Re: CiKEAS “I cried for my brother six tim es” ++mas Adiet++vonvon
haloo lg mas Adiet, Wah jauh donk mas Irian ya ..? enak ga disana mas .. ktnya panas ya ... ? iya dah aku doain aja seneng disana ya .. aku selalu kirim oleh2 dr facebook .. bis temennya itu lagi itu lagi heheheh jgn bosan ya mas .. ga ketemuan ama mang Dipo ..? Aku tunggu ya cepet balik lg ... nti bisa item disana lama2 ... rgds ivonne --- On Mon, 8/25/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS “I cried for my brother six times” ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Monday, August 25, 2008, 1:33 AM :) halo ivonne.. semoga baik2 saja.. aku lagi nguli di pulau yg sama dgn mang dipo.. sesekali ngecek email kalo ada kesempatan... tapi jarang :((.. selamat beraktivitas.. -adit- 2008/8/25 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED]: So pls yg paham ... mo sharing ya mas Adiet --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Thursday, August 21, 2008, 11:03 PM iya mas.. sepertinya ada yg kurang soal indikator pembangunan kita.. nggak cuma berapa jumlah gedung yg dibangun... nggak cuma berapa jalan, jembatan, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya, nggak cuma pendapatan perkapita saja... dsb.. tapi juga tingkat kejujuran orang2... integritas para pejabat.. kasih sayang dalam masyarakat... hmm.. tetapi membuat indikator kualitatif itu sangat sulit.. kita masih kedodoran dalam hal2 fisik tersebut.. saya kira akan saling mendukung... ada yg paham masalah ini...? thanks -adit- 2008/8/21 Zenzi Aekido [EMAIL PROTECTED]: Peradaban Di kampung yang begitu mengesankan..., semua kampung begitu damai, tentram, nyaman dan indah sayang sekali kita menjadikan indikator sebuah pembangunan adalah jika kampung kampung berubah jadi kota. pagar pagar bambu menjadi tembok beton yg menjulang plus kawat berduri,... Pembangunan apa sich..? benarkah menghadirkan sesuatu yang belum ada itu merupakan pembangunan? haruskah perubahan fisik menadi prasyarat untuk dapat dikatan pembangunan? --- Pada Kam, 21/8/08, vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] Topik: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet Kepada: CIKEAS@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 21 Agustus, 2008, 6:20 PM Amien . --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ( dr milis tetangga ) To: [EMAIL PROTECTED] com Date: Thursday, August 21, 2008, 3:43 AM iya ivonne... cinta yg tulus begitu mulia oh Tuhan... semoga cinta yg tulus... membawa bangsaku menjadi manusia yg berkemanusiaan. . salam -adit- 2008/8/21 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] com: -Note. : cerita ini udah aku baca ber kali2 .. tp tetep aja klo baca lagi aku nangis . Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. Siapa yang mencuri uang itu? Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul! Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya! Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu! Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi. Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya
Re: CiKEAS “I cried for my brother six tim es” ++mas Adiet++vonvon
Mas Yan sekarang di Nabire yah... Wah bisa dapet kitab suci dari Nabi-Re dong! Disana jeruk dan salaknya bagus2 tuh.. dari Nabire cuma 1 jam perjalanan dengan Twin Otter, tuh... Oke nanti klo ke Timika calingan yah.. tar kita ketemuan... Salam item, dipo --- On Mon, 8/25/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS “I cried for my brother six times” ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Monday, August 25, 2008, 11:45 PM iya ivonne, aku di kabupaten nabire.. papua, kotanya kecil.. pinggir pantai, tapi lumayan rapih dan teratur.. di jalan orang2 naik motor pasti pake helm, trus kalo belok2 di persimpangan jarang yg main serobot, hmm.. jakarta kenapa yah.. pernah aku nyebrang jalan ada motor mau lewat dia udah deket, jadi maksudnya aku brenti dulu.. eh malah dia yg brenti mempersilahkan jalan duluan, aku sampe kikuk... sama timika jauh ivonne.. biar satu pulau kalo di irian itu transportasi agak sulit.. pernah tugas cuma seminggu tapi nunggu pesawatnya dua minggu..:(.. tempatku kerja mungkin ada rencana mau ada project baru di timika selepas september ini.. mungkin kalo aku ke timika bisa ketemu mang dipo juga.. halo mang :D kalo misalnya jadi item dan tambah keriting hmm. terima nasib aja dah... biarin... kayak james brown he he he... salam -adit- makasih oleh2nya.. nggak kebalik nih..hmm...hmm aku kalo buka facebook suka agak riweh.. disuitin tetangga nih... suit suit... cari abg yah..duhhh... 2008/8/26 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED]: haloo lg mas Adiet, Wah jauh donk mas Irian ya ..? enak ga disana mas .. ktnya panas ya ... ? iya dah aku doain aja seneng disana ya .. aku selalu kirim oleh2 dr facebook .. bis temennya itu lagi itu lagi heheheh jgn bosan ya mas .. ga ketemuan ama mang Dipo ..? Aku tunggu ya cepet balik lg ... nti bisa item disana lama2 ... rgds ivonne --- On Mon, 8/25/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Monday, August 25, 2008, 1:33 AM :) halo ivonne.. semoga baik2 saja.. aku lagi nguli di pulau yg sama dgn mang dipo.. sesekali ngecek email kalo ada kesempatan... tapi jarang :((.. selamat beraktivitas.. -adit- 2008/8/25 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED]: So pls yg paham ... mo sharing ya mas Adiet --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Thursday, August 21, 2008, 11:03 PM iya mas.. sepertinya ada yg kurang soal indikator pembangunan kita.. nggak cuma berapa jumlah gedung yg dibangun... nggak cuma berapa jalan, jembatan, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya, nggak cuma pendapatan perkapita saja... dsb.. tapi juga tingkat kejujuran orang2... integritas para pejabat.. kasih sayang dalam masyarakat... hmm.. tetapi membuat indikator kualitatif itu sangat sulit.. kita masih kedodoran dalam hal2 fisik tersebut.. saya kira akan saling mendukung... ada yg paham masalah ini...? thanks -adit- 2008/8/21 Zenzi Aekido [EMAIL PROTECTED]: Peradaban Di kampung yang begitu mengesankan..., semua kampung begitu damai, tentram, nyaman dan indah sayang sekali kita menjadikan indikator sebuah pembangunan adalah jika kampung kampung berubah jadi kota. pagar pagar bambu menjadi tembok beton yg menjulang plus kawat berduri,... Pembangunan apa sich..? benarkah menghadirkan sesuatu yang belum ada itu merupakan pembangunan? haruskah perubahan fisik menadi prasyarat untuk dapat dikatan pembangunan? --- Pada Kam, 21/8/08, vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] Topik: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet Kepada: CIKEAS@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 21 Agustus, 2008, 6:20 PM Amien . --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ( dr milis tetangga ) To: [EMAIL PROTECTED] com Date: Thursday, August 21, 2008, 3:43 AM iya ivonne... cinta yg tulus begitu mulia oh Tuhan... semoga cinta yg tulus... membawa bangsaku menjadi manusia yg berkemanusiaan. . salam -adit- 2008/8/21 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] com: -Note. : cerita ini udah aku baca ber kali2 .. tp tetep aja klo baca lagi aku nangis . Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen
Re: CiKEAS “I cried for my brother six tim es” ++mas Adiet++vonvon
So pls yg paham ... mo sharing ya mas Adiet --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: CiKEAS “I cried for my brother six times” ++mas Adiet++vonvon To: CIKEAS@yahoogroups.com Date: Thursday, August 21, 2008, 11:03 PM iya mas.. sepertinya ada yg kurang soal indikator pembangunan kita.. nggak cuma berapa jumlah gedung yg dibangun... nggak cuma berapa jalan, jembatan, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya, nggak cuma pendapatan perkapita saja... dsb.. tapi juga tingkat kejujuran orang2... integritas para pejabat.. kasih sayang dalam masyarakat... hmm.. tetapi membuat indikator kualitatif itu sangat sulit.. kita masih kedodoran dalam hal2 fisik tersebut.. saya kira akan saling mendukung... ada yg paham masalah ini...? thanks -adit- 2008/8/21 Zenzi Aekido [EMAIL PROTECTED]: Peradaban Di kampung yang begitu mengesankan..., semua kampung begitu damai, tentram, nyaman dan indah sayang sekali kita menjadikan indikator sebuah pembangunan adalah jika kampung kampung berubah jadi kota. pagar pagar bambu menjadi tembok beton yg menjulang plus kawat berduri,... Pembangunan apa sich..? benarkah menghadirkan sesuatu yang belum ada itu merupakan pembangunan? haruskah perubahan fisik menadi prasyarat untuk dapat dikatan pembangunan? --- Pada Kam, 21/8/08, vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] Topik: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ++mas Adiet Kepada: CIKEAS@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 21 Agustus, 2008, 6:20 PM Amien . --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: CiKEAS I cried for my brother six times ( dr milis tetangga ) To: [EMAIL PROTECTED] com Date: Thursday, August 21, 2008, 3:43 AM iya ivonne... cinta yg tulus begitu mulia oh Tuhan... semoga cinta yg tulus... membawa bangsaku menjadi manusia yg berkemanusiaan. . salam -adit- 2008/8/21 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] com: -Note. : cerita ini udah aku baca ber kali2 .. tp tetep aja klo baca lagi aku nangis . Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. Siapa yang mencuri uang itu? Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul! Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya! Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu! Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi. Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik… Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus? Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. yah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai! Dan begitu
Re: CiKEAS “I cried for my brother six tim es” ++mas Adiet++vonvon
Peradaban Di kampung yang begitu mengesankan..., semua kampung begitu damai, tentram, nyaman dan indah sayang sekali kita menjadikan indikator sebuah pembangunan adalah jika kampung kampung berubah jadi kota. pagar pagar bambu menjadi tembok beton yg menjulang plus kawat berduri,... Pembangunan apa sich..? benarkah menghadirkan sesuatu yang belum ada itu merupakan pembangunan? haruskah perubahan fisik menadi prasyarat untuk dapat dikatan pembangunan? --- Pada Kam, 21/8/08, vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] Topik: Re: CiKEAS “I cried for my brother six times” ++mas Adiet Kepada: CIKEAS@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 21 Agustus, 2008, 6:20 PM Amien . --- On Thu, 8/21/08, Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Aditias Suyasninto [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: CiKEAS “I cried for my brother six times” ( dr milis tetangga ) To: [EMAIL PROTECTED] com Date: Thursday, August 21, 2008, 3:43 AM iya ivonne... cinta yg tulus begitu mulia oh Tuhan... semoga cinta yg tulus... membawa bangsaku menjadi manusia yg berkemanusiaan. . salam -adit- 2008/8/21 vonny vitawati [EMAIL PROTECTED] com: -Note. : cerita ini udah aku baca ber kali2 .. tp tetep aja klo baca lagi aku nangis . Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri ima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. Siapa yang mencuri uang itu? Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul! Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya! Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu! Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi. Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik… Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus? Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. yah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai! Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya, kkalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini. Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang. Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20 tahun. Dengan uang yang