Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
yg gw maksud itu khan ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA boekan masalah bio2an di agama KHC. Mbok ya taro aje bio Kwan Kong getu di ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA hehehehehehehehehehe lagian khan Kwan Kong itu ama 3 agama tiongkok diakuin jg lambang kesetiaan dan berbakti pada negara tuh. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ulysee_me2" wrote: > > yahoo error neh, dari kmaren g posting mental mulu. > Boss Akian, itu yang lagi kurang dana justeru bio nya deh > kata blog tetangga : > 11 January 2010 > Kong Miao di TMII Jakarta > Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan segera dilengkapi dengan Kong Miao. > Tempat ibadah Khonghucu ini diperkirakan rampung pertengahan tahun ini. > > Oleh Lambertus Hurek > > SELAMA Orde Baru (1966-1998) hanya ada lima agama yang diakui negara. Yakni, > Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha. Karena itu, Kong Miao akan > melengkapi lima rumah ibadah yang sudah berdiri di kompleks TMII di kawasan > Jakarta Timur. > > Setelah reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm) mencabut > Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat-istiadat > Tionghoa. Maka, sejak 17 Januari 2000 eksistensi agama Khonghucu diakui > sebagaimana lima agama resmi sebelumnya. > > Sejalan dengan itu, pengelola TMII akhirnya menyediakan sebidang tanah untuk > Kong Miao alias klenteng Khonghucu. ¡§Pembangunan Khong Miao baru benar-benar > intensif dikerjakan sejak tahun lalu. Mudah-mudahan tahun 2010 ini bisa > rampung,¡¨ kata Budi S Tanuwibowo, ketua umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu > Indonesia (Matakin), pekan lalu. > > Saat ini bangunan fisik klenteng baru itu sudah mulai terlihat. Sejumlah > tukang asal Bandung dan Solo pun sibuk mengerjakannya. Namun, menurut Budi, > proses pembangunannya masih memerlukan waktu lama. Diperkirakan, Khong Miao > ini baru selesai pertengahan atau akhir tahun ini. > > ¡§Bangunan utamanya sih bisa cepat selesai. Tapi detil-detil dan berbagai > ornamen akan memakan waktu lama. Sebab, akan ada ukiran-ukiran baik di dalam > maupun di luar,¡¨ ujar rohaniwan senior ini. > > Bila dilihat dari arah selatan, bangunan pertama berbentuk lingkaran dengan > diameter sembilan meter. Ini sebagai simbol Thian, Tuhan Yang Mahakuasa. > Adapun dua bangunan lain sebagai simbol Ti (bumi) dan Ren (manusia). > > ¡§Filosofi ini kita pegang teguh. Ada hubungan yang harmonis, tak bisa > dipisahkan, antara Thian, bumi, dan manusia,¡¨ tegas Budi Tanuwibowo. > > Menurut dia, kehadiran Kong Miao di TMII sangat bermakna bagi jemaat > Khonghucu di tanah air. Pertama, melengkapi lima rumah ibadah yang sudah ada > sebagai miniatur kemajemukan di tanah air. Kedua, agama Khonghucu makin eksis > sebagai salah satu dari enam agama resmi di tanah air. > > Yang tak kalah penting, ¡§Kalau ada ritual-ritual kegamaan dan atraksi > kesenian Tionghoa, bisa menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar > negeri,¡¨ katanya. > > Sejak peletakan batu pertama di TMII, Februari 2009, banyak umat Khonghucu > berharap Kong Miao itu sudah bisa digunakan pada perayaan tahun baru Imlek > 2561 yang jatuh ada 14 Februari mendatang. Ternyata, proses pengerjaannya tak > bisa secepat yang dibayangkan. > > ¡§Kami sih tergantung pasokan material dari bos aja. Kalau semuanya oke, ya, > bisa cepat selesai. Wong bangunannya tidak seberapa besar,¡¨ ujar seorang > tukang kepada saya. > - > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" wrote: > > > > iya iya tapi kok gak ada bio ya ? mestinya yg namanya pecinan mesti ada > > bio, wong bio itu khan gak tjoema arsitekturnya doank kok. > > > > apalage pake nama ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA, lha bio itu khan budaya > > tionghoa abis hehehehehehehehehe > > > > oh tanya kenapa hahahahahahahahahaha > > > > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Azura-Mazda wrote: > > > > > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > > > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > > > Reason aslinya, saya ndak tau. > > > > > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > > > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > > > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > > > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > > > > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > > > tidak luas-luas amat. > > > > > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > > > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > > > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > > > > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > > > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > > > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > > > > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > > > adalah se
Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Justru itu cici ully, yg dibutuhkan bukan kong miao. Tp bio aja tanpa embel2 kong, fo, tao dll. Jd semua bisa nyaman dirumahnya. Klenteng jaman dulu dan masih eksis sampe skrg pun engga pake embel2 KHC, TAO, Buddha. Sapa pun boleh gabung. Ini yg ga disadari entah sengaja atau tidak. -Original Message- From: "ulysee_me2" Date: Tue, 02 Feb 2010 12:46:02 To: Subject: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA yahoo error neh, dari kmaren g posting mental mulu. Boss Akian, itu yang lagi kurang dana justeru bio nya deh kata blog tetangga : 11 January 2010 Kong Miao di TMII Jakarta Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan segera dilengkapi dengan Kong Miao. Tempat ibadah Khonghucu ini diperkirakan rampung pertengahan tahun ini. Oleh Lambertus Hurek SELAMA Orde Baru (1966-1998) hanya ada lima agama yang diakui negara. Yakni, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha. Karena itu, Kong Miao akan melengkapi lima rumah ibadah yang sudah berdiri di kompleks TMII di kawasan Jakarta Timur. Setelah reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm) mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat-istiadat Tionghoa. Maka, sejak 17 Januari 2000 eksistensi agama Khonghucu diakui sebagaimana lima agama resmi sebelumnya. Sejalan dengan itu, pengelola TMII akhirnya menyediakan sebidang tanah untuk Kong Miao alias klenteng Khonghucu. ¡§Pembangunan Khong Miao baru benar-benar intensif dikerjakan sejak tahun lalu. Mudah-mudahan tahun 2010 ini bisa rampung,¡¨ kata Budi S Tanuwibowo, ketua umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), pekan lalu. Saat ini bangunan fisik klenteng baru itu sudah mulai terlihat. Sejumlah tukang asal Bandung dan Solo pun sibuk mengerjakannya. Namun, menurut Budi, proses pembangunannya masih memerlukan waktu lama. Diperkirakan, Khong Miao ini baru selesai pertengahan atau akhir tahun ini. ¡§Bangunan utamanya sih bisa cepat selesai. Tapi detil-detil dan berbagai ornamen akan memakan waktu lama. Sebab, akan ada ukiran-ukiran baik di dalam maupun di luar,¡¨ ujar rohaniwan senior ini. Bila dilihat dari arah selatan, bangunan pertama berbentuk lingkaran dengan diameter sembilan meter. Ini sebagai simbol Thian, Tuhan Yang Mahakuasa. Adapun dua bangunan lain sebagai simbol Ti (bumi) dan Ren (manusia). ¡§Filosofi ini kita pegang teguh. Ada hubungan yang harmonis, tak bisa dipisahkan, antara Thian, bumi, dan manusia,¡¨ tegas Budi Tanuwibowo. Menurut dia, kehadiran Kong Miao di TMII sangat bermakna bagi jemaat Khonghucu di tanah air. Pertama, melengkapi lima rumah ibadah yang sudah ada sebagai miniatur kemajemukan di tanah air. Kedua, agama Khonghucu makin eksis sebagai salah satu dari enam agama resmi di tanah air. Yang tak kalah penting, ¡§Kalau ada ritual-ritual kegamaan dan atraksi kesenian Tionghoa, bisa menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri,¡¨ katanya. Sejak peletakan batu pertama di TMII, Februari 2009, banyak umat Khonghucu berharap Kong Miao itu sudah bisa digunakan pada perayaan tahun baru Imlek 2561 yang jatuh ada 14 Februari mendatang. Ternyata, proses pengerjaannya tak bisa secepat yang dibayangkan. ¡§Kami sih tergantung pasokan material dari bos aja. Kalau semuanya oke, ya, bisa cepat selesai. Wong bangunannya tidak seberapa besar,¡¨ ujar seorang tukang kepada saya. - --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" wrote: > > iya iya tapi kok gak ada bio ya ? mestinya yg namanya pecinan mesti ada bio, > wong bio itu khan gak tjoema arsitekturnya doank kok. > > apalage pake nama ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA, lha bio itu khan budaya tionghoa > abis hehehehehehehehehe > > oh tanya kenapa hahahahahahahahahaha > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Azura-Mazda wrote: > > > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > > Reason aslinya, saya ndak tau. > > > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > > tidak luas-luas amat. > > > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > > yg berpikiran sama. Bisa memicu konfli
Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
yahoo error neh, dari kmaren g posting mental mulu. Boss Akian, itu yang lagi kurang dana justeru bio nya deh kata blog tetangga : 11 January 2010 Kong Miao di TMII Jakarta Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan segera dilengkapi dengan Kong Miao. Tempat ibadah Khonghucu ini diperkirakan rampung pertengahan tahun ini. Oleh Lambertus Hurek SELAMA Orde Baru (1966-1998) hanya ada lima agama yang diakui negara. Yakni, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha. Karena itu, Kong Miao akan melengkapi lima rumah ibadah yang sudah berdiri di kompleks TMII di kawasan Jakarta Timur. Setelah reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm) mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat-istiadat Tionghoa. Maka, sejak 17 Januari 2000 eksistensi agama Khonghucu diakui sebagaimana lima agama resmi sebelumnya. Sejalan dengan itu, pengelola TMII akhirnya menyediakan sebidang tanah untuk Kong Miao alias klenteng Khonghucu. ¡§Pembangunan Khong Miao baru benar-benar intensif dikerjakan sejak tahun lalu. Mudah-mudahan tahun 2010 ini bisa rampung,¡¨ kata Budi S Tanuwibowo, ketua umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), pekan lalu. Saat ini bangunan fisik klenteng baru itu sudah mulai terlihat. Sejumlah tukang asal Bandung dan Solo pun sibuk mengerjakannya. Namun, menurut Budi, proses pembangunannya masih memerlukan waktu lama. Diperkirakan, Khong Miao ini baru selesai pertengahan atau akhir tahun ini. ¡§Bangunan utamanya sih bisa cepat selesai. Tapi detil-detil dan berbagai ornamen akan memakan waktu lama. Sebab, akan ada ukiran-ukiran baik di dalam maupun di luar,¡¨ ujar rohaniwan senior ini. Bila dilihat dari arah selatan, bangunan pertama berbentuk lingkaran dengan diameter sembilan meter. Ini sebagai simbol Thian, Tuhan Yang Mahakuasa. Adapun dua bangunan lain sebagai simbol Ti (bumi) dan Ren (manusia). ¡§Filosofi ini kita pegang teguh. Ada hubungan yang harmonis, tak bisa dipisahkan, antara Thian, bumi, dan manusia,¡¨ tegas Budi Tanuwibowo. Menurut dia, kehadiran Kong Miao di TMII sangat bermakna bagi jemaat Khonghucu di tanah air. Pertama, melengkapi lima rumah ibadah yang sudah ada sebagai miniatur kemajemukan di tanah air. Kedua, agama Khonghucu makin eksis sebagai salah satu dari enam agama resmi di tanah air. Yang tak kalah penting, ¡§Kalau ada ritual-ritual kegamaan dan atraksi kesenian Tionghoa, bisa menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri,¡¨ katanya. Sejak peletakan batu pertama di TMII, Februari 2009, banyak umat Khonghucu berharap Kong Miao itu sudah bisa digunakan pada perayaan tahun baru Imlek 2561 yang jatuh ada 14 Februari mendatang. Ternyata, proses pengerjaannya tak bisa secepat yang dibayangkan. ¡§Kami sih tergantung pasokan material dari bos aja. Kalau semuanya oke, ya, bisa cepat selesai. Wong bangunannya tidak seberapa besar,¡¨ ujar seorang tukang kepada saya. - --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" wrote: > > iya iya tapi kok gak ada bio ya ? mestinya yg namanya pecinan mesti ada bio, > wong bio itu khan gak tjoema arsitekturnya doank kok. > > apalage pake nama ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA, lha bio itu khan budaya tionghoa > abis hehehehehehehehehe > > oh tanya kenapa hahahahahahahahahaha > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Azura-Mazda wrote: > > > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > > Reason aslinya, saya ndak tau. > > > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > > tidak luas-luas amat. > > > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > > adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai > > masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. > > Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa > > memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. > > > > Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik > > sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. > > > > Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini > > ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertan
Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
bio kan identik dgn ritual keagamaan (menurut mereka). PSMTI itu dominan kristen-katolik, anti berhala. Nanti kalo dibikin bio, lah Haji Anda Hakim bakal nuntut didirikannya mesjid ala cheng ho di dalem anjungan. Lantas orang-orang kristen PSMTI ngotot mesti ada gereja-tionghoa ala St. Fatima. Lalu ada litang matakin deh. Dan jangan keliru juga mempersepsikan kalo anjungan ini ada kaitannya dengan budaya. INI SEMUA POLITIK. TMII adalah model fasis simbolik. Ibu Tien mengira bahwa persatuan suku-bangsa Indonesia bisa ditampilkan secara semu dengan TMII. Padahal, konflik separatis terjadi dari Sabang to Mareuke. Sejak zaman majapahit sampe sekarang. Mari buat petisi menolak adanya anjungan 'tionghoa' di TMII...!!! India & Arap saja menolak diperalat. --- Pada Sen, 1/2/10, ardian_c menulis: Dari: ardian_c Judul: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 10:03 PM iya iya tapi kok gak ada bio ya ? mestinya yg namanya pecinan mesti ada bio, wong bio itu khan gak tjoema arsitekturnya doank kok. apalage pake nama ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA, lha bio itu khan budaya tionghoa abis hehehehehehehehehe oh tanya kenapa hahahahahahahahahah a --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Azura-Mazda wrote: > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > Reason aslinya, saya ndak tau. > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli.. > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > tidak luas-luas amat. > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai > masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. > Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa > memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. > > Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik > sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. > > Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini > ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke > Pa Harto sendiri donk > > > Huangdi Bless U > > --- Pada Sen, 1/2/10, dkhkwa menulis: > > Dari: dkhkwa > Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA > Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com > Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > Pa Tjandra, > > > > Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 ha, > “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 > ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela > atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan > lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga > pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan > tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? > Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya > menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada > uang, ada barang”? > > > > Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa > tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang > hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada > pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk > perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas > kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing > bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di > Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor”
Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
iya iya tapi kok gak ada bio ya ? mestinya yg namanya pecinan mesti ada bio, wong bio itu khan gak tjoema arsitekturnya doank kok. apalage pake nama ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA, lha bio itu khan budaya tionghoa abis hehehehehehehehehe oh tanya kenapa hahahahahahahahahaha --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Azura-Mazda wrote: > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > Reason aslinya, saya ndak tau. > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > tidak luas-luas amat. > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai > masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. > Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa > memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. > > Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik > sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. > > Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini > ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke > Pa Harto sendiri donk > > > Huangdi Bless U > > --- Pada Sen, 1/2/10, dkhkwa menulis: > > Dari: dkhkwa > Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA > Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com > Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM > > > > > > > > Â > > > > > > > > > > > > > > Pa Tjandra, > > > > Yang owe dengar dari âsumber yang bisa dipercayaâ, tanah aslinya adalah 1 > ha, âHebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling > besar 2 ha.â Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah > dengan sukarela atau paksa âbahkan serah terima juga tak lancar karena > harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung > pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur > maka lahan tsb sekarang terbebaskan.â Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, > apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa > berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk âmenebus dosaâ??? Bukankah > kata pepatah, âada uang, ada barangâ? > > > > Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa > tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang > hendak dibuat adalah âmain building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada > pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk > perayaan Peh Chun).â Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas > kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing > bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di > Indonesia, yang tukang-tukangnya âdiimporâ langsung dari Tiongkok, > sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton > Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. âDisain ini bukan > replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.â > Kenapa bersikap âalergiâ betul terhadap para tuan tanah atau pejabat > TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin > seperti para raja, sultan atau bupati mereka? > > > > Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota > Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Seâou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), > lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau > (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa > asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang > saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, > Shenzhen? Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli > loh!!! Yang owe tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, > China Folk Cultures Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan > berdasarkan kelompok etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain > bangunan-bangunan baru yang ângga karuan juntrungannyaâ!!! (PCMIIW) Lalu > ke mana orang harus pergi bila ingin mencari dan mempe
Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Pak Irawan, Terlepas dari masalah pembongkaran bangunan lama, tujuan dan manfaat dari taman budaya di taman mini itu sendiri sangat meragukan. Ini bukan masalah emosi, tapi sudah masalah rasional. Ditinjau dari aspek sosial, budaya maupun dari kacamata akademis arsitektur juga sangat absurd menggelikan. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: "Dr. Irawan" Date: Mon, 1 Feb 2010 11:26:26 To: Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa jadul yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2 ini yang masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka para tokoh2 budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi budaya Tionghoa. Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2 lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2 swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya dicari win-win solution. Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng. Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala Soja, Dr.Irawan., 2010/2/1 Azura-Mazda > > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > Reason aslinya, saya ndak tau. > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > tidak luas-luas amat. > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai > masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. > Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa > memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. > > Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik > sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. > > Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini > ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke > Pa Harto sendiri donk > > > Huangdi Bless U > > --- Pada *Sen, 1/2/10, dkhkwa * menulis: > > > Dari: dkhkwa > Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA > Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com > Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM > > > > > > Pa Tjandra, > > Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 > ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar > 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan > sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus > membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa > Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur > maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, > apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa > berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata > pepatah, “ada uang, ada barang”? > > Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa > tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang > hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada > pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk > perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas > kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing > bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada > di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, > sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton > Yogyakarta yang memang a
Re: Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Saya rasa Azura -Mazda ada benarnya , dengan tanpa mengurangi hormat kami kepada para tokoh2 yang menyesalkan pembongkaran situs2 budaya Tionghoa jadul yang lalu. Jadi Pak Tjandra Gozhali juga jangan mendesak terus beliau2 ini yang masih emosi. Ibaratnya jangan ngebangunin macan tidur. Sebab mereka para tokoh2 budaya disini juga ada caranya sendiri untuk mempreservasi budaya Tionghoa. Sekarang yang penting agar panitia pembangunan itu coba approach ke pihak2 lainnya, dengan segala option yang mungkin bisa jalan , contoh ikut sertakan ormas lainnya , jangan hanya dikungkungi oleh satu ormas saja. Atau pihak2 swasta lainnya yang berminat , tentunya tidak ada free lunch, pokoknya dicari win-win solution. Saya hargai usaha Pak Tjandra membantu Pak Teddy, memang sebagai Post Media harus berbuat kearah itu. Semoga Post Media tetap langgeng. Untuk Pak David Kwa, mohon maaf kalau ada omongan owe yang sala Soja, Dr.Irawan., 2010/2/1 Azura-Mazda > > > Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing > 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. > Reason aslinya, saya ndak tau. > > Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. > Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari > masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. > Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. > > Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri > tidak luas-luas amat. > > Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan > oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. > Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. > > Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya > anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada > yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. > > Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI > adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai > masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. > Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa > memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. > > Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik > sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. > > Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini > ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke > Pa Harto sendiri donk > > > Huangdi Bless U > > --- Pada *Sen, 1/2/10, dkhkwa * menulis: > > > Dari: dkhkwa > Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA > Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com > Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM > > > > > > Pa Tjandra, > > Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 > ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar > 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan > sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus > membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa > Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur > maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, > apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa > berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata > pepatah, “ada uang, ada barang”? > > Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa > tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang > hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada > pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk > perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas > kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing > bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada > di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, > sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton > Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan > replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” > Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat > TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin > seperti para raja, sultan atau bupati mereka? > > Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota > Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), > lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau > (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa > asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang > saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou
Bls: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA
Menurut keterangan, Pa Harto menawarkan India & Arap, masing-masing 1hektar. Tapi India & Arap merasa tidak perlu membangun anjungan di sana. Reason aslinya, saya ndak tau. Karena para tokoh Tionghoa cenderung murah hati, ke 2 lahan itu dibeli. Harganya saya ga tau. Lalu ada penambahan tanah yg juga dibeli dari masyarakat setempat. Saya kira tidak ada paksaan. Yg ada negosiasi. Buktinya tidak pernah ada kabar bentrok warga vs pihak TMII. Dari 4 hektar itu, ada danau & area parkir. Jadi bangunnnya sendiri tidak luas-luas amat. Soal nama-nama donatur, kita ini menghargai setiap budi yg diberikan oleh orang laen. Sekecil apa pun kemurahan hati ya harus dihargai. Salah satunya mungkin dengan mengukir nama-nama donatur. Tapi kalo sbagian orang Tionghoa saja tidak senang dengan adanya anjungan model begini, saya kira non-tionghoa mungkin juga ada yg berpikiran sama. Bisa memicu konflik sosial. Soal arsitektur Tionghoa, menurut bbrp orang tua petinggi PSMTI adalah semacam permintaan Pa Harto secara pribadi. Sebagai masyarakat yg patuh sama orang tua ya dituruti maunya pak Harto. Alasannya pun saya tidak tau. Entah berpikir ya identitas Tionghoa memang seperti itu. Apa salahnya? Saya pribadi tidak sino-phobic. Lebi menarik, kenapa India & Arap menolak? Kalo analisanya konflik sosial, maka keputusan langkah pimpinan India & Arap sudah tepat. Karena permintaan Pa Harto, maka pihak penyerang anjungan ini ya mestinya jangan maki si Tionghoa. Tapi coba pertanyakan ke Pa Harto sendiri donk Huangdi Bless U --- Pada Sen, 1/2/10, dkhkwa menulis: Dari: dkhkwa Judul: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 2:51 AM Pa Tjandra, Yang owe dengar dari “sumber yang bisa dipercaya”, tanah aslinya adalah 1 ha, “Hebatnya anjungan ini luasnya 4,5 ha padahal anjungan lain paling besar 2 ha.” Tapi, karena tanah selebihnya dibeli dari penduduk entah dengan sukarela atau paksa “bahkan serah terima juga tak lancar karena harus membebaskan lahan tsb dari penduduk ilegal yg suka main keras. Untung pa Tedy juga pensiunan petinggi ABRI dan dibantu oleh beberapa orang donatur maka lahan tsb sekarang terbebaskan.” Jadi, kalau sekarang luasnya 4,5 ha, apa anehnya? Orang boleh beli koq, bukan pengasih babe ato yang semasa berkuasanya menindas orang TIONGHOA, untuk “menebus dosa”??? Bukankah kata pepatah, “ada uang, ada barang”? Luasnya yang jau melebihi anjungan dari daerah-daerah lain di Indonesia apa tidak dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan sosial? Apalagi bangunan yang hendak dibuat adalah “main building Taman Budaya Tionghoa yg megah (ada pagoda segala dan danau buatan di kelilingi pohon Liang Liu yg indah utk perayaan Peh Chun).” Yang dibangun bukanlah replika dari gedung bekas kediaman tokoh masyarakat Anu dari daerah Anu di Indonesia, yang tak asing bagi sebagian orang, tapi sesuatu yang benar-benar asing, karena tidak ada di Indonesia, yang tukang-tukangnya “diimpor” langsung dari Tiongkok, sedangkan anjungan-anjungan lain toch mengambil contoh, misalnya, Keraton Yogyakarta yang memang aslinya benar-benar ada di Yogya. “Disain ini bukan replika dari rumah kuno para tuan tanah Tionghoa, tetapi sama sekali baru.” Kenapa bersikap “alergi” betul terhadap para tuan tanah atau pejabat TIONGHOA, sementara etnis LAIN biasa-biasa saja terhadap para pemimpin seperti para raja, sultan atau bupati mereka? Ataukah anjungan Tionghoa Indonesia isinya adalah replika Cikim-snia (Kota Terlarang) di Pakknia (Beijing), Danau Se’ou (Xihu) di Hangciu (Hangzhou), lengkap dengan pohon Yangliu-nya segala, Taman-taman Souciu (Suzhou), Pailau (Gerbang) dari Emui (Xiamen), dsb. Kalau orang mau melihat bangunan Tionghoa asli di Tiongkok, kenapa mereka harus ke Taman Mini? Kenapa tidak terbang saja langsung ke Beijing, Shanghai, Hangzhou, Suzhou, Xiamen, Guangzhou, Shenzhen? Di sana malah lebih bagus, bukan tiruan seperti kita, tapi asli loh!!! Yang owe tahu, di Shenzhen juga dibikin miniatur seperti di kita, China Folk Cultures Village, tapi kan mereka menampilkan beragam bangunan berdasarkan kelompok etnik yang memang ADA di Tiongkok, bukan mendisain bangunan-bangunan baru yang “ngga karuan juntrungannya”!!! (PCMIIW) Lalu ke mana orang harus pergi bila ingin mencari dan mempelajari bangunan ala TIONGHOA INDONESIA, kalau bangunan asli yang ada sudah dihancurkan dan replikanya yang dibuat sesuai aslinya pun tidak ada? Apakah sejarah dan jatidiri Tionghoa Indonesia mau dihapuskan, digantikan dengan sejarah non-Tionghoa Indonesia versi Taman Mini yang―lagi-lagi―“ngga karuan juntrungannya”??? Owe harep itu perkara tida nanti sampe kajadian pada generatie muda kita sampe kapan juga. Muhun maaf seandeh owe punya kata-kata ada yang sala. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Tjandra Ghozalli wrote: Bab. 1 Dear members, Mema