Sebuah milis memang harus hidup, sebagai cerminan adanya kehidupan anggotanya.

Mengapa anggota milis tidak bereaksi terhadap sebuah ide maju atau gugatan/cercaan atau ajakan oleh anggota lain. Sebenarnya fenomena itu jangan dijadikan dasar untuk mencap bahuwa "anggota milis ini terbelakang".

Di dunia nyata, dalam masyarakat yang beragam kesibukannya dan minatnya, akan lebih dibutuhkan "bentuk bentuk ajakan yang amat bijaksana", sehingga walaupun orang semua sibuk, masih menaruh simpati, masih dapat memberikan reaksi atau memberikan support secara baik. Kalau pake paksa paksaan pastilah akan dibantah "emang lo sape" kata orang betawi. "Ke la anan, saha salira teh" kata orang sunda. "Mengko sik, sinten panjenengan" kata orang jawa. Kalau dijawab "saya abdi dalem Yogyakarta" " ntar orang Surabaya menjawab "yo, tapi aku ini dari Majapahit, bedho wilaya Om, jangan paksa paksa disini ntar dilaporken pak RT lho".

Saya teringat ketika seorang rekan yang berprofesi sebagai sales, dulu harus repot repot belajar golf atau tenis karena dia ingin mendapatkan nasabah seorang pejabat yang kabarnya senang bermain golf atau tenis.

Rekan saya itu berusaha keras sampai sampai uang jajan anaknya terpakai untuk membeli tiket olah raga itu. Mungkin semacam persistance pays method.

Katanya hanya pada saat berolahraga itulah, dia dapat mengetahui kebutuhan calon nasabahnya dg baik, sehinga dia dapat menawarkan produk produk yg dia jual. Menurut kabar, calon nasabahnya hanya memiliki waktu untuk berbicara dengan rekan saya pada saat berolahraga saja. Ketika jam sibuk, di kantor, pastilah rekan saya itu tidak akan diterima, dg alasan sedang ada tamu sampai beberapa jam, atau diusir satpam dan lain lain sikap antipati yang menyakitkan hati orang.

Apakah ajakan memajukan bangsa dalam mailing list ini harus dilalui dengan mempergunakan teknik seperti itu ? memberikan traktiran tenis dan golf terlebih dahulu ? saya kira sebuah ide memajukan bangsa Indonesia tidak harus hadir di kedua lapangan itu, bagi saya ide-ide memajukan bangsa masih bisa saya terima walaupun ide-ide itu lahir ditengah tengah rawa yang banyak nyamuknya, atau dibawah pohon besar di tengah hutan, atau di warung kopi yang terbuat dari bilik bambu reyot sekalipun, atau dari sebuah komputer XT sekalipun.

Dalam sebuah masyarakat yang memiliki strata sosial setara, seperti dalam maling list CCTLD ID, atau dalam kebangsaan Indonesia yang menganut pandangan bahwa dari suku mana saja setara, sama sama manusia, sama sama berperanan sebagai elemen penting bangsa Indonesia, maka diperlukan model model kemasyarakatan yang mencerminkan adanya penerapan sikap sikap bijaksana didalam masyarakat itu.


Salam,
-marno-



Kirim email ke