=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient]  
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
PARIWISATA BALI 
Bali Kembali ke Kebijakan Satu Pintu 
Rabu, 1 April 2009 | 02:42 WIB 
Denpasar, Kompas - Perkembangan pariwisata Bali diakui mengubah masyarakat 
dengan budaya spiritual menjadi masyarakat materialistis, dan secara fisik 
perubahan budaya masyarakat telah mengubah ekologi. Karena itu, Pemerintah 
Provinsi Bali akan mengembalikan kebijakan satu pintu dalam pengembangan 
pariwisata, menyusul kesepakatan bersama antarkabupaten/kota. 
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ida Bagus Sedhawa di Denpasar, Selasa 
(31/3), mengatakan, Pemprov Bali tengah mengevaluasi dan menyusun ulang rencana 
tata ruang dan wilayah (RTRW) Pulau Bali untuk 20 tahun ke depan dengan target 
tahun 2009 dapat disahkan DPRD Bali. Rencana tata ruang dan wilayah ini 
diharapkan mampu mengendalikan dan menata ulang pembangunan melalui pemetaan 
wilayah serta memiliki payung hukum yang jelas. 
Menurut Sedhawa, pihaknya optimistis kebudayaan Bali dapat kembali dalam waktu 
20 tahun melalui penerbitan RTRW. ”Kami tengah berupaya keras mengembalikan 
pariwisata yang berbudaya berbasis agraria dengan pariwisata kerakyatan. 
Setidaknya ada upaya sekarang ini mengembalikan kepercayaan masyarakat kembali 
kepada norma-norma spiritual, di antaranya berbasis agraris,” ujarnya. 
Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali Nengah Suarca 
mengatakan, ruang lingkup RTRW yang tengah diselesaikan itu tidak hanya 
mengatasi karut-marutnya pembangunan karena pesatnya pariwisata. Penyusunan 
RTRW untuk 20 tahunan itu juga mencakup pemetaan kawasan mana saja yang 
diperbolehkan diubah karena investasi atau lainnya. 
Pada tahun 1970-an, pengembangan pariwisata hanya diperbolehkan di kawasan 
teben atau hilir, seperti (sekarang) kawasan Nusa Dua, dan Sanur. Pengembangan 
tidak diperbolehkan di kawasan ulu atau atas, antara lain Gunung Agung yang 
dianggap kawasan suci. Namun, dalam perkembangannya, investasi pariwisata 
merambah ke mana-mana. Pembangunan hotel berbintang marak di beberapa kawasan 
dan tidak memedulikan lagi kawasan ulu dan teben tersebut. 
Kabupaten hati-hati 
Diperoleh informasi, sejumlah bupati di Bali menyatakan telah berusaha keras 
untuk memastikan agar pengembangan pariwisata di daerah mereka tetap sesuai 
dengan konsep Tri Hita Karana atau keselarasan antara manusia, alam, dan Sang 
Pencipta. Untuk itu, mereka berhati-hati menerima investor pariwisata terkait 
jenis ataupun lokasi pengembangan fasilitas pariwisata. 
”Kami selama ini tidak main-main mengembangkan pariwisata di daerah kami. 
Dasarnya tetap pariwisata budaya dan agama. Jika itu hilang, apa yang akan kami 
jual,” kata Bupati Karangasem Wayan Geredeg ketika dihubungi dari Denpasar. 
Ia mengungkapkan, Karangasem menetapkan tiga wilayahnya untuk pengembangan 
wisata sesuai dengan topografi masing-masing. Ketiga wilayah itu adalah Padang 
Bai dan Candi Dasa untuk pengembangan wisata pantai, Taman Ujung untuk kawasan 
wisata spiritual, dan Tulamben untuk pariwisata bawah laut. Karangasem tengah 
membangun pelabuhan kapal wisata pertama, dan terbesar di Bali, di sekitar 
kawasan Padang Bai. Pelabuhan itu tak akan memakan kawasan hijau. 
Secara terpisah, Bupati Buleleng Putu Bagiada menyatakan komitmennya untuk 
mengembangkan wisata selaras dengan pelestarian hutan, di samping pengembangan 
wisata pantai di Pantai Lovina. Pembangunan delapan hotel dan resor di kawasan 
Taman Nasional Bali Barat, misalnya, juga diwajibkan selaras dengan upaya 
pelestarian kawasan itu. 
Budayawan Ketut Sumarta melukiskan Bali membutuhkan komitmen bersama guna 
mendorong pengembangan pariwisata yang akrab dan menyatu dengan tradisi 
adat-istiadatnya. 
”Pariwisata jangan menjadi kambing hitam atas gangguan yang menimpa tradisi 
adat. Khusus di Bali, pariwisata justru menghidupkan tradisi setempat, seperti 
pementasan barong, kecak, tek-tekan, dan gamelan. Tradisi juga harus mampu 
mengikuti tuntutan perkembangan. Tradisi berkarakter agraris harus diolah 
menjadi tradisi berkarakter jasa, sesuai tuntutan dunia pariwisata,” kata 
Pemimpin Redaksi Sarad, majalah budaya Bali, itu. 
Oleh sebab itu, obyek wisata berupa taman safari, golf, atau balap mobil di 
Bali, misalnya, adalah obyek yang melenceng dari arah wisata budaya. 
General Manager Hotel Inna Bali Maryanto mengaku resah terhadap kehadiran hotel 
berbintang di Bali yang bertambah banyak dan terkesan tak terkendali. Karena 
itu, pembangunan hotel-hotel berbintang agar distop. 
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Bali Perry Markus 
menilai perlu pengkajian secara menyeluruh sebelum mengatakan bahwa industri 
wisata Bali jenuh. Jadi, perlu rencana induk untuk beberapa waktu ke depan. 
Setelah dilalui, direvisi kembali sesuai dengan tuntutan zaman. 
(AYS/BEN/SEM/ANS) 
------- 
Menuju Indonesia sejahtera, maju, aman dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke