[des-kes] Diskusi: Model Pemetaan Intervensi KIA (tanggal 7 - 12 Oktober 2013)

2013-10-06 Terurut Topik Laksono Trisnantoro

 
Dear all
Minggu
lalu, kebijakan mengenai KIA telah mulai dibahas, Banyak yang berpendapat
termasuk mahasiswa-mahasiswa S2 IKM FK UGM dari berbagai profesi yang membahas
mengenai situasi daerah masing-masing. Pendekatan analisis memang dianjurkan
menggunakan Segitiga Kebijakan yang mencakup: Isi, Konteks, Aktor, dan Proses.
Karena masih banyak yang ingin berpendapat, kami silahkan terus mendiskusikan
di miling list.
Sambil
membahas analisis kebijakan, kita masuk ke diskusi Pemetaan Intervensi KIA. Apa
yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan Intervensi KIA diilhami
oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay
Bartholomew, Guy S. Parcel  Gerjo Kok.  Dalam usaha memetakan intervensi yang 
efektif, sejak tahun 2009, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
(PKMK) FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi di
dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi untuk
mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks.
Model Pemetaan Intervensi KIA pada sebuah kabupaten/kota dapat
digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan menggunakan
pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir. Hasil intervensi diukur
dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di kabupaten/kota. Ditegaskan bahwa
outcomenya adalah kematian, bukan cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data
yang baik. Dengan indikator data kematian setempat, maka “adrenalin dalam
program penurunan kematian ibu dan bayi” dapat ditingkatkan.
  Pendekatan
ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat sampai ke
rumah sakit. Mohon klik di www.kesehatan-ibuanak.net.
Pemetaan ini menggambarkan permasalahan dari hulu ke hilir. (Lihat sebelah 
kiri, berwarna Oranye). Dari
permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode akar permasalahan, akan dicari
intervensi yang sesuai dengan permasalahannya (Sebelah kanan). Intervensi dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar:
1.    Intervensi kegiatan
langsung ke masyarakat (berwarna hijau tua), dan
2.    Intervensi penguatan
sistem manajemen dalam program (berwana biru tua).
Intervensi
kelompok pertama mengacu ke artikel di Lancet seperti intervensi di masyarakat
secara terjadwal, intervensi keluarga, dan intervensi klinik sampai ke RS
PONEK.
Pemetaan intervensi ini bertujuan agar kebijakan dan program KIA di sebuah
kabupaten dapat dijalankan secara komprehensif dan mempunyai besaran kebijakan
yang sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu ikon intervensi dilambangkan
dengan sebuah tombol yang dapat diputar. Anda dapat melakukan penilaian sendiri
akan intensitas program dan keadaan sistem manajemen sesuai permasalahan dengan
mengklik tombol-tombol tersebut.
 Jika dilihat pelakunya, maka tombol-tombol
intervensi di hulu sebagian besar dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan namun
lebih lintas sektor. Hal ini memang logis karena pendekatan hulu untuk mencegah
orang sehat menjadi sakit banyak dilakukan oleh sektor lain misal pangan dan
gizi, sanitasi, lingkungan  keluarga, dan
sebagainya. Di hilir lebih mengarah pada pelayanan kesehatan dari pelayanan
primer sampai rujukan di rumahsakit yang tentunya dilakukan oleh pelaku sektor
kesehatan.
Peta
ini tentunya berbeda-beda di setiap kabupaten. Secara garis besar di Indonesia
dapat dibagi menjadi 3 daerah yang berbeda sekali. Daerah tipe pertama seperti
Papua dimana kematian ibu dan bayi banyak terjadi di masyarakat. Daerah tipe 
kedua
seperti di NTT di kematian ibu dan bayi sedang beralih dari rumah/masyarakat ke
fasilitas kesehatan dan akhirnya meningkat di rumahsakit. Daerah tipe ketiga,
contohnya  adalah DIY dimana kematian ibu
dan bayi sebagian besar (90% lebih) berada di rumahsakit. 
Intervensi di daerah-daerah yang berbeda tersebut tentunya
berbeda intensitas di hulu dan hilirnya. Papua sangat membutuhkan perbaikan
hulu karena memang masih sangat buruk. Akan tetapi di DIY pendekatan hulu 
relatif
lebih ringan, sementara justru masalah pelayanan rumahsakit dan rujukan menjadi
factor penting yang menentukan jumlah kematian ibu dan bayi. Walaupun
berbeda-beda intensitasnya, tetap dianjurkan intervensinya merupakan kombinasi
hulu dan hilir dengan baik. Koordinasi hulu dan hilir sangat dibutuhkan. Sebagai
gambaran dengan pelayanan yang baik di rumahsakit, maka penyebab kematian dapat
diketahui secara lebih rinci. Dengan demikin  intervensi di hulunya menjadi 
lebih tepat dan
dapat didukung oleh seluruh stakeholders.
Dengan  pemahaman hulu
dan hilir yang terintegrasi ini maka intervensi KIA dapat berupa pelayanan
promotif dan preventif di masyarakat, keluarga, dan fasilitas kesehatan, serta 
pelayanan
kuratif di puskesmas dan rumahsakit. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antar
profesi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi, termasuk peran aktif para bidan,
dokter umum, spesialis obsgin, spesialis anak, sampai ke promotor kesehatan dan
perencana keuangan di pemerintah kabupaten.
Bagaimana komentar anda dengan model berfikir ini? Apakah
masuk akal?  Kami melihat bahwa model ini

Re: [des-kes] Diskusi: Model Pemetaan Intervensi KIA (tanggal 7 - 12 Oktober 2013)

2013-10-06 Terurut Topik Adi Sasongko
Pak Laksono,

Saya usul bahwa salah satu potensi intervensi KIA adalah melalui tempat
kerja, khususnya industri seperti sepatu dan garment. Kedua industri ini
didominasi oleh pekerja perempuan.

Bersama-sama dengan teman-teman di Yayasan Kusuma Buana sejak tahun 2000
kami mengembangkan upaya ini di sebuah perusahaan garmen di Rancaekek,
Sumedang. Pabrik ini mempunyai 6000 pekerja dan 90% pekerja perempuan.
Setiap saat di pabrik ini ada 250 - 300 ibu hamil, dan ada 800 pekerja yang
punya anak balita. Ini merupakan sebuah captive market yang sangat
potensiil. Dengan komitmen tinggi dari pimpinan perusahaan, dilakukan
rangkaian kegiatan dengan fokus KIA. Mulai dengan penyuluhan-penyuluhan
(tentang kehamilan, persalinan, KB, kesehatan anak dll) dan lalu
pemeriksaan anemia pada ibu hamil (2x selama masa kehamilan), identifikasi
pelayanan bidan yang berkualitas yang tersedia di lingkungan pabrik,
pemberian premi pertolongan persalinan yang lebih besar jika dilakukan di
jaringan bidan yang recommended, pemberian tablet besi pada ibu hamil dll.

Upayanya tidak berhemti pada KIA saja tapi saat ini dikembangkan juga
penanggulangan TB berbasis tempat kerja. Pimpinan perusahaan juga
memberikan dukungan dengan memindahkan pekerja yang sedang berobat TB ke
shift pagi dan minum OAT langsung didampingi oleh supervisor dan manajemen
sebagai PMO. Dinkes Sumedang membantu dengan penyediaan OAT. Pemeriksaan
BTA dilakukan di Puskesmas. Dengan pendekatan ini maka adherence
(kepatuhan) minum OAT terjamin sehingga bisa memberikan kesembuhan bagi
pekerja dengan TB.

Yang menarik adalah keterlibatan perusahaan asuransi yang membiayai 2x
pemeriksaan anemia pada semua ibu hamil dan biaya retribusi untuk
pemeriksaan BTA. Ini dilakukan melalui skema jaminan pelayanan kesehatan
(JPK). Infrastruktur seperti ini ada di semua pabrik/perusahaan dan ini
merupakan salah satu faktor penting untuk keberlanjutan upaya ini (untuk
KIA sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 dan untuk TB sejak tahun 2007).
Perusahaan tidak terbebani oleh biaya tambahan karena ditanggung oleh
asuransi.

Upaya diatas juga berpotensi bisa dilakukan di sektor yang tidak didominasi
oleh pekerja perempuan. Pendekatannya adalah memberikan pemahaman
pentingnya KIA pada para bapak atau pekerja laki-laki tersebut. Para
pekerja laki-laki harus memahami masalah kesehatan ibu dan anak sehingga
bisa mendukung upaya ini di tingkat keluarga.

Di Indonesia ada ribuan pabrik dengan cakupan jutaan pekerja. Jika model
ini dikembangkan melalui ribuan pabrik tersebut maka ada jutaan pekerja
perempuan dan laki-laki yang bisa dijangkau.

Yang diperlukan adalah advokasi pimpinan kementerian kesehatan ke sektor
terkait. Sudah terbukti bahwa model ini bisa berjalan di lapangan.
Keinginan ini saya lihat sudah ada dengan adanya Direktorat Kesehatan Kerja
di Kemenkes. Unit ini perlu mengembangkan kerjasama harmonis dengan
Kemenakertrans dan sektor asuransi. Memasuki era BPJS seharusnya tidak
perlu ada halangan untuk mengembangkan model ini. Paradigma K3 perlu
diperluas bukan hanya pencegahan kecelakaan kerja tetapi juga promosi
kesehatan (KIA, TB dll) di tempat kerja.

Mari kita gunakan berbagai peluang yang ada untuk menurunkan kematian ibu
dan juga meningkatkan berbagai aspek kesehatan masyarakat lainnya.

Salam,

AS



2013/10/6 Laksono Trisnantoro trisnant...@yahoo.com

 **



 Dear all
 Minggu lalu, kebijakan mengenai KIA telah mulai dibahas, Banyak yang
 berpendapat termasuk mahasiswa-mahasiswa S2 IKM FK UGM dari berbagai
 profesi yang membahas mengenai situasi daerah masing-masing. Pendekatan
 analisis memang dianjurkan menggunakan Segitiga Kebijakan yang mencakup:
 Isi, Konteks, Aktor, dan Proses. Karena masih banyak yang ingin
 berpendapat, kami silahkan terus mendiskusikan di miling list.
 Sambil membahas analisis kebijakan, kita masuk ke diskusi Pemetaan
 Intervensi KIA. Apa yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan
 Intervensi KIA diilhami oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay
 Bartholomew, Guy S. Parcel  Gerjo Kok.  Dalam usaha memetakan intervensi
 yang efektif, sejak tahun 2009, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
 (PKMK) FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi
 di dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi
 untuk mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks.
 Model *Pemetaan Intervensi KIA* pada sebuah kabupaten/kota dapat
 digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan
 menggunakan pendekatan *continuum of care* dari hulu ke hilir. Hasil
 intervensi diukur dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di
 kabupaten/kota. Ditegaskan bahwa outcomenya adalah kematian, bukan
 cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data yang baik. Dengan indikator data
 kematian setempat, maka “adrenalin dalam program penurunan kematian ibu dan
 bayi” dapat ditingkatkan.
   Pendekatan ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi
 di masyarakat sampai ke rumah sakit. Mohon klik di