Re: [budaya_tionghua] Petasan

2007-09-24 Terurut Topik Skalaras
Petasan dalam mandarin : Bao Zhu 爆竹
Bao= ledakan
Zhu = bambu

Zaman dulu mesiu ditaruh dalam selongsong bambu dan diberi sumbu.
Hokiannya tak tahu, mungkin teman lain lebih tahu.

Salam,
ZFy




  Akhmad Bukhari Saleh:
  dibusek.
  Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun 
Hokkiannya)?


  Recent Activity
a..  14New Members
  Visit Your Group 
  Need traffic?
  Drive customers

  With search ads

  on Yahoo!

  Y! Messenger
  Group get-together

  Host a free online

  conference on IM.

  HDTV Support
  The official Samsung

  Y! Group for HDTVs

  and devices.
  . 
   

[Non-text portions of this message have been removed]



AW: [budaya_tionghua] Petasan

2007-09-22 Terurut Topik Mang Ucup
Akhmad Bukhari Saleh:
dibusek.
Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun 
Hokkiannya)?

Mang Ucup:
coba jawab-  mohon dikoreksi kalau salah
Petasan sudah dikenal di Tiongkok sudah sejak jaman Dinasti Song (960-1279) 
mereka mengenal petasan pada saat itu hanya berdasarkan bunyi ledakan saja. 
Baru di Italy pada tahun 1379 dikembangkan dengan bunga api. Di Jepang petasan 
lebih dikenal dengan nama „hanabi“ (bunga api) mungkin diserap dari bahasa 
Mandarin „hua-houw“ (kalau tidak salah nulis)

 



  Heute schon einen Blick in die Zukunft von E-Mails wagen? 
www.yahoo.de/mail

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [budaya_tionghua] Petasan

2007-09-22 Terurut Topik melani chia
Kirain kata "petasan " berasal dari bhs org di Jakarta, di sumatera mah "mercon"
  bhs hokian bukan petasan?

Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Pertanyaan saya mengenai kumis dalam korelasinya dengan budaya 
tionghoa belum terjawab.
Jawaban yang ada, maaf saja, masih sangat summier.
Bahkan ada yang menghubungkan hilangnya kumis di kalangan Tionghoa dengan 
Hitler, di mana di katakan karena dia sudah mati maka kumis bukan budaya lagi. 
Padahal hari ini tidak kurang dari seorang Wapres Indonesia masih pakai kumis 
a'la Hitler, he he he...

Tapi okay deh, sambil menunggu adanya pendapat tentang kumis ini yang berangkat 
dari pemahaman budaya tionghoa, saya ada pertanyaan budaya yang lain.
Yaitu tentang petasan, yang sekarang di bulan puasa ini, lagi ramai diletuskan 
orang.

Kita tahu, bahan peledak ditemukan pertama kali di Tiongkok, walau hanya 
berkembang sebagai produk budaya.
Sehingga praktis tidak pernah di Tiongkok bahan peledak ini disebut mesiu, 
hanya disebut petasan saja.
Memang betul di jaman akhir Beng (Ming) dan Ceng (Qing), misalnya, tentara 
dinasti itu sudah juga memakai meriam, tetapi baik larasnya, maupun 
proyektilnya, itu merupakan teknologi impor.

Tentu perlu disayangkan bahwa penemuan orang Tionghoa ini tidak pernah 
berkembang sebagai produk industri Cina sendiri.
Sehingga kaum Gie Hoo Toan dalam Perang Boxer hanya mampu pakai tumbak dan 
golok, maka mereka kalah dari kontingen 7 negara asing, yang jumlahnya sedikit 
tetapi memakai senjata api.
Dan juga, karena itu pula kemudian Tiongkok dapat diperhina oleh Jepang.

Tetapi okay lah, itu sejarah yang sudah berlalu.
Sekarang kita lihat petasan sebagai produk budaya tionghoa saja.
Produk ini termasuk salahsatu dari banyak aspek budaya yang disebar-luaskan 
kaum perantau Tionghoa ke mancanegara, termasuk ke Lamyang. 
Karena itu di Indonesia pun kebiasaan meletuskan petasan, saya yakin merupakan 
pengaruh kaum hoakiauw.

Sekarang pertanyaan saya, apakah kata "petasan", yang digunakan di daerah 
Jakarta dan Jawa Barat untuk menyebut bahan peledak itu, juga berasal dari 
bahasa Tionghoa?
Bagaimana dengan kata "mercon", yang digunakan di Jawa Tengah dan Timur, apakah 
juga berasal dari bahasa Tionghoa (barangkali dari sinonimnya atau dari dialek 
berbeda)?

Selanjutnya, kita lihat di wilayah Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan 
salahsatu tempat di mana konsentrasi kaum Tionghoa perantauan cukup padat.
Di sini penggunaan petasan sangat luas. Tidak hanya di kalangan Tionghoa, 
tetapi juga di antara suku-suku lain. 
Terutama di kalangan suku asli Jakarta, kaum Betawi. Sampai-sampai dalam 
perkawinan orang Betawi, yang notabene bergama Islam, pun tidak ketinggalan 
diletuskan petasan, meniru apa yang dilakukan dalam perkawinan orang Tionghoa.

Pertanyaan tentang petasan berikutnya, di Semarang, yang konsentrasi kaum 
Tionghoa pearantauan tidak kalah padatnya dari Jakarta, bahkan barangkali lebih 
padat lagi, mengapa tidak demikian meluasnya budaya penggunaan mercon seperti 
halnya di Jakarta?
Saya belum pernah dengar, misalnya, perkawinan orang Jawa di Semarang yang 
diramaikan dengan mercon. 
Apakah karena perantau Tionghoa di Semarang kebanyakan datang dari daerah di 
Tiongkok yang kurang suka pakai mercon? Padahal, setahu saya, di Tiongkok kan 
merata orang pakai mercon di mana-mana.

Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun 
Hokkiannya)?

Wasalam.

[Non-text portions of this message have been removed]



 

   
-
 For ideas on reducing your carbon footprint visit Yahoo! For Good this month.

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Petasan

2007-09-22 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
Pertanyaan saya mengenai kumis dalam korelasinya dengan budaya tionghoa belum 
terjawab.
Jawaban yang ada, maaf saja, masih sangat summier.
Bahkan ada yang menghubungkan hilangnya kumis di kalangan Tionghoa dengan 
Hitler, di mana di katakan karena dia sudah mati maka kumis bukan budaya lagi. 
Padahal hari ini tidak kurang dari seorang Wapres Indonesia masih pakai kumis 
a'la Hitler, he he he...

Tapi okay deh, sambil menunggu adanya pendapat tentang kumis ini yang berangkat 
dari pemahaman budaya tionghoa, saya ada pertanyaan budaya yang lain.
Yaitu tentang petasan, yang sekarang di bulan puasa ini, lagi ramai diletuskan 
orang.

Kita tahu, bahan peledak ditemukan pertama kali di Tiongkok, walau hanya 
berkembang sebagai produk budaya.
Sehingga praktis tidak pernah di Tiongkok bahan peledak ini disebut mesiu, 
hanya disebut petasan saja.
Memang betul di jaman akhir Beng (Ming) dan Ceng (Qing), misalnya, tentara 
dinasti itu sudah juga memakai meriam, tetapi baik larasnya, maupun 
proyektilnya, itu merupakan teknologi impor.

Tentu perlu disayangkan bahwa penemuan orang Tionghoa ini tidak pernah 
berkembang sebagai produk industri Cina sendiri.
Sehingga kaum Gie Hoo Toan dalam Perang Boxer hanya mampu pakai tumbak dan 
golok, maka mereka kalah dari kontingen 7 negara asing, yang jumlahnya sedikit 
tetapi memakai senjata api.
Dan juga, karena itu pula kemudian Tiongkok dapat diperhina oleh Jepang.

Tetapi okay lah, itu sejarah yang sudah berlalu.
Sekarang kita lihat petasan sebagai produk budaya tionghoa saja.
Produk ini termasuk salahsatu dari banyak aspek budaya yang disebar-luaskan 
kaum perantau Tionghoa ke mancanegara, termasuk ke Lamyang. 
Karena itu di Indonesia pun kebiasaan meletuskan petasan, saya yakin merupakan 
pengaruh kaum hoakiauw.

Sekarang pertanyaan saya, apakah kata "petasan", yang digunakan di daerah 
Jakarta dan Jawa Barat untuk menyebut bahan peledak itu, juga berasal dari 
bahasa Tionghoa?
Bagaimana dengan kata "mercon", yang digunakan di Jawa Tengah dan Timur, apakah 
juga berasal dari bahasa Tionghoa (barangkali dari sinonimnya atau dari dialek 
berbeda)?

Selanjutnya, kita lihat di wilayah Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan 
salahsatu tempat di mana konsentrasi kaum Tionghoa perantauan cukup padat.
Di sini penggunaan petasan sangat luas. Tidak hanya di kalangan Tionghoa, 
tetapi juga di antara suku-suku lain. 
Terutama di kalangan suku asli Jakarta, kaum Betawi. Sampai-sampai dalam 
perkawinan orang Betawi, yang notabene bergama Islam, pun tidak ketinggalan 
diletuskan petasan, meniru apa yang dilakukan dalam perkawinan orang Tionghoa.

Pertanyaan tentang petasan berikutnya, di Semarang, yang konsentrasi kaum 
Tionghoa pearantauan tidak kalah padatnya dari Jakarta, bahkan barangkali lebih 
padat lagi, mengapa tidak demikian meluasnya budaya penggunaan mercon seperti 
halnya di Jakarta?
Saya belum pernah dengar, misalnya, perkawinan orang Jawa di Semarang yang 
diramaikan dengan mercon. 
Apakah karena perantau Tionghoa di Semarang kebanyakan datang dari daerah di 
Tiongkok yang kurang suka pakai mercon? Padahal, setahu saya, di Tiongkok kan 
merata orang pakai mercon di mana-mana.

Eh iya, apa ya "petasan" itu dalam bahasa Tionghoa (Mandarinnya maupun 
Hokkiannya)?

Wasalam.

[Non-text portions of this message have been removed]