http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007091503092916

      Sabtu, 15 September 2007 
     

      BURAS
     
     
     
     

Penguasa Mati Rasa! 


       
      H.Bambang Eka Wijaya:

      "MAYORITAS atau 69 persen warga Jakarta tidak setuju orang yang memberi 
uang pada pengemis dan pengamen dikenai sanksi denda atau hukuman badan seperti 
diatur perda baru DKI!" ujar Umar. "Itu hasil survei Litbang Media Group!"

      "Hasil survei itu sebuah good news, kabar menggemberikan!" sambut Amir. 
"Lebih lagi, survei itu dilakukan melalui telepon secara acak, berarti 
mencerminkan pendapat mayoritas kelompok mampu yang punya telepon di rumahnya! 
Pantas gembira, ketika tahu ajaran moral agar yang kuat dan mampu membantu yang 
lemah dan papa masih hidup dalam sanubari warga Ibu Kota!"

      "Terpenting, hasil survei itu menunjukkan penolakan mayoritas warga DKI 
pada perda yang memberi sanksi bagi pemberi uang ke pengemis dan pengamen!" 
tegas Umar. "Itu mencuatkan adanya konflik moral antara penguasa antipengemis 
serta pengamen dan warga yang masih menganggap sebagai perbuatan mulia menolong 
kaum duafa! Konflik ini layak disimak!"

      "Konflik itu sederhana, akibat penguasa--eksekutif dan legislatif pembuat 
perda--telah mati rasa dari derita rakyat yang paling sengsara!" timpal Amir. 
"Akibat mati rasa itu, ideal-ideal dalam perspektifnya bukan saja tak lagi 
menyertakan perbaikan nasib duafa, malah mengeliminasikan warga tak berdaya itu 
lewat sanksi berat yang bahkan tak bakal mampu dipikul kaum lemah itu!"

      "Bukan hanya itu!" potong Umar. "Akibat mati rasa, para penguasa merasa 
amat berkuasa sehingga menganggap wajar bertentangan dengan perintah Ilahiah 
yang mewajibkan kalangan mampu menolong kaum lemah! Itu sikap 'amat maju' dalam 
memilah kehidupan bernegara yang sekuler dari keyakinan beragama yang terbukti 
masih dominan di kalangan warga--tercermin dari hasil survei!"

      "Namun, dengan hukum alam survival of the fittest--hanya yang terkuat 
berhak hidup--perlawanan warga yang tercermin dari hasil survei itu tak akan 
berarti banyak!" sambut Amir. "Lebih jauh lagi, kehidupan bernegara-bangsa kita 
akan semakin sekuler juga tak bisa dihindari! Kasus DKI Jakarta dengan Partai 
Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai kekuatan terbesar di legislatif daerahnya saja 
bisa begitu, bandingkan dengan daerah lain yang kekuatan politik religious 
oriented-nya jauh lebih kecil!"

      "Sebaliknya di Turki, yang sejak Kemal Attaturk di tahun 1920-an sistem 
kenegaraan lebih condong ke sekuler, era terakhir partai religious oriented 
kembali memenangkan pemilu!" tegas Umar. "Artinya, kemungkinan perubahan arah 
dari sekularisme yang kian menguat di negeri kita masih mungkin terjadi! 
Jangkar kasih pada mayoritas warga pada pengemis dan pengamen itu jelas tak 
cukup mudah dieliminasikan penguasa bersama pengemis dan pengamen!"

      "Memang, semaraknya perkembangan ekonomi syariah juga akan berpengaruh 
dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, bisa dijadikan petunjuk akan selalu 
terjadinya tarik-menarik dalam konflik bersendi moral antara penguasa dan warga 
itu!" timpal Amir. "Artinya, meski penguasa selalu menang, terjadinya tidak 
dengan mudah! Meski lewat diam, silent majority senantiasa melakukan 
perlawanan!" *
     

<<bening.gif>>

<<buras.jpg>>

Kirim email ke