GALAMEDIA
12 september 2007

      "Lari" dari Rumah Setelah Orangtua Bercerai (2)  
      Aku Dipaksa Harus Kawin Siri dengan Wali Hakim  
     
      SEBELUMNYA diceritakan betapa beratnya perjuangan Elsa menelusuri jejak 
ibu dan kakaknya. Namun di balik kegundahan hatinya, ia pun menemukan sang 
malaikat penolong, lelaki yang bisa menghibur kedukaannya. Selanjutnya, 
bagaimana kisah Elsa? Kisah ini ditulis oleh Engkos Kosasih (wartawan HU 
"Galamedia").  
     
SEJAK pertemuan pertama, hubungan Elsa dengan Rudi semakin dekat saja. Rudi pun 
sering datang ke tempat kosku. Ia juga penuh perhatian. Dan singkat cerita Rudi 
pun ingin menjalin hubungan denganku tidak sekadar sebatas teman, tetapi lebih 
dari itu. Rudi siap lahir dan batin mendampingi hidupku. Bagiku tentu niat baik 
Rudi itu merupakan satu anugerah dan sosok Rudi bagaikan malaikat penyelamat 
hidupku. 

Jika saat itu aku menilai Rudi sebagai lelaki yang penuh perhatian dan 
bertanggung jawab, memang tidak ada salahnya. Rudi bagiku segala-galanya. Meski 
aku baru mengenal sosok Rudi lewat Marni, temanku, tapi aku begitu percaya 
bahwa Rudi bukan tipe pria yang suka mempermaikan perasaan wanita. Aku begitu 
percaya padanya.

Meski hubunganku dengannya baru berjalan beberapa bulan dan baru saling 
mengenal karakter masing-masing, tetapi Rudi memanjakanku secara berlebihan. 
Aku dilarang tinggal di rumah kosku. Ia mengontrak sebuah rumah untukku. Meski 
rumah itu tidak besar, tetapi bersih. Saat itu aku harus bilang apa kepada Rudi 
ketika baru menginjakkan kakiku pertama kali di rumah itu.

"Kamu suka rumah ini?" tanya Rudi. Mendengar pertanyaan Rudi, dadaku 
benar-benar sesak. Jawaban dariku hanya menganggukkan kepala, tanpa bersuara. 
Saking bahagianya aku saat itu, tak terasa air mataku menetes. "Kenapa 
menangis, kamu tidak suka dengan semua ini," tegas Rudi. "Tidak, aku bahagia," 
jawabku sambil memeluk Rudi erat-erat.

"Ya Tuhan terima kasih atas segalanya. Engkau begitu baik terhadapku. Ampunilah 
segala dosaku". Dalam hatiku hanya keluar kalimat itu.

Setelah menempati rumah itu, hari-hariku berjalan baik. Bahkan kehidupanku 
sudah tidak lagi mengandalkan belas kasihan dari teman-teman lagi. Rudi 
menjamin hidupku dan memenuhi kebutuhanku sehari-hari.

Menikah siri

Memasuki bulan keenam aku menempati rumah yang dikontrak Rudi, saat itu sekira 
pukul 19.00 WIB Rudi datang dengan berpakaian rapi. Dia mengenakan kemeja putih 
dan celana hitam. Pakaian tersebut memang di luar kebiasaannya. Jika 
berpakaian, Rudi termasuk orang yang cuek. Pakaian yang sering dipakai paling 
kaus dan jins.

Tetapi malam itu Rudi benar-benar tampil beda. Yang lebih mengejutkan lagi, ia 
tidak datang sendirian. Ia bersama empat orang lelaki yang usianya sudah agak 
tua. Aku pun mempersilakan mereka masuk, tetapi hatiku sungguh bergetar tidak 
seperti biasa. Dalam hatiku bertanya-tanya, ada apa ini? "Mungkinkah Rudi mau 
melamarku? Karena dilihat dari pakaiannya, ia begitu rapi dan harum parfumnya 
begitu terasa menusuk hidungku".

Setelah mempersilakan tamuku minum, Rudi memberitahukan kepadaku bahwa kedua 
laki-laki itu adalah saudaranya. Sedangkan yang dua orang lainnya yang 
mengenakan pakaian putih-putih adalah penghulu. Mendengar keterangan Rudi, aku 
terkejut.

Dengan memberanikan diri aku menanyakan maksud kedatangannya? Rudi hanya 
menjawab singkat. "Aku ingin menikahimu ma lam ini". "Ah, menikah," kataku. Aku 
benar-benar tidak percaya. "Kenapa bisa secepat ini, Rud," jelasku. "Tidak 
mungkin ini terjadi, aku punya orangtua. Bukan aku menolak permintaanmu, tapi 
sahnya pernikahan 'kan harus ada wali. Dan wali itu orangtuaku," jelasku.

Namun penjelasanku saat itu, tidak membuat Rudi mengurungkan niatnya. Dengan 
nada berat dan gemetar, Rudi menjawab, "Aku berniat baik dan semua ini aku 
lakukan demi menghindari zina," tutur Rudi tegas.

"Lalu, bagaimana dengan orangtuaku?" kataku. Sebelum Rudi menjawab, tamuku yang 
paling tua menyela, "Nak Elsa, masalah wali itu bisa dengan wali hakim," 
ujarnya.

Setelah mendengar perkataan bapak tua itu, aku benar-benar pusing dan ingin 
muntah. Kepala ini rasanya mau pecah. Masalahnya bukannya aku bukan menolak 
permintaan Rudi yang selama ini telah memperhatikanku, tetapi apa jadinya jika 
orangtuaku mengetahuinya. Orangtuaku pasti akan marah besar. Sebab aku sengsara 
bukan karena ditelantarkan mereka, tetapi aku "lari" dari rumah. (bersambung

Kirim email ke