=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya alam negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
PERUBAHAN IKLIM 
Memantau Kondisi Indonesia 
Kamis, 19 Maret 2009 | 03:45 WIB 
Oleh : YUNI IKAWATI 
Pencemaran gas-gas rumah kaca tidak mengenal batas wilayah. Menjadi ”atap kaca” 
di atas ruang atmosfer yang memerangkap panas matahari, GRK berdampak negatif 
bagi bumi. Pemantauan efek pemanasan global kini diikuti dengan skenario 
perubahan lingkungan bumi. Indonesia berkontribusi dalam menyusun skenario 
tersebut. 
Naiknya suhu permukaan bumi hingga mengubah pola iklim, melelehnya es di kutub 
hingga permukaan air laut naik, merupakan beberapa dari sederet efek buruk gas 
rumah kaca (GRK) yang menjadi perhatian dunia, karena dampaknya yang begitu 
memengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 
Perkiraan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan, 
jika suhu rata-rata permukaan bumi naik 1°-3,5°C pada tahun 2100, permukaan air 
laut naik antara 15-95 sentimeter. Dengan tingkat kenaikan 1 cm per tahun, pada 
2050 kenaikannya mencapai 40 cm. 
Kenaikan hampir 1 meter akan menenggelamkan 80 persen pantai di Jepang. 
Bagaimana dengan Indonesia? 
Di negara maju, pemantauan sudah dilakukan 50 hingga 100 tahun silam sehingga 
tren kenaikan muka laut jelas terlihat, yaitu 3 milimeter per tahun. 
Data pemantauan oleh stasiun pasang surut (pasut) di Indonesia masih relatif 
sedikit. Rekaman baru dilakukan 20 tahun terakhir. Itu pun terputus-putus, ujar 
Parluhutan Manurung, Kepala Bidang Medan Gaya Berat dan Pasang Surut Badan 
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 
Hasil awal perhitungan di Indonesia menunjukkan kecenderungan naiknya muka laut 
3-8 mm per tahun. 
”Sejak 2007 sudah ada tujuh stasiun pasut dilengkapi GPS sehingga pada 
pengamatan pasut efek tektonik dan tanah lokal bisa dipisahkan dari efek 
pemanasan global,” ujar Parluhutan. 
Pemantauan satelit 
Kenaikan muka laut sejak 1984 diketahui terutama disebabkan oleh meningkatnya 
suhu global akibat meningkatnya kadar CO2 dan gas lain di atmosfer. Fenomena 
naiknya muka laut dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian termal sehingga 
volume air laut bertambah. Selain itu, mencairnya es di kutub dan gletser juga 
berkontribusi terhadap kenaikan muka laut. 
Pengukuran yang dilakukan selama ini jangkauannya terbatas di daerah sekitar 
pantai sehingga datanya hanya akurat untuk memprediksi perubahan kedudukan muka 
laut di perairan dangkal atau di sekitar pantai. 
Sementara itu, Kosasih Prijatna dan timnya dari Kelompok Keilmuan Geodesi, 
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, melakukan studi awal perubahan muka 
laut di perairan Indonesia berdasarkan data satelit altimetri Topex (1992- 
2002). Penelitian dilakukan di laut dangkal (Laut Jawa dan Laut Bangka), laut 
lepas (Samudra Hindia), dan laut dalam yang dikelilingi banyak pulau (laut di 
kepulauan Maluku dan Laut Banda). 
Dengan satelit altimetri Topex/Poseidon yang diluncurkan tahun 1992 lewat kerja 
sama Amerika Serikat (NASA) dan Perancis (CNES) diperoleh informasi mengenai 
dinamika global secara cepat dan akurat. Dengan teknik satelit altimetri 
dimungkinkan untuk memantau variasi kedudukan muka laut dengan tingkat presisi 
yang tinggi dan cakupan lautan yang luas. 
Satelit Topex/Poseidon memiliki sensor radar yang beroperasi secara simultan 
pada dua frekuensi sehingga dapat mereduksi efek bias ionosfer. Ketelitian 
pengukuran satelit altimetri sekitar 2 cm. 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cazenave, perubahan kedudukan muka 
laut rata-rata global menggunakan satelit altimetri Topex/Poseidon dan ERS-1 
selama kurun waktu sekitar empat tahun (Januari 1993-Juli 1997) telah terjadi 
perubahan variasi muka laut global sekitar 1,4 mm ± 0,2 mm/ tahun yang kuat 
kemungkinan disebabkan oleh ekspansi termal. 
Dampak Indonesia 
Indonesia adalah negara kepulauan dengan mayoritas populasinya tersebar di 
sekitar wilayah pesisir. Kemungkinan dampak negatif yang dapat dirasakan 
langsung dari fenomena kenaikan muka laut di antaranya erosi garis pantai, 
penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, 
meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan 
kerusakan ekosistem wilayah pesisir. 
Meskipun demikian, sampai saat ini karakteristik serta perilaku dari fenomena 
naiknya muka laut di wilayah regional perairan Indonesia belum dipahami secara 
baik dan komprehensif. Dengan demikian, perilaku kedudukan muka laut, baik 
variasi temporal maupun spasialnya, di wilayah Indonesia merupakan salah satu 
informasi penting yang diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan 
suatu wilayah secara berkelanjutan. 
Berdasarkan pemantauan satelit altimetri tersebut, selama 10 tahun di wilayah 
perairan Indonesia terlihat indikasi kenaikan muka laut dengan magnitude 
sekitar 8 mm per tahun. 
Namun, faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara pasti. Untuk 
mengonfirmasikan efek pemanasan global terhadap kenaikan muka laut, diperlukan 
data lain seperti temperatur, salinitas, densitas, tekanan, model pasut lokal 
yang memperhitungkan efek topografi dasar laut dan lainnya. 
Untuk pemodelan perubahan tinggi muka laut akibat perubahan iklim digunakan 
satelit altimetri Jason yang diluncurkan pada Desember 2001 dan misi GRACE pada 
Maret 2002. 
Peluncuran dua satelit tersebut dapat membantu mengestimasi perubahan muka laut 
akibat land water dan ice mass, serta dapat melihat hubungan antara pengaruh 
suhu dan kenaikan muka laut. 
Berdasarkan data terakhir dengan satelit Jason, ditemukan bahwa kenaikan 
rata-rata di Indonesia 5 mm - 1 cm per tahun. Tinggi rendahnya kenaikan 
dipengaruhi topografi dan pola arus laut. Dilihat berdasarkan kawasan, kenaikan 
muka laut relatif lebih besar di kawasan timur Indonesia. 
Kenaikan muka laut per tahun di perairan Papua 6-7 mm, Maluku 5 mm, Jawa 4-6 
mm, dan di Sumatera 2-3 mm. ”Data tersebut perkiraan kasar. Untuk mengoreksinya 
dengan menghilangkan noise level diperlukan waktu hingga dua bulan ke depan,” 
kata Kosasih. 
Safwan Hadi, peneliti dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP yang 
mendalami oseanografi pantai dari Universitas Hawaii, melakukan pemodelan 
kenaikan muka laut di pantai utara Jakarta berdasarkan data pasut sejak tahun 
1925 hingga 2003. 
Dengan menggunakan digital alleviation model dan data topografi, ia mendapatkan 
kenaikan rata-rata 5,7 mm per tahun di kawasan itu. Namun, ketinggian ini tidak 
seberapa dibandingkan dengan subsiden atau turunnya permukaan daratan. 
Penelitian yang dilakukan Hasanuddin Z Abidin, Ketua Kelompok Keilmuan Geodesi 
ITB, menunjukkan terjadinya penurunan sekitar 12 cm per tahun. Hal ini yang 
akan memperbesar dampak daerah yang terlanda banjir saat musim hujan di daerah 
pantai Jakarta. [Kompas] 
------- 
Perkembangan dan perubahan iklim di Indonesia saat ini sangat kita rasakan, 
baik dari bergesernya musim maupun volume hujan yang sulit dipridiksi, sehingga 
terjadi banjir meluas di berbagai daerah. Padahal kita tahu daratan dan 
kepulauan di Indonesia berada jauh di atas permukaaan laut, namun mengapa 
sering terjadi banjir? Ketidaksiapan sarana infrastruktur perairan, kondisi 
kritis dan lemahnya kondisi tanah daratan yang ada serta derasnya curah hujan 
sehingga menyebabkan timbulnya banjir  di berbagai tempat. Kecenderungan ini 
tentu menjadi perhatian lebih pemerintah, tehnokrat, ilmuwan dan berbagai pihak 
yang terkait langsung untuk dapat ditindak lanjuti. 
Menuju Indonesia sejahtera, maju, aman dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 
--------- 


 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke