Halo, spada :-).

On Sun, 29 May 2005, Michael wrote:
>
> - maaf dihapus-
>
> > Kalau boleh saya usul, persiapkan dulu  baru  direformasi...  Saya kira
> > perlu dibentuk  badan pengawasan. Kalau sudah barulah... Jangan sampai
> > sekarang bisa menjelek-jelekan orang, tapi sesudah diangkat...  hasilnya
> > setali tiga uang...  dan dia  akan gantian dijelek-jelekan. 

kesimpulan ini mirip kesan dan pesan pak habibie ketika selesai menjadi
presiden ( dan ketika saya menonoton televisi itu bertanya tanya dalam
hati sendiri, bukan hati tetangga, apakah bangsa ini masih belum dapat
berterima kasih kepada pemimpinnya sendiri... ya tentu saja, hal itu
mungkin dikarenakan sebagian besar bangsa Indonesia masih belum mengalami
pendidikan cara berterimakasih kepada orang tua....ah kesimpulan ini
terlalu absurd, padahal pada prakteknya banyak adat istiadat lokal
mengajarkan soal menghormati dan menghargai orang tua....  saat itu saya
masih terus bertanya tanya dan menantikan novel berjudul jawaban soal
terimakasih kepada pemimpin).

> > Memang bagi orang yang belum pernah merasakan kadang berkomentar yang
> > sempurna, seakan itu masalah sepele yang mudah dilakukan seperti
> > membalikan telapak tangan... Bicara mudah, tapi melakukan itu lebih
sulit.

Dalam matematika sebuah fungsi biasanya menganut asumsi. Fungsi yg
berperan membangun bangsa bisa saja berupa Y=K+P+S+G+L dimana
K=kesejahteraan, P =pendidikan, S=kesehatan, G=penghasilan/gaji,
L=lingkungan yg harmonis (dirumah atau di kantor atau di
kampung/kota/mailing list dll).

Fungsi itu masih menganut asumsi bahwa fungsi "membangun bangsa" adalah
sebuah fungsi linier, dg paramater parameter yg digambarkan linier. Ketika
dipraktekan, ternyata ada beberapa faktor faktor yg sebenarnya tidak
linier, ada yang bersifat logaritmik atau -ada juga yang bersifat lainnya.
Untunglah pada masa itu pemerintah dan anggota DPR menjadi pelindung
masyarakat, sehingga walau belum ada program gerakan matematika nasional
program 100 th pendidikan gratis agar masyarakat bisa survive mengatasi
akibat adanya kesalahan pembangunan itu.

Walau masyarakat adalah grassroot bangsa ini, namun pada prakteknya
banyaklah hasil pikir atau kerja dari kedua lembaga itu (pemerintah dan
DPR) yg berperan penting.

Jadi wajar saja apabila usaha usaha mengurangi eror dari sebuah rencana yg
salah, harus dimulai dari kedua lembaga itu sendiri. Janganlah masyarakat
kemudian diberi beban lagi, karena sudah menderita menanggung utang negara
sampai tujuh turunan......

> > Sekali  lagi  ini  hanya pendapat anak SMA yang  pengalamannya masih
> > jauh dibawah Anda,  jadi apabila ada  kekeliruan, saya  mohon maaf...

saya bersykur membaca tulisan anak sma sudah mencerminkan kematangan
berbangsa dan bernegara eh maksud saya bermasyarakat :-).

> > Semoga masalah ini cepat selesai,  dan maju terus Indonesiaku...

di Indonesia saya melihat masalah itu selalu mudah diselesaikan atau mudah
dibiarkan tergantung daripada sebab sebabnya. Oleh karena itu penelitian
sebab sebab terbengkalainya masalah itu perlu dilakukan agar masalah itu
bisa diselesaikan dengan sebaik baiknya. Akan tetapi pada prakteknya soal
penelitian ini bukanlah hal yg otomatis, di perguruan tinggi sering
dipengaruhi oleh trend trend riset dari DIKTI. 

Padahal kalau masyarakat peneliti dibiarkan menyampaikan instuisinya
sendiri, dan dibiarkan meminta dananya kepada masyarakat sendiri, tentulah
variasi hasil riset di Indonesia akan berlimpah dan bisa dimasukan ke
dalam search engine, sehingga orang orang yg pas pasan seperti kita kita
akan mudah mendapatkan solusi bagi penyelesaian masalah yg undang udang
atau aturannya atau surat kontrak perjanjiannya amat memusingkan, selain
bukunya sulit dicari atau konsultannya sulit ditemukan di Indonesia (dg
sebab alasan hukumnya atau legal aspeknya belum jelas).

Tentu saja didalamnya perlu disebutkan semacam disclaimer : "search engine
tidak bertanggungjawab pada pembaca apabuila pembaca mmpraktekan metoda
atau Undang undang hukum yg ada didalamnya. Tindakan karena membaca
informasi dari search engine adalah menjadi tanggungjawab pribadi masing
masing."

Selain itu saya akan setuju apabila dalam memajukan bangsa ini tidak perlu
diadakan pendidikan bertingkat search engine dg arahan agar lulusannya
bisa langsung menjadi presiden Indonesia dg argumen pendidikan itu
dapat menciptakan manusia serba tahu. Ini melangar fitrah manusia itu
sendiri.

Kalaulah itu diaplikasikan, saya hawatir calon presiden Indonesia akan
memiliki karakter akan mirip search engine yg tidak memiliki nurani,
padahal bangsa Indonesia membutuhkan pemimpion yg memiliki hati nurani
kebangsaan.

Permasalahan yg kita hadapi ternyata bukan hanya masalah kita sendiri
melainkan masalah banyak orang. Bagaimana agar orang yg memiliki masalah
yg sama bisa diidentifikasi bahwa itu adalah masalah si A, si B, si C atau
itu berhubungan dg lembaga Keuangan, dg lembaga Pemda dll.

Saya kira dalam masyarakat yg maju akan selalu diperlukan guidance
apablagi jika populasi sudah semakin banyak, traffik juga semakin padat,
variasi karakter semakin berlimpah dll....

Salam,
-marno-

Kirim email ke