersifat menekan
> kesebelasan lawannya dan sebaliknya. Bila kesebelasan kesayangannya kalah,
> ia akan memakai kata-kata kalah terhormat atau kalah tipis dalam menulis
> laporannya biarpun skor akhir menunjukkan kesebelasan yang dibelanya kalah
> telak 0-4.
>
>
>
> Berimbang bagi wartawan olahraga—normalnya—berarti menyerang tim musuh
> dengan kata-kata tajam dan memuji tim sendiri setinggi langit. Penyerang
> lawan diejek malas, pemain belakangnya dikatakan gugup, dan pelatihnya
> disebut hijau. Sementara itu, penyerang tim favoritnya dipuji gigih, beknya
> tangguh, dan pelatihnya bertangan dingin.
>
>
>
> Tak heran olahraga Indonesia, teristimewa sepak bola, ribut melulu dan
> sering dilanda perkelahian sebab khazanah bahasa Indonesia memang tidak
> mengenal padanan untuk kata Inggris sportive yang terpaksa kita alih eja
> menjadi sportif saja. Kita juga tak mengenal terjemahan terhadap kata fair
> atau frase fair play. Kata fair ada kalanya diindonesiakan menjadi adil
> saja, padahal masalahnya bukan keadilan yang membutuhkan penghakiman,
> melainkan berbuat adil atas dasar ikhlas dengan sadar.
>
>
>
> Kita juga sering kebablasan asal mencopot kata untuk membangun makna
> asosiatif dan menulis: ”Markus berhasil menjaga gawangnya tetap perawan
> hingga pertandingan berakhir.” Penggunaan kata perawan di sini sebenarnya
> kurang kena, kurang tepat, dan kurang ajar.
>
>
>
> Baguslah kalau wartawan menggali lebih banyak kata untuk menulis laporan
> yang nikmat dibaca asal tidak asal-asalan. Pemakaian kata merumput (”Ronaldo
> masih betah merumput di Real Madrid”), misalnya, sangat tepat dan segar.
> Menggetarkan jala, menembus pertahanan, mengecoh bek kanan, menggunting
> langkah, mengoyak barisan belakang, atau memberikan umpan terobosan
> merupakan beberapa rangkaian kata hasil galian wartawan yang cukup menggugah
> dan enak dibaca.
>
>
>
> Gerakan pemain sepak bola di lapangan dapat diumpamakan seperti kendaraan,
> kapal, atau macan sehingga lahirlah kata-kata menyalip, melaju, dan menerkam
> yang imajinatif. Namun, bila pikiran wartawan sudah kacau, kita akan membaca
> kata mengganyang, menyobek, atau memerkosa dipertuliskan dalam ulasan sepak
> bola.
>
>
> Lie Charlie Sarjana Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung
>
> Sumber:
> http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/16/03011985/bahasa.sepak.bola
>
> ATG
>
>
>
> --
> www.daengbattala.com
> www.amriltgobel.multiply.com
> www.meme.yahoo.com/amriltg
> www.facebook.com/amriltg
> www.plurk.com/amriltg
> www.twitter.com/amriltg
> www.daenggammara.com
>
>   
>



-- 
Salam,

Ipul
Pokoknya Pearl Jam, Titik ! ™
http://daenggassing.com
http://bukitbaruga.wordpress.com/


Re: [blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

2010-04-26 Terurut Topik Mudzakkir
Pemaparan yang sangat menarik.
_ 
http://ucha-weblog.com


-Original Message-
From: Amril Taufik Gobel 
Date: Mon, 26 Apr 2010 17:17:49 
To: blogger_makassar
Subject: [blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

=

Bahasa Sepak Bola

Jumat, 16 April 2010 | 03:01 WIB

LIE CHARLIE



Semakin suka wartawan menggunakan kata mempermalukan dalam ranah olahraga.
Kecenderungan ini perlu dicermati dan dikritik. Dalam olahraga yang
menjunjung tinggi kesportifan, semestinya tidak dikenal kata malu,
mempermalukan, atau dipermalukan. Kalah itu soal biasa sebab dalam
pertandingan atau perlombaan selalu ada pihak yang menang dan kalah.



Kata-kata tendensius yang juga digemari wartawan olahraga kita antara lain
menghabisi, menggilas, memecundangi, atau menghancurkan. Tujuannya, menarik
perhatian pembaca. Semakin keras kata yang digunakan sebagai judul berita
diharapkan semakin banyak mengundang pembaca. Bertekuk lutut niscaya lebih
menohok daripada menyerah dan membantai dianggap lebih mengesankan
dibandingkan dengan mengalahkan saja.



Baiklah, tetapi apakah masih layak menggunakan kata menaklukkan apabila
suatu kesebelasan hanya menang 1-0 atas kesebelasan lain? Biasanya wartawan
yang memihak kesebelasan tertentu memilih kata-kata yang bersifat menekan
kesebelasan lawannya dan sebaliknya. Bila kesebelasan kesayangannya kalah,
ia akan memakai kata-kata kalah terhormat atau kalah tipis dalam menulis
laporannya biarpun skor akhir menunjukkan kesebelasan yang dibelanya kalah
telak 0-4.



Berimbang bagi wartawan olahraga—normalnya—berarti menyerang tim musuh
dengan kata-kata tajam dan memuji tim sendiri setinggi langit. Penyerang
lawan diejek malas, pemain belakangnya dikatakan gugup, dan pelatihnya
disebut hijau. Sementara itu, penyerang tim favoritnya dipuji gigih, beknya
tangguh, dan pelatihnya bertangan dingin.



Tak heran olahraga Indonesia, teristimewa sepak bola, ribut melulu dan
sering dilanda perkelahian sebab khazanah bahasa Indonesia memang tidak
mengenal padanan untuk kata Inggris sportive yang terpaksa kita alih eja
menjadi sportif saja. Kita juga tak mengenal terjemahan terhadap kata fair
atau frase fair play. Kata fair ada kalanya diindonesiakan menjadi adil
saja, padahal masalahnya bukan keadilan yang membutuhkan penghakiman,
melainkan berbuat adil atas dasar ikhlas dengan sadar.



Kita juga sering kebablasan asal mencopot kata untuk membangun makna
asosiatif dan menulis: ”Markus berhasil menjaga gawangnya tetap perawan
hingga pertandingan berakhir.” Penggunaan kata perawan di sini sebenarnya
kurang kena, kurang tepat, dan kurang ajar.



Baguslah kalau wartawan menggali lebih banyak kata untuk menulis laporan
yang nikmat dibaca asal tidak asal-asalan. Pemakaian kata merumput (”Ronaldo
masih betah merumput di Real Madrid”), misalnya, sangat tepat dan segar.
Menggetarkan jala, menembus pertahanan, mengecoh bek kanan, menggunting
langkah, mengoyak barisan belakang, atau memberikan umpan terobosan
merupakan beberapa rangkaian kata hasil galian wartawan yang cukup menggugah
dan enak dibaca.



Gerakan pemain sepak bola di lapangan dapat diumpamakan seperti kendaraan,
kapal, atau macan sehingga lahirlah kata-kata menyalip, melaju, dan menerkam
yang imajinatif. Namun, bila pikiran wartawan sudah kacau, kita akan membaca
kata mengganyang, menyobek, atau memerkosa dipertuliskan dalam ulasan sepak
bola.


Lie Charlie Sarjana Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung

Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/16/03011985/bahasa.sepak.bola

ATG



-- 
www.daengbattala.com
www.amriltgobel.multiply.com
www.meme.yahoo.com/amriltg
www.facebook.com/amriltg
www.plurk.com/amriltg
www.twitter.com/amriltg
www.daenggammara.com



[blogger_makassar] Bahasa Sepak Bola

2010-04-26 Terurut Topik Amril Taufik Gobel
=

Bahasa Sepak Bola

Jumat, 16 April 2010 | 03:01 WIB

LIE CHARLIE



Semakin suka wartawan menggunakan kata mempermalukan dalam ranah olahraga.
Kecenderungan ini perlu dicermati dan dikritik. Dalam olahraga yang
menjunjung tinggi kesportifan, semestinya tidak dikenal kata malu,
mempermalukan, atau dipermalukan. Kalah itu soal biasa sebab dalam
pertandingan atau perlombaan selalu ada pihak yang menang dan kalah.



Kata-kata tendensius yang juga digemari wartawan olahraga kita antara lain
menghabisi, menggilas, memecundangi, atau menghancurkan. Tujuannya, menarik
perhatian pembaca. Semakin keras kata yang digunakan sebagai judul berita
diharapkan semakin banyak mengundang pembaca. Bertekuk lutut niscaya lebih
menohok daripada menyerah dan membantai dianggap lebih mengesankan
dibandingkan dengan mengalahkan saja.



Baiklah, tetapi apakah masih layak menggunakan kata menaklukkan apabila
suatu kesebelasan hanya menang 1-0 atas kesebelasan lain? Biasanya wartawan
yang memihak kesebelasan tertentu memilih kata-kata yang bersifat menekan
kesebelasan lawannya dan sebaliknya. Bila kesebelasan kesayangannya kalah,
ia akan memakai kata-kata kalah terhormat atau kalah tipis dalam menulis
laporannya biarpun skor akhir menunjukkan kesebelasan yang dibelanya kalah
telak 0-4.



Berimbang bagi wartawan olahraga—normalnya—berarti menyerang tim musuh
dengan kata-kata tajam dan memuji tim sendiri setinggi langit. Penyerang
lawan diejek malas, pemain belakangnya dikatakan gugup, dan pelatihnya
disebut hijau. Sementara itu, penyerang tim favoritnya dipuji gigih, beknya
tangguh, dan pelatihnya bertangan dingin.



Tak heran olahraga Indonesia, teristimewa sepak bola, ribut melulu dan
sering dilanda perkelahian sebab khazanah bahasa Indonesia memang tidak
mengenal padanan untuk kata Inggris sportive yang terpaksa kita alih eja
menjadi sportif saja. Kita juga tak mengenal terjemahan terhadap kata fair
atau frase fair play. Kata fair ada kalanya diindonesiakan menjadi adil
saja, padahal masalahnya bukan keadilan yang membutuhkan penghakiman,
melainkan berbuat adil atas dasar ikhlas dengan sadar.



Kita juga sering kebablasan asal mencopot kata untuk membangun makna
asosiatif dan menulis: ”Markus berhasil menjaga gawangnya tetap perawan
hingga pertandingan berakhir.” Penggunaan kata perawan di sini sebenarnya
kurang kena, kurang tepat, dan kurang ajar.



Baguslah kalau wartawan menggali lebih banyak kata untuk menulis laporan
yang nikmat dibaca asal tidak asal-asalan. Pemakaian kata merumput (”Ronaldo
masih betah merumput di Real Madrid”), misalnya, sangat tepat dan segar.
Menggetarkan jala, menembus pertahanan, mengecoh bek kanan, menggunting
langkah, mengoyak barisan belakang, atau memberikan umpan terobosan
merupakan beberapa rangkaian kata hasil galian wartawan yang cukup menggugah
dan enak dibaca.



Gerakan pemain sepak bola di lapangan dapat diumpamakan seperti kendaraan,
kapal, atau macan sehingga lahirlah kata-kata menyalip, melaju, dan menerkam
yang imajinatif. Namun, bila pikiran wartawan sudah kacau, kita akan membaca
kata mengganyang, menyobek, atau memerkosa dipertuliskan dalam ulasan sepak
bola.


Lie Charlie Sarjana Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung

Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/16/03011985/bahasa.sepak.bola

ATG



-- 
www.daengbattala.com
www.amriltgobel.multiply.com
www.meme.yahoo.com/amriltg
www.facebook.com/amriltg
www.plurk.com/amriltg
www.twitter.com/amriltg
www.daenggammara.com