Managerialship: Pintar vs Bodoh

Oleh: S Brotosumarto



Jika kita ketik kata 'leadership' atau 'enterpreneurship' ke Google, maka akan 
muncul berjuta-juta artikel. Begitu juga buku-buku tentang itu, tersedia 
bertumpuk-tumpuk di toko. Tapi, coba masukkan kata 'managerialship' ke mesin 
pencari yang sama, cuma akan ada sedikit hasilnya, dan itu pun tidak memberi 
gambaran yang cukup jelas. Di toko buku? Sama sekali tidak ada buku tentang 
managerialship. 

Managerialship adalah sifat-sifat dan sikap-sikap yang dibutuhkan bagi mereka 
yang ingin --atau, tersesat-- ke jajaran manajemen menengah ke atas. Ia 
membutuhkan sifat kepemimpinan sehingga bicara tentang managerialship memaksa 
kita untuk bicara juga tentang leadership. Jika kita berada pada posisi puncak 
manajemen, yang bertanggung jawab pada laba, maka kita terkadang harus 
melakukan fungsi-fungsi enterpreneural. 

Selain itu, leadership dan enterpreneurship akan saya gunakan sebagai iluminasi 
agar sosok manajer lebih kentara. 

Si Manajer harus orang pintar, itu benar. Itu syarat kedua yang harus dimiliki 
seorang manajer selain bisa memimpin. Bukan dalam arti pintar secara akademis, 
tapi pintar dalam hal melaksanakan tugas-tugas manajerial, semisal 
menganalisis, merencanakan, menyimpulkan, membaca situasi. Termasuk, pintar 
berinteraksi, negosiasi, membujuk, memaksa, menekan, berkelit, membual. 

Jangan dibalik, yang pintar pasti bisa ke manajemen. Tidak. Ada watak-watak dan 
sikap-sikap lain yang harus dimiliki. Banyak orang pintar tidak sukses di 
manajemen. Ada yang kepintarannya tidak sesuai dengan bidang manajemennya. 
Mereka yang tersesat atau memang niat ke manajemen menengah ke atas dituntut 
memiliki kecepatan belajar yang tinggi. Tiba-tiba seorang geolog harus bicara 
tentang perpajakan, misalnya. Ia harus dengan cepat, walau hanya grambyangan 
dan dangkal menangkap istilah-istilah perpajakan. Atau, seorang sarjana hukum 
menjadi manajer rumah sakit. Tiba-tiba ia harus mempelajari berbagai obat, 
alat-alat kedokteran, penyakit-penyakit dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 

Kepandaian lain yang harus dimiliki antara lain putting the right man behind 
the gun. Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Karena, manajemen 
esensinya adalah getting things done thru and with others. Melaksanakan 
pekerjaan melalui dan bersama orang lain. Sikap seperti itu mencolok pada 
enterpreneur. 

Dalam konotasi buruk, enterpreneur piawai ‘memanfaatkan’ orang. Orang adalah 
salah satu sumberdaya. Jika kita perluas, enterpreneur pandai memanfaatkan 
sumberdaya. Kita perluas lagi, pandai mendayagunakan, menghimpun, menggalang, 
memanfaatkan, menggunakan (termasuk menyalahgunakan), mengumpulkan, 
menggerakkan, mengeksploitasi, mengorganisir, memanipulasi, mengkonsolodasikan 
sumberdaya. 

Perbedaannya, manajer mengelola sumberdaya yang disediakan. Enterpreneur 
memulai, manajer yang menjalankan. Bedanya lagi, enterpreneur mencari laba, 
manajer mencari gaji. Yang pertama memikul risiko, yang kedua tidak. 

Untuk direnungkan:
Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya berhasil, 
tentu dia harus merekrut orang pintar. Walhasil, bosnya orang pintar adalah 
orang bodoh.
Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak 
pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil, orang bodoh memerintahkan 
orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan 
kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari 
proposal yang diajukan orang pintar.
Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka menyuruh orang pintar untuk 
membuatnya.
Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum. Oleh karena itu orang 
bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.
Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar 
percaya. Tapi, selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang 
bodoh. Tapi, toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas. 
Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu dipikirkan panjang-panjang 
oleh orang pintar, walhasil orang-orang pintar menjadi stafnya orang bodoh.
Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang 
bekerja. Tapi, orang-orang pintar demo. Walhasil, orang-orang pintar 
"meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.
Tapi, saat bisnis orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan waktu untuk 
bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu 
untuk bersenang-senang dengan keluarganya. 
Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa dijadikan uang. Mata orang pintar 
selalu mencari kolom lowongan perkerjaan. Bill Gates (Microsoft), Dell, Hendri 
(Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Lim Siu Liong (BCA group) adalah 
orang-orang bodoh (tidak berpendidikan tinggi) yang kaya. Ribuan orang pintar 
bekerja untuk mereka. Dan, puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung 
pada orang bodoh.


portalhr.com


      Pemerintahan yang jujur & bersih? Mungkin nggak ya? Temukan jawabannya di 
Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com

Kirim email ke