Re: [budaya_tionghua] Petasan
Petasan dalam mandarin : Bao Zhu 爆竹 Bao= ledakan Zhu = bambu Zaman dulu mesiu ditaruh dalam selongsong bambu dan diberi sumbu. Hokiannya tak tahu, mungkin teman lain lebih tahu. Salam, ZFy Akhmad Bukhari Saleh: dibusek. Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun Hokkiannya)? Recent Activity a.. 14New Members Visit Your Group Need traffic? Drive customers With search ads on Yahoo! Y! Messenger Group get-together Host a free online conference on IM. HDTV Support The official Samsung Y! Group for HDTVs and devices. . [Non-text portions of this message have been removed]
AW: [budaya_tionghua] Petasan
Akhmad Bukhari Saleh: dibusek. Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun Hokkiannya)? Mang Ucup: coba jawab- mohon dikoreksi kalau salah Petasan sudah dikenal di Tiongkok sudah sejak jaman Dinasti Song (960-1279) mereka mengenal petasan pada saat itu hanya berdasarkan bunyi ledakan saja. Baru di Italy pada tahun 1379 dikembangkan dengan bunga api. Di Jepang petasan lebih dikenal dengan nama hanabi (bunga api) mungkin diserap dari bahasa Mandarin hua-houw (kalau tidak salah nulis) Heute schon einen Blick in die Zukunft von E-Mails wagen? www.yahoo.de/mail [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [budaya_tionghua] Petasan
Kirain kata "petasan " berasal dari bhs org di Jakarta, di sumatera mah "mercon" bhs hokian bukan petasan? Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Pertanyaan saya mengenai kumis dalam korelasinya dengan budaya tionghoa belum terjawab. Jawaban yang ada, maaf saja, masih sangat summier. Bahkan ada yang menghubungkan hilangnya kumis di kalangan Tionghoa dengan Hitler, di mana di katakan karena dia sudah mati maka kumis bukan budaya lagi. Padahal hari ini tidak kurang dari seorang Wapres Indonesia masih pakai kumis a'la Hitler, he he he... Tapi okay deh, sambil menunggu adanya pendapat tentang kumis ini yang berangkat dari pemahaman budaya tionghoa, saya ada pertanyaan budaya yang lain. Yaitu tentang petasan, yang sekarang di bulan puasa ini, lagi ramai diletuskan orang. Kita tahu, bahan peledak ditemukan pertama kali di Tiongkok, walau hanya berkembang sebagai produk budaya. Sehingga praktis tidak pernah di Tiongkok bahan peledak ini disebut mesiu, hanya disebut petasan saja. Memang betul di jaman akhir Beng (Ming) dan Ceng (Qing), misalnya, tentara dinasti itu sudah juga memakai meriam, tetapi baik larasnya, maupun proyektilnya, itu merupakan teknologi impor. Tentu perlu disayangkan bahwa penemuan orang Tionghoa ini tidak pernah berkembang sebagai produk industri Cina sendiri. Sehingga kaum Gie Hoo Toan dalam Perang Boxer hanya mampu pakai tumbak dan golok, maka mereka kalah dari kontingen 7 negara asing, yang jumlahnya sedikit tetapi memakai senjata api. Dan juga, karena itu pula kemudian Tiongkok dapat diperhina oleh Jepang. Tetapi okay lah, itu sejarah yang sudah berlalu. Sekarang kita lihat petasan sebagai produk budaya tionghoa saja. Produk ini termasuk salahsatu dari banyak aspek budaya yang disebar-luaskan kaum perantau Tionghoa ke mancanegara, termasuk ke Lamyang. Karena itu di Indonesia pun kebiasaan meletuskan petasan, saya yakin merupakan pengaruh kaum hoakiauw. Sekarang pertanyaan saya, apakah kata "petasan", yang digunakan di daerah Jakarta dan Jawa Barat untuk menyebut bahan peledak itu, juga berasal dari bahasa Tionghoa? Bagaimana dengan kata "mercon", yang digunakan di Jawa Tengah dan Timur, apakah juga berasal dari bahasa Tionghoa (barangkali dari sinonimnya atau dari dialek berbeda)? Selanjutnya, kita lihat di wilayah Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan salahsatu tempat di mana konsentrasi kaum Tionghoa perantauan cukup padat. Di sini penggunaan petasan sangat luas. Tidak hanya di kalangan Tionghoa, tetapi juga di antara suku-suku lain. Terutama di kalangan suku asli Jakarta, kaum Betawi. Sampai-sampai dalam perkawinan orang Betawi, yang notabene bergama Islam, pun tidak ketinggalan diletuskan petasan, meniru apa yang dilakukan dalam perkawinan orang Tionghoa. Pertanyaan tentang petasan berikutnya, di Semarang, yang konsentrasi kaum Tionghoa pearantauan tidak kalah padatnya dari Jakarta, bahkan barangkali lebih padat lagi, mengapa tidak demikian meluasnya budaya penggunaan mercon seperti halnya di Jakarta? Saya belum pernah dengar, misalnya, perkawinan orang Jawa di Semarang yang diramaikan dengan mercon. Apakah karena perantau Tionghoa di Semarang kebanyakan datang dari daerah di Tiongkok yang kurang suka pakai mercon? Padahal, setahu saya, di Tiongkok kan merata orang pakai mercon di mana-mana. Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun Hokkiannya)? Wasalam. [Non-text portions of this message have been removed] - For ideas on reducing your carbon footprint visit Yahoo! For Good this month. [Non-text portions of this message have been removed]
[budaya_tionghua] Petasan
Pertanyaan saya mengenai kumis dalam korelasinya dengan budaya tionghoa belum terjawab. Jawaban yang ada, maaf saja, masih sangat summier. Bahkan ada yang menghubungkan hilangnya kumis di kalangan Tionghoa dengan Hitler, di mana di katakan karena dia sudah mati maka kumis bukan budaya lagi. Padahal hari ini tidak kurang dari seorang Wapres Indonesia masih pakai kumis a'la Hitler, he he he... Tapi okay deh, sambil menunggu adanya pendapat tentang kumis ini yang berangkat dari pemahaman budaya tionghoa, saya ada pertanyaan budaya yang lain. Yaitu tentang petasan, yang sekarang di bulan puasa ini, lagi ramai diletuskan orang. Kita tahu, bahan peledak ditemukan pertama kali di Tiongkok, walau hanya berkembang sebagai produk budaya. Sehingga praktis tidak pernah di Tiongkok bahan peledak ini disebut mesiu, hanya disebut petasan saja. Memang betul di jaman akhir Beng (Ming) dan Ceng (Qing), misalnya, tentara dinasti itu sudah juga memakai meriam, tetapi baik larasnya, maupun proyektilnya, itu merupakan teknologi impor. Tentu perlu disayangkan bahwa penemuan orang Tionghoa ini tidak pernah berkembang sebagai produk industri Cina sendiri. Sehingga kaum Gie Hoo Toan dalam Perang Boxer hanya mampu pakai tumbak dan golok, maka mereka kalah dari kontingen 7 negara asing, yang jumlahnya sedikit tetapi memakai senjata api. Dan juga, karena itu pula kemudian Tiongkok dapat diperhina oleh Jepang. Tetapi okay lah, itu sejarah yang sudah berlalu. Sekarang kita lihat petasan sebagai produk budaya tionghoa saja. Produk ini termasuk salahsatu dari banyak aspek budaya yang disebar-luaskan kaum perantau Tionghoa ke mancanegara, termasuk ke Lamyang. Karena itu di Indonesia pun kebiasaan meletuskan petasan, saya yakin merupakan pengaruh kaum hoakiauw. Sekarang pertanyaan saya, apakah kata "petasan", yang digunakan di daerah Jakarta dan Jawa Barat untuk menyebut bahan peledak itu, juga berasal dari bahasa Tionghoa? Bagaimana dengan kata "mercon", yang digunakan di Jawa Tengah dan Timur, apakah juga berasal dari bahasa Tionghoa (barangkali dari sinonimnya atau dari dialek berbeda)? Selanjutnya, kita lihat di wilayah Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan salahsatu tempat di mana konsentrasi kaum Tionghoa perantauan cukup padat. Di sini penggunaan petasan sangat luas. Tidak hanya di kalangan Tionghoa, tetapi juga di antara suku-suku lain. Terutama di kalangan suku asli Jakarta, kaum Betawi. Sampai-sampai dalam perkawinan orang Betawi, yang notabene bergama Islam, pun tidak ketinggalan diletuskan petasan, meniru apa yang dilakukan dalam perkawinan orang Tionghoa. Pertanyaan tentang petasan berikutnya, di Semarang, yang konsentrasi kaum Tionghoa pearantauan tidak kalah padatnya dari Jakarta, bahkan barangkali lebih padat lagi, mengapa tidak demikian meluasnya budaya penggunaan mercon seperti halnya di Jakarta? Saya belum pernah dengar, misalnya, perkawinan orang Jawa di Semarang yang diramaikan dengan mercon. Apakah karena perantau Tionghoa di Semarang kebanyakan datang dari daerah di Tiongkok yang kurang suka pakai mercon? Padahal, setahu saya, di Tiongkok kan merata orang pakai mercon di mana-mana. Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun Hokkiannya)? Wasalam. [Non-text portions of this message have been removed]