Sedikit komentar ttg. FP:
Di AS perbandingan jumlah antara FP dan spesialiss/subspesialis lain (ahli
bedah, radiologi, syaraf dll. dan subspesialis seperti nuclear medicine
specialist, thoracic surgeon, cardiologist, pulmonologist, medical oncologist,
surgical oncologist, radiation oncologist dll.) adalah 30% : 70%. Jadi yg
kurang adalah jumlah FP drpd. spesialis/subspesialis lain.
Di AS atau Kanada Family Physician/FP tidak boleh atau tidak bisa sembarangan,
misalnya, membuat/melakukan operasi, ultrasound, EKG dll. yg. bukan bidang
keahlian mereka.
Jumlah spesialis/subspesialis sudah cukup. Jadi keahlian FP yg. menjurus ke
bidang spesialis lain (seperti operasi, ultrasound dll. tidak akan laku dan
mengandung resiko yg. sangat besar kalau mau melakukannya).
Karena ada control mekanisme-nya:
1) Asuransi Kesehatan tidak akan membayar jasa dari FP yg. bukan bidangnya
seperti operasi, ultrasound dll.
2) Kalau FP membuat kesalahan utk. prosedur yg. bukan dibidang keahliannya,
resikonya sangat besar utk. mendapat hukuman yg. sangat berat dari State
Medical Board dan Pengadilan Negeri. Di AS, spesialis tertentu seperti
Orthopedic Surgeon, Neurosurgeon bisa sampai membayar sampai $200-ribu atau
lebih setahunnya (kira2 $ 2/bulan) utk. perlingungan terhadap tututan
malpraktik. Jadi jarang ada FK yg. berani melakukan prosedur yg. bukan dari
bidangnya.
3) Ahli2 hukum/lawyers yg. berspesialisasi utk. malpraktik mengawasi kesalahan2
dokter seperti burung elang mengawasi mangsanya.
4) Rumah Sakit tidak akan memberi ijin (hospital/clinical privileges)
kepada FP utk. boleh membuat operasi, membuat ultrasound report dll.
Sebab kalau ada kesalahan dari FP, RS juga akan mendapat denda dan hukuman yg.
sangat berat daripada kalau kesalahan dibuat oleh spesialis/subspesialis lain
yg. memang ahli dalam bidang mereka.
Catatan: Memang, misalnya, ada FP yg. boleh membuat EKG sebab tidak sedikit FP
yg. mempunyai background Internist (Penyakit Dalam). FP di-kota2
kecil/underserved area, barangkali boleh membuat prenatal ultrasound (kalau ada
certificate-nya0, minor surgery. Di-kota2 besar, misalnya, FP tidak akan
melakukan utk. melahirkan anak sebab resikonya terlalu besar dan sudah
kebayakan ahli obstetric yg. lebih ahli dan juga sudah sibuk dgn. pekerjaan
mereka dibidang keahlian mereka.
BH Jo
--- In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, Billy N. billy@... wrote:
Dokter spesialis rata-rata terkonsentrasi di Jawa itu pun di
kota-kota besarnya. Hanya dokter umum muda yang mau dikirim ke daerah
terpencil.
Dari pada susah-susah, pemerintah harus berani buat program pendidikan
untuk kompetensi semi spesialis bagi dokter umum. Mau sistem blok
seperti spesialis/S2 atau sistem modular (sesuai kebutuhan peralatan
yang ada di daerah), itu tergantung maunya pemerintah. Toh banyak
daerah nggak punya peralatan kerja memadai untuk spesialis tersebut,
akhirnya buat spesialisnya nggak betah karena nggak bisa memaksimalkan
penggunaan kompetensinya, juga berimbas pada penghasilannya.
Daerah tersebut hanya punya set bedah dasar atau rontgen konvensional
USG, buat apa spesialis yang dikirim? Sekarang pun di daerah yang
jauh dari kota besar akhirnya dokter umum yang dipaksa melakukan
berbagai pembedahan gawat darurat dari SC sampai apendiktomi, ya lebih
baik diformalkan seperti FP di USA yang bisa jadi semi spesialis,
tangani sebagian besar pasien penyakit dalam umum, pediatri umum,
neurologi umum, bedah gawat darurat, obstetri patologi-operatif,
sonografi, dst.
Kita juga harus adil pada FK swasta yang sejauh ini nggak pernah bisa
buka PPDS walaupun punya staf pengajar lebih banyak lengkap di suatu
bidang dibanding FKN yang sudah boleh buka PPDS tersebut. Jadi lebih
baik berikan kesempatan pada FKS buka program pendidikan semi
spesialis tersebut.
Kebutuhan spesialis menurun, JKN lebih mangkus-sangkil biaya, pasien
terlayani tanpa perlu banyak dirujuk. Tapi ini bukan berarti jadi
mengurangi kewajiban pemerintah untuk melengkapi peralatan kerja
dokter di berbagai daerah perbaikan sarana transportasi agar mudah
merujuk pasien.
Mayoritas masyarakat nggak peduli itu spesialis atau umum, yang
penting mereka dilayani oleh dokter dengan mutu baik bisa sembuh.
---
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2013/08/22/169211/-Ribuan-Dokter-Bedah-Terkonsentrasi-di-Pulau-Jawa
Ribuan Dokter Bedah Terkonsentrasi di Pulau Jawa
Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (Ikabi) berkomitmen
membantu pemerintah dalam mengisi kekosongan dokter ahli bedah di
daerah tertinggal dan kepulauan terluar, menyusul masih
terkonsentrasinya ribuan dokter spesialis tersebut di Pulau Jawa.
Ketua Ikabi Prof Dr dr Paul Tahalele FCTS mengungkapkan, saat ini
jumlah dokter bedah di Indonesia mencapai 3.700 orang dan hampir
sebagian besar berpraktek di Pulau Jawa.
''Ikabi menyediakan diri sebagai sukarelawan daripada harus diisi
dengan orang asing. Kami berharap Kementerian