Ribuan Umat Buddha Hadiri Doa Bersama
Sejuta Pelita untuk Melenyapkan Kemalangan yang Bertubi-tubi
Borobudur,
Kompas - Sedikitnya 15.000 umat Buddha dari seluruh Indonesia dan luar negeri
serta undangan lainnya memenuhi pelataran Candi Borobudur di Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, untuk mengikuti acara Sejuta Pelita Sejuta Harapan,
Sabtu (23/7) malam.
Acara
kolosal ini merupakan peringatan hari Asadha, ulang tahun ke-50 Majelis
Buddhayana Indonesia (MBI), dan perayaan HUT ke-60 kemerdekaan Republik
Indonesia. Acara dibuka dengan pengambilan api abadi di Mrapen.
Asadha
adalah hari raya agama Buddha untuk memperingati pertama kalinya Dharma
ajaran Buddha yang diajarkan di Taman Rusa Isipatana atau hari pertama Buddha
memutar roda Dharma.
Bagi
umat Buddha, memperingati hari suci Asadha adalah memperingati kebesaran cinta
kasih Buddha kepada alam semesta.
Acara
Sejuta Pelita Sejuta Harapan merupakan doa bersama lintas agama untuk
keselamatan bagi bangsa dan negara serta perdamaian dunia.
Pembacaan
doa dilakukan enam perwakilan agama, yaitu YA Vajra Sagara Sthavira (Buddha),
KH Muhaimin (Islam), Haksu Thie Tjay Ing (Konghucu), I Nengah Dana (Hindu),
Pendeta Humphrey Kariodimedjo (Kristen Protestan), dan Romo Benny Susetyo SJ
(Katolik).
Hadir
pula Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto, Ketua Umum MBI Sudhamek Agoeng, Franz
Magnis-Suseno SJ, KH Said Aqil Siradj, Prof Dr Achmad Syafii Maarif, dan
Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto mewakili Keraton Yogyakarta.
Pelita
merupakan lambang kekuatan untuk mengusir kegelapan. Sejuta pelita adalah
lambang cahaya untuk melenyapkan kemalangan yang bertubi-tubi menimpa bangsa
Indonesia. Pelita dalam agama Buddha adalah salah satu persembahan. Pelita
adalah simbol sebuah tekad untuk mengabdi pada kebajikan dan kebenaran.
Harapannya tak lain supaya karma baik yang dilakukan umat Buddha segera
berbuah kebaikan pula.
Puncak
acara di candi warisan agung nenek moyang bangsa Indonesia itu adalah
Pradaksina, yaitu prosesi berjalan pelan-pelan sambil berdoa mulai dari
pelataran Candi Borobudur sampai ke puncak Candi Borobudur.
Sudhamek
Agoeng menyebutkan, untuk menyalakan pelita berjumlah satu juta itu
dibutuhkan 1.800 orang yang dilatih sebelumnya. Tujuannya supaya dapat
menyalakan pelita secara serentak dalam waktu dua jam. Maka, setiap orang
bertanggung jawab menyalakan sekitar 555 pelita.
Hampir
seluruh pelita telah dinyalakan ketika hari mulai gelap. Ratusan ribu pelita
yang dipasang berjejer di pelataran Candi Borobudur menyala secara hampir
bersamaan. Nyala ratusan ribu pelita yang berpadu dengan kemegahan Candi
Borobudur di waktu malam itu memunculkan pemandangan menakjubkan. Bulan
purnama menambah keindahan dan kekhusyukan acara doa bersama tersebut.
Pada
pertengahan acara dinyalakan 17 pelita oleh tokoh lintas agama dan pejabat.
Sebelum acara puncak adalah penyalaan 10 pelita terakhir sebelum pelita
kesatu juta.
Menjelang
tengah malam acara puncak dimulai dengan pembacaan Paritta kemudian
dilanjutkan dengan meditasi Mettabhavana. Setelah itu adalah pelaksanaan
acara puncak, yaitu Pradaksina.
Seusai
melakukan Pradaksina dilakukan upacara pemercikan air berkah dan pelimpahan
jasa yang dimaksudkan supaya kebaikan umat Buddha melimpah ke seluruh makhluk
hidup di alam semesta. (WAD)
|