Wah, gimana dong ya Om jadinya kalau improvement Internet Indonesia memasukan hirarki kepemimpinan tradisional :-). Sedangkan istilah tekniknya aja masih sulit dipahami (oleh anak anak) karena masih memakai bahasa Inggris.
Saya hawatir, pas ada tamu dari APNIC atau ICANN atau dari Insitutsi Internet asing ke Indonesia, akan kebingungan.... pasalnya contact person yg mudah dimengerti mereka kok sulit yah, karena disini memakai hirarki kepemimpinan tradisional.......apakah hal ini perlu diusulkan menjadi sebuah RFC seperti ramenya bahasa nasional cina, jepang, arab yg didiskusikan supaya bisa masuk kedalam url. Sebut saja konvensi hirarki tradisinoal Indonesia sudah diterima menjadi RFC setelah melalui diskusi dan rapat yg lama di luar negeri, akan tetapi itu tentunya hanya akan diketahui oleh para pelaku IT saja, sedangkan pelaku dibidang lain seperti imigrasi mungkin belum kenal. Sehingga pada suatu hari bisa saja ada seorang petugas imigrasi di bandara, kebingungan karena seorang tamu asing yg datang ke Indonesia akan mengunjungi seorang prabu atau seorang bapak raja atau seorang Yang Dipertuan Agong Internet Indonesia dari lembaga Galura. Kata Galura sudah masuk RFC, padahal Galura yg dikenal umum adalah nama koran di berbahasa Sunda di Bandung. Untungnya petugas bandara itu bisa berbahasa Sunda, ketika ditanya "Bade kamana" (mau kemana) tamu asing itu hanya diam seribu bahasa, lagian kartu namanya atau print out dari web sitenya lupa tidak dia bawa. Maka petugas imigrasi itu akan melakukan tindakan......dalam hatinya daripada "gue pusing" lebih baik ni orang dimasukin daftar teroris internasional aja, lumayan dapat sekian miliar dolar dari US :-). Salam, Marno On Fri, 15 Apr 2005, ACCESS wrote: > At 01:53 PM 4/15/2005, Euis Luhuanam wrote: > > > Siapa yang "oknum", kalo boleh pinjam istilah tsb. > > > >Hm... bagaimana kalau yang satu "oknum" dan yang satu lagi "prabu"? > > Ah sok kitu akang mah; Janten Akang jadi naon atuh? > <Ah suka begitu Mas/Abang sih; Jadi Mas/Abang jadi apa dong?> > > -teddy