RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
Yup kadang2 sedih jg klo pas ke klenteng yg di"selamat"kan vihara. Org2 pada rame datang tp ga menyapa tuan rumah malah langsung ke bangunan baru, pas pulang juga ga permisi or basa basi sedikit pun. -Original Message- From: "Hendri Irawan" Date: Sat, 07 Mar 2009 16:11:36 To: Subject: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama Dua tahun yang lalu saya menjumpai masalah yang hampir sama di kota T. Fokus utama masalah adalah sebuah tempat yang bernama WD miao yang juga bernama vihara P. Sebagai petunjuk lebih lanjut di pelataran depan WD miao ada sebuah lonceng tua yang dibuat pada masa Dao Guang (kalau tidak salah ingat, apa masa Guang Xu ?). Ceritanya juga serupa, WD miao yang usianya sudah ratusan tahun terpaksa harus mencari penyamaran bersalin rupa menjadi vihara P. Semuanya adalah karena politik dan berupaya mempertahankan diri. Sampai-sampai papan nama WD miao harus diturunkan dan diganti dengan nama vihara P. Namanya "terpaksa" maka banyak umat WD miao yang juga sakit hati dan tidak bisa menerima sepenuhnya kejadian ini. 1 generasi berlalu, 30 tahunan kemudian, peta politik berubah lagi. Eksistensi budaya tionghua kembali dipertontonkan di mana-mana. Orang WD miao juga kembali mempraktekkan keyakinannya. Dan papan nama WD miao kembali dipasang. Masalah yang terjadi: - vihara P dianggap terlalu mendominasi WD miao, sampai-sampai di ruang ibadahnya hanya boleh mengikuti aturan aliran mereka (aliran T), sikap ini ditantang keras umat WD miao karena menurut mereka sikap demikian tidak toleran terhadap kepercayaan umat kelenteng / Tri Dharma yang sinkretis - muncul suara-suara agar vihara P pindah dari WD miao, karena secara status hukum (menurut pihak WD miao), tanah dan bangunan vihara P adalah milik WD miao Menurut saya pribadi, ini saya sampaikan langsung ke pihak WM miao cuma sekali saja: - ini masalah konyol yang saya tidak mau ikut campur lebih lanjut, saya sendiri tahunya setelah berdiskusi dengan orang-orang WM miao, setelah itu tidak turut campur lagi, hanya merekalah (WM miao & vihara P) yang bisa menyelesaikan sendiri - sifat kaku aliran T yang memang terkenal tidak toleran, maunya menang sendiri, apalagi umat T yang "setengah-setengah jadi" tetapi sangat keras sekali menuju ke "kemurnian" ajaran Buddha, ya murni menurut mereka, yang lain tidak murni (baca: 1/4-1/2 sesat), contohnya: dewa(i) utama WM miao adalah Guan Yin yang notabene harusnya termasuk dalam salah satu tokoh paling suci di lingkup Buddhisme, namun karena vihara P menganut aliran T garis keras, maka Guan Yin tidak boleh nongol di ruang ibadah mereka, walaupun sama-sama Buddhis (konyol tidak ?) - banyak kelenteng-kelenteng lain yang juga menjadi vihara tetapi tidak mengalami clash yang sedemikian keras, aliran Buddhisme yang masuk ke kelenteng-kelenteng tersebut lebih lunak (biasanya Buddhisme M), karena sebenarnya yang dinamakan kelenteng itu adalah tempat ibadah orang Buddhis juga selain orang Tao dan KHC, walaupun ada kelenteng yang memang khusus ke Tao, KHC ataupun Buddhis - pihak WM miao (ini yang saya tekankan ke mereka) seharusnya tidak boleh mengambil jalan keras, generasi muda mereka suka tidak suka lebih mendapatkan pengaruh dari vihara P, karena proses kaderisasi dan pendidikan spiritual WM miao praktis sudah berhenti selama 30an tahun akibat tekanan politik, kalau sampai pecah kongsi (vihara P pindah) maka WM miao otomatis tidak akan dikunjungi sebagian besar generasi muda mereka lagi karena ikut pindah - pihak WM miao juga memiliki kesalahan kenapa tidak menempuh jalur kerjasama ataupun karena vihara P terus menolak, ya buat saja persaingan sehat, galakkan kembali pendidikan spiritual dan ibadah versi WM miao sendiri Inilah remah-remah dari pertarungan politik puluhan tahun yang lalu, ibarat Korea Utara dan Korea Selatan. Perang dingin setengah panas ini kejadian di banyak tempat yang sialnya mungkin salah memilih aliran buddhisme yang masuk ke tempat mereka. Perkembangan sekarang ini lebih gila lagi. Adanya organisasi resmi salah satu kepercayaan Tri Dharma yang diakui pemerintahan negara ternyata semakin memanaskan perang dingin. Karena ada juga suara seharusnya kelenteng-kelenteng dikembalikan ke mereka. Toh sejak dulu semua orang tahunya "istilah Khonghucu", tidak begitu mengenal "istilah Tri Dharma". Belum lagi yang setengah diakui seperti majelis-majelis Tao yang juga sedikit banyak mulai bergerilya merebut kembali tempat ibadah mereka. Indonesia gitu loh. Bikin malu saja. Hormat saya, Yongde cat: nama-namanya saya singkat, soalnya saya menolak terlibat dan dilibatkan dalam hal beginian, dah males --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, iwan kustiawan wrote: > > benar sih.tapi apa untungnya bagi Budhism besar dan kecil? toch sekarang > juga minoritas di Indonesia. lagi pula jangan cepat mengambil kesimpulan > bahwa Budhism di Indonesia cuman bisa besar oleh satu faktor saja yaitu orang > orang tionghoa. Dengan jumlah
RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
Menyelamatkan itu artinya setelah selamat yah dikembalikan seperti semula kan? Klo yg diselamatkan balik mengusir yg menyelamatkan yah itu seh emang malu2in n bagai kacang lupa kulitnya. Tapi klo maksudnya menyelamatkan trus setelah selamat tetap juga ga dibalikin bukankah itu menilap atau mencuri? Btw napa gak tanya langsung aja yah ke altar utama klenteng itu, mau balik lg ke semula atau tetap seperti saat ini, klo ga bisa nanya yah dilelang aja, masing2 pihak mau jadikan klenteng itu seperti apa n gimana caranya, yg paling baik yg menang ( tanya ke altar utama) atau mau yg praktir yah adu duit aja, sapa yg brani " beli" dgn harga tertinggi yg menang. Klo ga adu otot aja, brantem gebuk2an kayak di film2 triad HK yg menang yg berkuasa. -Original Message- From: iwan kustiawan Date: Sat, 7 Mar 2009 01:34:44 To: Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama benar sih.tapi apa untungnya bagi Budhism besar dan kecil? toch sekarang juga minoritas di Indonesia. lagi pula jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa Budhism di Indonesia cuman bisa besar oleh satu faktor saja yaitu orang orang tionghoa. Dengan jumlah yang mini pun saya yakin Budhism tetap akan diakui sebagai 5 agama resmi di Indonesia mengingat fakta sejarah yang ditinggalkannya di Indonesia. Jadi menurut saya sih yah wajarlah kalau boleh saya umpamakan ada pembersihan terhadap misalnya etnis tertentu (A), lalu ada keluarga (B) yang bersedia menyelamatkan anak A, lalu diterimanya dalam rumahnya, supaya tidak kena pembersihan yah buatlah disamar anak tersebut dengan nama dari etnis B, supaya si A tetap selamat dan tidak ketahuan toh? Lah apa yang terjadi khan seolah olah tulisan JK bercerita setelah si A boleh bebas dan keluar rumah kembali kemasyarakat berbicara bahwa dia telah dipaksa untuk ganti nama dari etnis B dllini sih namanya tidak berbudi, tak tahu balas budi...bukankan lebih besar usaha penyelamatan yang telah dilakukan oleh B untuk menyelamatkan nyawa si A ketimbang sakit hati si A selama hidup dalam keluarga B? Dalam berkeluargapun pasti ada beda beda pendapat dan wajar jika ada sakit hatinya toch, tapi bicara tanpa mempertimbangkan kedua sisi ( baik buruk) itu namanya sempit dan picik lah...seperti kacang lupa kulitnya Peace --- On Sat, 3/7/09, agoeng_...@yahoo.com wrote: From: agoeng_...@yahoo.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Saturday, March 7, 2009, 12:27 PM Yah paling buddhism ga berkembang sebesar skrg. Kan jmn itu yg bener2 buddha itu jrg banget. Kebanyakan sam kauw. -Original Message- From: iwan kustiawan Date: Fri, 6 Mar 2009 11:39:55 To: Subject: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama he..he.he..tapi coba kalau diliat dari prospektif yang berbeda...andai saat itu organisasi budhis bilang gini : " wah kelenteng (Bio) itu milik Tao atau Kong Hu Cu bukan Budhis ." nah loh apa yang akan terjadi ?.. bakti balas budi santun berterima kasih adakah yang ideal di dunia ini? siapakah yang mampu memberikan semua yang aku mau di dunia ini? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
Kawan2 yb, Kalau boleh say kasih komentar , urusan semacam ini sebenarnya tidak akan terjadi kalau negara tidak ikut campur urusan dalam kepercayaan masyarakat (beragama), dan praktek kebudayaan. Jadi biang keladinya adalah negara atau rezim . Jadi janganlah kawan2 menjadi teradudomba dikarenakan kelakuan negara. jadi janganlah diperalat oleh negara atau rezim ,kuncinya adalah jadilah bagian dari alat pengatur negara, agar dikemudian hari Indonesia tidak direpotkan oleh urusan gontok2an sesama anak bangsa, dan bisa menggunakan energinya maju kedepan sebagai negara yang kuat dan makmur. salam, Dr.Irawan. On Sat, Mar 7, 2009 at 8:11 AM, Hendri Irawan wrote: > Dua tahun yang lalu saya menjumpai masalah yang hampir sama di kota T. > Fokus utama masalah adalah sebuah tempat yang bernama WD miao yang juga > bernama vihara P. Sebagai petunjuk lebih lanjut di pelataran depan WD miao > ada sebuah lonceng tua yang dibuat pada masa Dao Guang (kalau tidak salah > ingat, apa masa Guang Xu ?). > > Ceritanya juga serupa, WD miao yang usianya sudah ratusan tahun terpaksa > harus mencari penyamaran bersalin rupa menjadi vihara P. Semuanya adalah > karena politik dan berupaya mempertahankan diri. Sampai-sampai papan nama WD > miao harus diturunkan dan diganti dengan nama vihara P. Namanya "terpaksa" > maka banyak umat WD miao yang juga sakit hati dan tidak bisa menerima > sepenuhnya kejadian ini. > > 1 generasi berlalu, 30 tahunan kemudian, peta politik berubah lagi. > Eksistensi budaya tionghua kembali dipertontonkan di mana-mana. Orang WD > miao juga kembali mempraktekkan keyakinannya. Dan papan nama WD miao kembali > dipasang. > > Masalah yang terjadi: > - vihara P dianggap terlalu mendominasi WD miao, sampai-sampai di ruang > ibadahnya hanya boleh mengikuti aturan aliran mereka (aliran T), sikap ini > ditantang keras umat WD miao karena menurut mereka sikap demikian tidak > toleran terhadap kepercayaan umat kelenteng / Tri Dharma yang sinkretis > - muncul suara-suara agar vihara P pindah dari WD miao, karena secara > status hukum (menurut pihak WD miao), tanah dan bangunan vihara P adalah > milik WD miao > > Menurut saya pribadi, ini saya sampaikan langsung ke pihak WM miao cuma > sekali saja: > - ini masalah konyol yang saya tidak mau ikut campur lebih lanjut, saya > sendiri tahunya setelah berdiskusi dengan orang-orang WM miao, setelah itu > tidak turut campur lagi, hanya merekalah (WM miao & vihara P) yang bisa > menyelesaikan sendiri > - sifat kaku aliran T yang memang terkenal tidak toleran, maunya menang > sendiri, apalagi umat T yang "setengah-setengah jadi" tetapi sangat keras > sekali menuju ke "kemurnian" ajaran Buddha, ya murni menurut mereka, yang > lain tidak murni (baca: 1/4-1/2 sesat), contohnya: dewa(i) utama WM miao > adalah Guan Yin yang notabene harusnya termasuk dalam salah satu tokoh > paling suci di lingkup Buddhisme, namun karena vihara P menganut aliran T > garis keras, maka Guan Yin tidak boleh nongol di ruang ibadah mereka, > walaupun sama-sama Buddhis (konyol tidak ?) > - banyak kelenteng-kelenteng lain yang juga menjadi vihara tetapi tidak > mengalami clash yang sedemikian keras, aliran Buddhisme yang masuk ke > kelenteng-kelenteng tersebut lebih lunak (biasanya Buddhisme M), karena > sebenarnya yang dinamakan kelenteng itu adalah tempat ibadah orang Buddhis > juga selain orang Tao dan KHC, walaupun ada kelenteng yang memang khusus ke > Tao, KHC ataupun Buddhis > - pihak WM miao (ini yang saya tekankan ke mereka) seharusnya tidak boleh > mengambil jalan keras, generasi muda mereka suka tidak suka lebih > mendapatkan pengaruh dari vihara P, karena proses kaderisasi dan pendidikan > spiritual WM miao praktis sudah berhenti selama 30an tahun akibat tekanan > politik, kalau sampai pecah kongsi (vihara P pindah) maka WM miao otomatis > tidak akan dikunjungi sebagian besar generasi muda mereka lagi karena ikut > pindah > - pihak WM miao juga memiliki kesalahan kenapa tidak menempuh jalur > kerjasama ataupun karena vihara P terus menolak, ya buat saja persaingan > sehat, galakkan kembali pendidikan spiritual dan ibadah versi WM miao > sendiri > > Inilah remah-remah dari pertarungan politik puluhan tahun yang lalu, ibarat > Korea Utara dan Korea Selatan. Perang dingin setengah panas ini kejadian di > banyak tempat yang sialnya mungkin salah memilih aliran buddhisme yang masuk > ke tempat mereka. > > Perkembangan sekarang ini lebih gila lagi. Adanya organisasi resmi salah > satu kepercayaan Tri Dharma yang diakui pemerintahan negara ternyata semakin > memanaskan perang dingin. Karena ada juga suara seharusnya > kelenteng-kelenteng dikembalikan ke mereka. Toh sejak dulu semua orang > tahunya "istilah Khonghucu", tidak begitu mengenal "istilah Tri Dharma". > Belum lagi yang setengah diakui seperti majelis-majelis Tao yang juga > sedikit banyak mulai bergerilya merebut kembali tempat ibadah mereka. > > Indonesia gitu loh. Bikin malu saja. > > Hormat saya, > > Yongde > cat: nama-namanya saya singkat,
[budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
Dua tahun yang lalu saya menjumpai masalah yang hampir sama di kota T. Fokus utama masalah adalah sebuah tempat yang bernama WD miao yang juga bernama vihara P. Sebagai petunjuk lebih lanjut di pelataran depan WD miao ada sebuah lonceng tua yang dibuat pada masa Dao Guang (kalau tidak salah ingat, apa masa Guang Xu ?). Ceritanya juga serupa, WD miao yang usianya sudah ratusan tahun terpaksa harus mencari penyamaran bersalin rupa menjadi vihara P. Semuanya adalah karena politik dan berupaya mempertahankan diri. Sampai-sampai papan nama WD miao harus diturunkan dan diganti dengan nama vihara P. Namanya "terpaksa" maka banyak umat WD miao yang juga sakit hati dan tidak bisa menerima sepenuhnya kejadian ini. 1 generasi berlalu, 30 tahunan kemudian, peta politik berubah lagi. Eksistensi budaya tionghua kembali dipertontonkan di mana-mana. Orang WD miao juga kembali mempraktekkan keyakinannya. Dan papan nama WD miao kembali dipasang. Masalah yang terjadi: - vihara P dianggap terlalu mendominasi WD miao, sampai-sampai di ruang ibadahnya hanya boleh mengikuti aturan aliran mereka (aliran T), sikap ini ditantang keras umat WD miao karena menurut mereka sikap demikian tidak toleran terhadap kepercayaan umat kelenteng / Tri Dharma yang sinkretis - muncul suara-suara agar vihara P pindah dari WD miao, karena secara status hukum (menurut pihak WD miao), tanah dan bangunan vihara P adalah milik WD miao Menurut saya pribadi, ini saya sampaikan langsung ke pihak WM miao cuma sekali saja: - ini masalah konyol yang saya tidak mau ikut campur lebih lanjut, saya sendiri tahunya setelah berdiskusi dengan orang-orang WM miao, setelah itu tidak turut campur lagi, hanya merekalah (WM miao & vihara P) yang bisa menyelesaikan sendiri - sifat kaku aliran T yang memang terkenal tidak toleran, maunya menang sendiri, apalagi umat T yang "setengah-setengah jadi" tetapi sangat keras sekali menuju ke "kemurnian" ajaran Buddha, ya murni menurut mereka, yang lain tidak murni (baca: 1/4-1/2 sesat), contohnya: dewa(i) utama WM miao adalah Guan Yin yang notabene harusnya termasuk dalam salah satu tokoh paling suci di lingkup Buddhisme, namun karena vihara P menganut aliran T garis keras, maka Guan Yin tidak boleh nongol di ruang ibadah mereka, walaupun sama-sama Buddhis (konyol tidak ?) - banyak kelenteng-kelenteng lain yang juga menjadi vihara tetapi tidak mengalami clash yang sedemikian keras, aliran Buddhisme yang masuk ke kelenteng-kelenteng tersebut lebih lunak (biasanya Buddhisme M), karena sebenarnya yang dinamakan kelenteng itu adalah tempat ibadah orang Buddhis juga selain orang Tao dan KHC, walaupun ada kelenteng yang memang khusus ke Tao, KHC ataupun Buddhis - pihak WM miao (ini yang saya tekankan ke mereka) seharusnya tidak boleh mengambil jalan keras, generasi muda mereka suka tidak suka lebih mendapatkan pengaruh dari vihara P, karena proses kaderisasi dan pendidikan spiritual WM miao praktis sudah berhenti selama 30an tahun akibat tekanan politik, kalau sampai pecah kongsi (vihara P pindah) maka WM miao otomatis tidak akan dikunjungi sebagian besar generasi muda mereka lagi karena ikut pindah - pihak WM miao juga memiliki kesalahan kenapa tidak menempuh jalur kerjasama ataupun karena vihara P terus menolak, ya buat saja persaingan sehat, galakkan kembali pendidikan spiritual dan ibadah versi WM miao sendiri Inilah remah-remah dari pertarungan politik puluhan tahun yang lalu, ibarat Korea Utara dan Korea Selatan. Perang dingin setengah panas ini kejadian di banyak tempat yang sialnya mungkin salah memilih aliran buddhisme yang masuk ke tempat mereka. Perkembangan sekarang ini lebih gila lagi. Adanya organisasi resmi salah satu kepercayaan Tri Dharma yang diakui pemerintahan negara ternyata semakin memanaskan perang dingin. Karena ada juga suara seharusnya kelenteng-kelenteng dikembalikan ke mereka. Toh sejak dulu semua orang tahunya "istilah Khonghucu", tidak begitu mengenal "istilah Tri Dharma". Belum lagi yang setengah diakui seperti majelis-majelis Tao yang juga sedikit banyak mulai bergerilya merebut kembali tempat ibadah mereka. Indonesia gitu loh. Bikin malu saja. Hormat saya, Yongde cat: nama-namanya saya singkat, soalnya saya menolak terlibat dan dilibatkan dalam hal beginian, dah males --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, iwan kustiawan wrote: > > benar sih.tapi apa untungnya bagi Budhism besar dan kecil? toch sekarang > juga minoritas di Indonesia. lagi pula jangan cepat mengambil kesimpulan > bahwa Budhism di Indonesia cuman bisa besar oleh satu faktor saja yaitu orang > orang tionghoa. Dengan jumlah yang mini pun saya yakin Budhism tetap akan > diakui sebagai 5 agama resmi di Indonesia mengingat fakta sejarah yang > ditinggalkannya di Indonesia. > Jadi menurut saya sih yah wajarlah kalau boleh saya umpamakan ada pembersihan > terhadap misalnya etnis tertentu (A), lalu ada keluarga (B) yang bersedia > menyelamatkan anak A, lalu diterimanya dalam
RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
benar sih.tapi apa untungnya bagi Budhism besar dan kecil? toch sekarang juga minoritas di Indonesia. lagi pula jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa Budhism di Indonesia cuman bisa besar oleh satu faktor saja yaitu orang orang tionghoa. Dengan jumlah yang mini pun saya yakin Budhism tetap akan diakui sebagai 5 agama resmi di Indonesia mengingat fakta sejarah yang ditinggalkannya di Indonesia. Jadi menurut saya sih yah wajarlah kalau boleh saya umpamakan ada pembersihan terhadap misalnya etnis tertentu (A), lalu ada keluarga (B) yang bersedia menyelamatkan anak A, lalu diterimanya dalam rumahnya, supaya tidak kena pembersihan yah buatlah disamar anak tersebut dengan nama dari etnis B, supaya si A tetap selamat dan tidak ketahuan toh? Lah apa yang terjadi khan seolah olah tulisan JK bercerita setelah si A boleh bebas dan keluar rumah kembali kemasyarakat berbicara bahwa dia telah dipaksa untuk ganti nama dari etnis B dllini sih namanya tidak berbudi, tak tahu balas budi...bukankan lebih besar usaha penyelamatan yang telah dilakukan oleh B untuk menyelamatkan nyawa si A ketimbang sakit hati si A selama hidup dalam keluarga B? Dalam berkeluargapun pasti ada beda beda pendapat dan wajar jika ada sakit hatinya toch, tapi bicara tanpa mempertimbangkan kedua sisi ( baik buruk) itu namanya sempit dan picik lah...seperti kacang lupa kulitnya Peace --- On Sat, 3/7/09, agoeng_...@yahoo.com wrote: From: agoeng_...@yahoo.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Saturday, March 7, 2009, 12:27 PM Yah paling buddhism ga berkembang sebesar skrg. Kan jmn itu yg bener2 buddha itu jrg banget. Kebanyakan sam kauw. -Original Message- From: iwan kustiawan Date: Fri, 6 Mar 2009 11:39:55 To: Subject: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama he..he.he..tapi coba kalau diliat dari prospektif yang berbeda...andai saat itu organisasi budhis bilang gini : " wah kelenteng (Bio) itu milik Tao atau Kong Hu Cu bukan Budhis ." nah loh apa yang akan terjadi ?.. bakti balas budi santun berterima kasih adakah yang ideal di dunia ini? siapakah yang mampu memberikan semua yang aku mau di dunia ini? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
[budaya_tionghua] Re: kereta api kehidupan achir
Kereta api kehidupan (bagian achir) Seperti yang saya katakan pandangan orang itu tidak sama, maka dapat dimengerti kalau dalam kereta api ini, ada yang pro dan ada pula yang anti pada keputusan bapak konductur yang dianggap tidak social, tidak demokratis. Bagi mereka yang tidak puas dengan konduktur ada berapa yang berani turun distasion dan naik kereta api yang lain menuju kejurusan yang mereka pikir lebih tenang dan komfortabel. Mereka ini bertani menghadapi tantangan penghidupan. Untung juga bagi mereka, karena bertambah banyaknya penumpang-penumpang terutama yang masih muda-muda, maka jaringan kendaraan kereta api ini luas sekali, banyak jurusannya keberbagai horison-horison yang virtual. Memang penghidupan manusia itu orang harus banyak mengambil keputusan, apa yang mereka akan kerjakan kemudian, keputusan "tinggal dikereta api ini atau transit ke kereta api yang lain," keputusan cari partner hidup, beli atau sewah tempat duduk yang tetap etc.etc. Tetapi keputusan untuk ganti kereta api kehidupan adalah keputusan yang besar. Orang-orang tua yang bijaksana dan banyak pengalaman hidup dalam kereta api berkata: "Untuk mengambil keputusan orang harus berani, teguh, berkeyakinan dan kadang-kadang berani beravontur." Tetapi sayang beliau tidak bisa mengatakan jawaban yang tegas yaitu: "ke kereta api yang mana tujuan yang benar?" Lain dengan penumpang yang di coupe kereta api kelas satu, keadaannya tenang, di hormati dan mendapatkan prioritas istimewa dari konduktur kereta api. Orang-orang ini tidak memperdulikan penumpang yang lain, yang dipentingkannya ialah keluarganya. Puas dengan keadaan di kereta api ini, tempat duduknya yang cukup ruang, makanan yang enak, tenang dan terutama mendapatkan kehormatan dari bapak konduktur. . Kalau mereka bercakap-cakap dengan penduduk di pinggirnya pelahan-lahan, tetapi yang dikatakan itu bukan sebenarnya, dapat disamakan dengan aktor-aktris perfilman. Mereka ini biasanya berkata: "jangan banyak memikir, kerjakan! Tetapi tidak memberi keterangan jalannya pikiran, logikanya. Yang mereka mau hanya hasilnya. Kalau orang tanya megapa demikian ? Jawabannya jelas: "jangan banyak memimikir, percayalah!" Karena itu orang menjadi bodoh, acuh tidak acuh dan publik tidak bisa mengabdikan inteleknya atau kekuatan kerja otaknya untuk masyarakat. Ini juga mengakibatkan karena situasinya membuat orang kehilangan keberanian dan keyakinan untuk merobah keadaan seperti yang tadi kita lihat bersama di coupe kelas kambing (tiga). Dan untuk membuat agak tetap comfortable bagi mereka yang salah memilih coupe yang luks dapat ditanyakan: anda merasakan kenyamanan, keindahan, konfortabelnya di coupe yang anda duduk, tetapi bagaimana pikiran kami mayoritas? Kehidupan manusia itu abadi, kalau kita pandang naik ke- dan turunnya manusia dari Kereta api kehidupan, yang bergantian tanpa hentinya. Maka kereta api kehidupan berjalan terus dengan abadi menuju ke horison yang virtual tanpa ada tempo dan ruang, atau stasion yang tidak terhingga (infinite)! Dr. Han Hwie-Song Breda,5 Maret 2009 Negeri Belanda