[des-kes] Re: Fwd: Dokter Spesialis Terkonsentrasi di Pulau Jawa

2013-08-23 Terurut Topik B.H. Jo

Quote:''Ikabi menyediakan diri sebagai sukarelawan daripada harus diisi
dengan orang asing. Kami berharap Kementerian Kesehatan bisa
memperhatikan hal tersebut karena selain dokter bedah, spesialis
anestesi juga sangat kurang padahal keduanya sangat dibutuhkan,''

Menurut pendapat saya pribadi, pendapat (daripada harus diisi
dengan orang asing) diatas adalah suatu proteksi yg. akan menghambat

kemajuan suatu ilmu. Justru negara2 yg. maju  karena telah dan masih mau

mengambil ahli2 LN utk. membangun negaranya yg. nama brain drain.
Misalnya.

kemajuan AS dan Rusia dibidang peroketan karena mereka mengambil ahli2

peroketan dari Jerman setelah perang dunia ke II.

BH Jo








--- In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, Billy N. wrote:

 Dokter spesialis rata-rata terkonsentrasi di Jawa  itu pun di
 kota-kota besarnya. Hanya dokter umum muda yang mau dikirim ke daerah
 terpencil.
 Dari pada susah-susah, pemerintah harus berani buat program pendidikan
 untuk kompetensi semi spesialis bagi dokter umum. Mau sistem blok
 seperti spesialis/S2 atau sistem modular (sesuai kebutuhan  peralatan
 yang ada di daerah), itu tergantung maunya pemerintah. Toh banyak
 daerah nggak punya peralatan kerja memadai untuk spesialis tersebut,
 akhirnya buat spesialisnya nggak betah karena nggak bisa memaksimalkan
 penggunaan kompetensinya, juga berimbas pada penghasilannya.
 Daerah tersebut hanya punya set bedah dasar atau rontgen konvensional
  USG, buat apa spesialis yang dikirim? Sekarang pun di daerah yang
 jauh dari kota besar akhirnya dokter umum yang dipaksa melakukan
 berbagai pembedahan gawat darurat dari SC sampai apendiktomi, ya lebih
 baik diformalkan seperti FP di USA yang bisa jadi semi spesialis,
 tangani sebagian besar pasien penyakit dalam umum, pediatri umum,
 neurologi umum, bedah gawat darurat, obstetri patologi-operatif,
 sonografi, dst.
 Kita juga harus adil pada FK swasta yang sejauh ini nggak pernah bisa
 buka PPDS walaupun punya staf pengajar lebih banyak  lengkap di suatu
 bidang dibanding FKN yang sudah boleh buka PPDS tersebut. Jadi lebih
 baik berikan kesempatan pada FKS buka program pendidikan semi
 spesialis tersebut.
 Kebutuhan spesialis menurun, JKN lebih mangkus-sangkil biaya, pasien
 terlayani tanpa perlu banyak dirujuk. Tapi ini bukan berarti jadi
 mengurangi kewajiban pemerintah untuk melengkapi peralatan kerja
 dokter di berbagai daerah  perbaikan sarana transportasi agar mudah
 merujuk pasien.
 Mayoritas masyarakat nggak peduli itu spesialis atau umum, yang
 penting mereka dilayani oleh dokter dengan mutu baik  bisa sembuh.
 ---


http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2013/08/22/169211\
/-Ribuan-Dokter-Bedah-Terkonsentrasi-di-Pulau-Jawa
 Ribuan Dokter Bedah Terkonsentrasi di Pulau Jawa

 Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (Ikabi) berkomitmen
 membantu pemerintah dalam mengisi kekosongan dokter ahli bedah di
 daerah tertinggal dan kepulauan terluar, menyusul masih
 terkonsentrasinya ribuan dokter spesialis tersebut di Pulau Jawa.
 Ketua Ikabi Prof Dr dr Paul Tahalele FCTS mengungkapkan, saat ini
 jumlah dokter bedah di Indonesia mencapai 3.700 orang dan hampir
 sebagian besar berpraktek di Pulau Jawa.
 ''Ikabi menyediakan diri sebagai sukarelawan daripada harus diisi
 dengan orang asing. Kami berharap Kementerian Kesehatan bisa
 memperhatikan hal tersebut karena selain dokter bedah, spesialis
 anestesi juga sangat kurang padahal keduanya sangat dibutuhkan,'' ujar
 Prof Paul di sela The 19th Annual Scientific Meeting of Indonesian
 Surgical Association di Crowne Plaza Hotel, Semarang, Kamis (22/8).
 Wakil Menteri Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc Ph.D yang hadir
 dalam kesempatan tersebut menjelaskan, sejak tahun 2008 memang sudah
 merekrut lewat beasiswa tugas belajar bagi sekitar 3.800 dokter
 spesialis.
 Dari jumlah tersebut, dokter bedah mencapai sekitar 300-an orang dan
 selepas lulus para dokter ini akan ditempatkan kembali ke daerah
 asalnya.
 ''Sejak 2008 kita sudah lakukan perekrutan beasiswa dan sekarang sudah
 mulai bisa dipanen hasilnya, mudah-mudahan secepatnya bisa
 mengakomodir kekurangan yang ada di daerah khususnya wilayah
 terpencil,'' terang Prof Ali Ghufron.
 Dia menambahkan, untuk kebutuhan dokter umum diperkirakan masih
 terdapat kekurangan sekitar 12.000 orang.
 Dengan rasio ideal 1 dokter melayani 2.500 pasien, diharapkan
 kekurangan tersebut bisa ditutup dari lulusan kedokteran yang setiap
 tahunnya bisa menghasilkan 5.000-7.000 lulusan berasal dari 73
 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia.





[des-kes] Re: Fwd: Dokter Spesialis Terkonsentrasi di Pulau Jawa

2013-08-23 Terurut Topik B.H. Jo
Sedikit komentar ttg. FP:

Di AS perbandingan jumlah antara FP dan spesialiss/subspesialis lain (ahli 
bedah, radiologi, syaraf dll. dan subspesialis seperti nuclear medicine 
specialist, thoracic surgeon, cardiologist, pulmonologist, medical oncologist, 
surgical oncologist, radiation oncologist dll.) adalah 30% : 70%. Jadi yg 
kurang adalah jumlah FP drpd. spesialis/subspesialis lain.


Di AS atau Kanada Family Physician/FP tidak boleh atau tidak bisa sembarangan, 
misalnya, membuat/melakukan operasi, ultrasound, EKG dll. yg. bukan bidang 
keahlian mereka. 

Jumlah spesialis/subspesialis sudah cukup. Jadi keahlian FP yg. menjurus ke 
bidang spesialis lain (seperti operasi, ultrasound dll. tidak akan laku dan 
mengandung resiko yg. sangat besar kalau mau melakukannya).

Karena ada control mekanisme-nya:
1) Asuransi Kesehatan tidak akan membayar jasa dari FP yg. bukan bidangnya 
seperti operasi, ultrasound dll.

2) Kalau FP membuat kesalahan utk. prosedur yg. bukan dibidang keahliannya, 
resikonya sangat besar utk. mendapat hukuman yg. sangat berat dari State 
Medical Board dan Pengadilan Negeri. Di AS, spesialis tertentu seperti 
Orthopedic Surgeon, Neurosurgeon bisa sampai membayar sampai $200-ribu atau 
lebih setahunnya (kira2 $ 2/bulan) utk. perlingungan terhadap tututan 
malpraktik. Jadi jarang ada FK yg. berani melakukan prosedur yg. bukan dari 
bidangnya.

3) Ahli2 hukum/lawyers yg. berspesialisasi utk. malpraktik mengawasi kesalahan2 
dokter seperti burung elang mengawasi mangsanya. 

4) Rumah Sakit tidak akan memberi ijin (hospital/clinical privileges)
kepada FP utk. boleh membuat operasi, membuat ultrasound report dll.
Sebab kalau ada kesalahan dari FP, RS juga akan mendapat denda dan hukuman yg. 
sangat berat daripada kalau kesalahan dibuat oleh spesialis/subspesialis lain 
yg. memang ahli dalam bidang mereka.

Catatan: Memang, misalnya, ada FP yg. boleh membuat EKG sebab tidak sedikit FP 
yg. mempunyai background Internist (Penyakit Dalam). FP di-kota2 
kecil/underserved area, barangkali boleh membuat prenatal ultrasound (kalau ada 
certificate-nya0, minor surgery. Di-kota2 besar, misalnya, FP tidak akan 
melakukan utk. melahirkan anak sebab resikonya terlalu besar dan sudah 
kebayakan ahli obstetric yg. lebih ahli dan juga sudah sibuk dgn. pekerjaan 
mereka dibidang keahlian mereka.

BH Jo

--- In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, Billy N. billy@... wrote:

 Dokter spesialis rata-rata terkonsentrasi di Jawa  itu pun di
 kota-kota besarnya. Hanya dokter umum muda yang mau dikirim ke daerah
 terpencil.
 Dari pada susah-susah, pemerintah harus berani buat program pendidikan
 untuk kompetensi semi spesialis bagi dokter umum. Mau sistem blok
 seperti spesialis/S2 atau sistem modular (sesuai kebutuhan  peralatan
 yang ada di daerah), itu tergantung maunya pemerintah. Toh banyak
 daerah nggak punya peralatan kerja memadai untuk spesialis tersebut,
 akhirnya buat spesialisnya nggak betah karena nggak bisa memaksimalkan
 penggunaan kompetensinya, juga berimbas pada penghasilannya.
 Daerah tersebut hanya punya set bedah dasar atau rontgen konvensional
  USG, buat apa spesialis yang dikirim? Sekarang pun di daerah yang
 jauh dari kota besar akhirnya dokter umum yang dipaksa melakukan
 berbagai pembedahan gawat darurat dari SC sampai apendiktomi, ya lebih
 baik diformalkan seperti FP di USA yang bisa jadi semi spesialis,
 tangani sebagian besar pasien penyakit dalam umum, pediatri umum,
 neurologi umum, bedah gawat darurat, obstetri patologi-operatif,
 sonografi, dst.
 Kita juga harus adil pada FK swasta yang sejauh ini nggak pernah bisa
 buka PPDS walaupun punya staf pengajar lebih banyak  lengkap di suatu
 bidang dibanding FKN yang sudah boleh buka PPDS tersebut. Jadi lebih
 baik berikan kesempatan pada FKS buka program pendidikan semi
 spesialis tersebut.
 Kebutuhan spesialis menurun, JKN lebih mangkus-sangkil biaya, pasien
 terlayani tanpa perlu banyak dirujuk. Tapi ini bukan berarti jadi
 mengurangi kewajiban pemerintah untuk melengkapi peralatan kerja
 dokter di berbagai daerah  perbaikan sarana transportasi agar mudah
 merujuk pasien.
 Mayoritas masyarakat nggak peduli itu spesialis atau umum, yang
 penting mereka dilayani oleh dokter dengan mutu baik  bisa sembuh.
 ---
 
 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2013/08/22/169211/-Ribuan-Dokter-Bedah-Terkonsentrasi-di-Pulau-Jawa
 Ribuan Dokter Bedah Terkonsentrasi di Pulau Jawa
 
 Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (Ikabi) berkomitmen
 membantu pemerintah dalam mengisi kekosongan dokter ahli bedah di
 daerah tertinggal dan kepulauan terluar, menyusul masih
 terkonsentrasinya ribuan dokter spesialis tersebut di Pulau Jawa.
 Ketua Ikabi Prof Dr dr Paul Tahalele FCTS mengungkapkan, saat ini
 jumlah dokter bedah di Indonesia mencapai 3.700 orang dan hampir
 sebagian besar berpraktek di Pulau Jawa.
 ''Ikabi menyediakan diri sebagai sukarelawan daripada harus diisi
 dengan orang asing. Kami berharap Kementerian