Pengalaman perkawinan campur Tionghua - Jawa Re: [budaya_tionghua] Re: perkawinan campur...nimbrung

2009-10-28 Terurut Topik hari.alim
Sebetulnya perkawinan campur tidak selalu berjalan seperti yang diceritakan 
berdasar pengalaman Tan Lookay. Kebetulan saja yang dialami oleh Tan Lookay 
seperti yang diuraikan, atau lebih tepatnya tidak ada data statistik yang 
menunjang claim claim tertentu.

Perkawinan campur harus di kategorikan ke beberapa macam. Misalnya apakah ini 
perkawinan antara dua orang yang belum kawin? ataukah antara duda dengan anak 
gadis atau antara janda dengan jejaka. Dan apakah sang duda atau sang janda 
sudah mempunyai anak dengan isteri/suami sebelumnya? Apakah mereka menjadi duda 
atau janda karena bercerai hidup atau karena pasangannya meninggal?

Kemudian juga harus dilihat bagaimanakah status sosial masing2 pihak? Apakah 
status sosial mereka sama? Apakah status materi mereka sama? Ataukah status 
yang satu lebih tinggi dari yang lain?

Dan kapan perkawinan campur ini terjadi? Sebelum tahun 1920'an atau antara 1920 
1945? Atau 45 sd 70? Atau 70 sd 98? Atau sesudah tahun 1998?

Dan dimana? Di Jawa atau di luar Jawa? Antara suku apa? Dan apakah ada 
perbedaan agama?

Walaupun tidak ada data statistik yang mendukung, agaknya berdasar cerita 
cerita dari jaman dahulu dan melihat ke sekeliling, di jaman dahulu (seb 45), 
perkawinan campur lebih tidak menjadi masalah, jika semakin sedikit faktor yang 
bisa menjadi penghalang. Misalnya antara perjaka dan gadis lebih sedikit 
masalahnya dibanding duda atau janda sdh beranak dengan gadis/jejaka. Dalam hal 
yang terakhir, baik yang cerai hidup maupun yang karena pasangan meninggal, 
maka biasanya faktor keluarga (ayah, ibu, saudara) dari yang bercerai atau yang 
meninggal ikut bersuara karena sudah ada anak tadi.

Juga walaupun tidak ada statistik yang mendukung, tetapi dari beberapa 
perkawinan campur yang penulis ketahui dari masa sebelum tahun 45, biasanya 
status sosial menjadi faktor penentu apakah seseorang akan ikut menjadi 
golongan yang mana. Ada banyak kasus terutama di Jawa (yang diketahui oleh 
penulis) yang orang Jawa menjadi orang Tionghoa, tapi juga ada kasus dimana 
orang Tionghoa menjadi orang Jawa. Di jaman dulu katanya status sosial dan 
status materi yang menentukan, biasanya yang kalah statusnya 'di dudut' oleh 
pihak yang status nya lebih tinggi.  Dan ini bisa berlaku baik bagi pria maupun 
wanita.

Antara tahun 1900'an sampai dengan 1945 datang sejumlah pemuda imigran dari 
daratan Tiongkok, banyak diantara mereka yang kemudian mengambil gadis lokal 
menjadi isterinya, walaupun tidak ada data statistik yang mendukung, perkawinan 
campur mereka melahirkan generasi yang kemudian dan tidak ada masalah.

Dan sebetulnya perkawinan campur seperti ini juga sudah terjadi beberapa abad 
sebelumnya terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kenapa Jawa Tengah 
dan Jawa Timur? Ya karena waktu itu lebih banyak yang berorientasi ke pusat 
ekonomi Jawa, yang tentu saja masih bukan Jakarta tetapi berada di Jawa Tengah 
dan Jawa Timur.

Lagi lagi tanpa data statistik yang mendukung, ada yang merasakan terutama 
setelah tahun 1970'an faktor yang menentukan terhadap perkawinan campur 
bergeser ke agama.

Tentu saja semua ini akan menjadi subyek yang menarik untuk menjadi bahan 
kajian yaitu membandingkan pergeseran yang terjadi dalam hal faktor2 yang 
menentukan di perkawinan campur sebelum tahun 45 dan sesudah tahun 45. Atau 
mungkin dengan periodisasi yang lebih rinci lagi

Tentu saja itu semua bisa dijadikan tugas akhir untuk meraih gelar sarjana.

Salam, Harry Alim



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tantono Subagyo tant...@... wrote:

 Lookay sudah tua (58) dan menjalani sendiri, jadi bisa share
 pengalaman. Ayah Lookay almarhum pertama kali menikah dengan sesama suku,
 setelah punya anak 5 orang lalu mama tua (Lookay blom pernah ketemu)
 meninggal.  Ketika papa Lookay mau menikah dengan mama Lookay, jaman itu
 masih kuno , jadi ayah Lookay agak dikucilkan dari rumah besar.  Lha, mama
 Lookay gimana ?. Ya payah juga malah dikatakan jadi gundik, padahal dinikah
 resmi secara agama dan ada surat nikahnya.  



Pengalaman perkawinan campur Tionghua - Jawa Re: [budaya_tionghua] Re: perkawinan campur...nimbrung

2009-10-27 Terurut Topik Tantono Subagyo
Lookay sudah tua (58) dan menjalani sendiri, jadi bisa share
pengalaman. Ayah Lookay almarhum pertama kali menikah dengan sesama suku,
setelah punya anak 5 orang lalu mama tua (Lookay blom pernah ketemu)
meninggal.  Ketika papa Lookay mau menikah dengan mama Lookay, jaman itu
masih kuno , jadi ayah Lookay agak dikucilkan dari rumah besar.  Lha, mama
Lookay gimana ?. Ya payah juga malah dikatakan jadi gundik, padahal dinikah
resmi secara agama dan ada surat nikahnya.  Dan kakak tiri Lookay bersikap
macam-macam, ada yang nganggap Lookay adik sendiri, ada yang tidak mengakui
Lookay.  Karena papa Lookay meninggal Lookay masih kecil, ya Jawanya jadi
tambah kentel karena semakin jauh dari rumah besar dan merangkul budaya
mama.  Lha setelah dewasa terulang lagi, lookay jatuh cinta sama seseorang
yang rumahnya dekat Keraton, istri Lookay cucu pangeran Hadiwinata dari HB
VI, pertentangan juga terjadi, tapi ya sama-sama nekat, setelah lima tahun
dengan usaha maksimal akhirnya Lookay toh jadi mantu favorit.  Trus
anak-anak gimana, anak pertama (laki-laki) menikah dengan puteri Sumatera
Utara, bubar dalam waktu dua tahun karena perbedaan cara pandang, sebentar
lagi anak kedua (perempuan) akan keluar pintu dan menikah dengan anak
keluarga Tung (Khek dan dibesarkan di Makassar), toh aman-aman saja. Jadi
perkawinan adalah antara dua orang yang menjalani, pihak lain jangan campur,
boleh menasehati tetapi semuanya terserah kepada yang menjalankan.  Kawin
beda suku ya lebih berat dalam hal penyesuaian , kalau keduanya kuat ya
berhasil, nggak ya bubar.  Salam, Tan Lookay