Kalo boleh menanggapi:
Pertama, yang manakah centre bagi warga keturunan Tionghoa di Indonesia,
apakah geopolitik dan kebudayaan Tionghoa, atau geopolitik dan
kebudayaan Indonesia. ?
Pertanyaan ini tidak akan pernah habis dibahas dan tidak akan pernah ketemu
jawaban yang sesuai. Tapi menurut pandangan saya berdsarkan pengalaman saya
sendiri adalah sebagai berikut.
Geopolitik dan kebudayaan yang menjadi center bagi orang Tionghoa Indonesia
adalah unik orang Tionghoa Indonesia. 'Bukan' Indonesia dan juga 'bukan'
Tionghoa itu sendiri. Karena orang Tionghoa Indonesia 'tidak' diakui
sebagai suku asli Indonesia, jadi Tionghoa Indonesia 'bukan' orang
Indonesia. Tapi, orang Tionghoa Indonesia juga 'bukan' orang Tionghoa.
Saya tidak akan membahas panjang lebar kenapa Tionghoa Indonesia 'bukan'
orang Indonesia. Rekan2 yang merasa dirinya orang Tionghoa Indoesia toh
bisa merasakannya sendiri apa dan bagaimana diperlakukan sebagai 'bukan'
orang Indonesia.
Lalu kenapa orang Tionghoa Indonesia juga 'bukan' orang Tionghoa? Banyak
diantara orang Tionghoa Indoesia yang tidak bisa berbahasa Tionghoa
(termasuk saya). Bagi orang Tionghoa seperti ini, kalau ke luar negeri,
ketemu orang Tionghoa, bisakah mereka menyebut dirinya sendiri orang
Tionghoa? Jawabannya tidak. Saya sendiri sudah 10 tahun lebih menetap di
luar, tapi saya masih suka ngomong suroboyoan kalo ketemu orang yang memang
dari jawa timur. Lebih terasa di rumah. Sering kangen makan soto, rawon,
bakso, yang notabene asli masakan Indonesia, dan masih suka masak sendiri
masakan seperti itu. Waktu ketemu orang Tionghoa yang memang berasal dari
Tionghoa, saya memang merasa lebih 'dekat' daripada waktu ketemu orang
bule, ataupun Jepang. Harus diakui rasa 'tali persaudaraan (?)' memang
sedikitnya ada. Tapi ya tetap aja tidak bisa mengakui diri sendiri sebagai
orang Tionghoa dihadapan orang Tionghoa (bagaimana mau ngaku orang
Tionghoa? bahasa Tionghoa saja gak ngerti? Tapi memang ukuran
ke-Tionghoa-an bukan dari bisa tidaknya berbahasa Tionghoa, tapi itu adalah
salah satu contoh)
Jadi, orang Tionghoa Indoesia, di Indonesia, di rumah sendiri dianggap
tamu, kalo ke luar rumah, di luar negeri, merasa Indonesia adalah rumah.
Mungkin yang bisa jadi jawaban, yang menjadi center bagi Tionghoa Indonesia
adalah dua kebudayaan, baik Tionghoa dan Indonesia itu sendiri. Dan saya
merasa alangkah senangnya kalau Tionghoa Indoesia itu bisa disejajarkan
dengan suku yang lain, Jawa, Bali, dsb, dengan demikian saya bisa benar2
merasa Indonesia adalah rumah saya.
Kedua, bagaimana "identitas ke-Cina-an" itu didefinisikan, sebagai
bagian budaya leluhur atau dikonstruksikan secara lokal. ?
Identitas ke-Tionghoa-an, seperti yang saya tulis di atas, secara budaya,
salah satunya masih bisa berbahasa Tionghoa, terutama bagi yang berbahasa
Tionghoa di rumah, bukan yang bisa berbahasa Tionghoa karena kursus di
sekolah bahasa. Agama (misalnya ajaran Tri Dharma) tidak bisa menjadi
ukuran ke-Tionghoa-an. Karena di Tionghoa sendiri, agama bukan menjadi
masalah. Bahkan banyak juga yang tidak beragama. Nama Tionghoa mungkin bisa
jadi ukuran. Tapi itu juga tidak semuanya tepat. Masih banyak faktor budaya
lain yang bisa menjadi ukuran ke-Tionghoa-an. Mungkin rekan2 yang lain bisa
memberi definisi yang lebih tepat untuk hal ini.
Secara politis, orang Indonesia yang bukan Tionghoa masih lebih suka
membedakan orang Tionghoa Inodenesia dan yang Non Tionghoa Indonesia. Jadi,
kadang kala bukan orang Tionghoa Indonesia yang mengidentitaskan dirinya
sebagai keturunan Tionghoa, tapi orang Non Tionghoa yang memberi indentitas
seperti itu.
Ketiga, bagaimana warga keturunan Tionghoa menempatkan dirinya di antara
dua centre, ketika kedua-duanya berusaha menjadi centre bagi warga
keturunan. ?
Seperti yang saya tulis di jawaban pertama.
Keempat, apakah studi tentang "identitas ke-Cinaan" bisa membantu proses
pembentukan identitas (identity building) warga keturunan Tionghoa di
Indonesia. ?
Kenapa mesti mencari identitas? Identitas macam apa lagi yang dibutuhkan?
Orang Tionghoa Indonesia adalah orang Indonesia keturunan Tionghoa yang
berkewarganegaraan Indonesia, yang merasa Indonesia adalah rumanya tapi
tidak pernah bisa menjadi tuan rumah di Indonesia.
Studi yang dibutuhkan bukan proses pembentukan identitas, tapi studi
bagaimana orang Tionghoa Indonesia bisa menjadi tuan rumah di rumahnya
sendiri?
Salam,
David Chen
-Original Message-
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Ambon
Sent: Saturday, May 14, 2005 5:29 AM
To: budaya_tionghua
Subject: [budaya_tionghua] Pergeseran Identitas Warga Keturunan Tionghoa