Mata Pria
 
 
Dari mana datangnya cinta? Menurut banyak lagu pop: dari mata turun ke hati. Tapi ada yang mengatakan mata pria berbeda dari mata perempuan.
Sewaktu dibesarkan dalam lingkungan yang seksis dan patriarkal di Jawa, pernah saya dengar bahwa cinta pria datangnya dari perut. Perempuan dituntut pandai-pandai memasak supaya suami kerasan makan di rumah, berbahagia, dan sayang kepada keluarga. Kalau pria suka jajan, maka perempuan yang disalahkan.
Tahun 1980-an saya pernah menginap di rumah teman. Suatu siang ketika saya kembali ke rumah itu, tuan rumah sedang di dapur. Malamnya tuan rumah yang perempuan menjelaskan bahwa sewaktu saya tiba di rumah, mereka berdua sedang memasak bersama. Tapi gara-gara saya datang, suaminya mendadak berhenti dan keluar dapur karena malu kalau ketahuan orang lain.
Zaman sudah berubah, walau tidak merata. Salah satu tuntutan dan sekaligus kebanggaan pria masa kini justru kemahiran memasak. Tokoh Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta? menjadi idola, bukan cuma karena mahir berpuisi, tetapi memasak.
Beberapa ahli mutakhir tentang sejarah klasik Tiongkok mengatakan, cinta pria datangnya bukan dari perut, tapi yang terletak di bawahnya. Konon ada perbedaan seksualitas yin (feminin) dan yang (maskulin). Ini bukan perbedaan pria dan perempuan. Setiap pria dan perempuan punya unsur yin dan yang sekaligus, cuma rasionya berbeda.
Seksualitas maskulin ibarat lidah api yang menjilat-jilat ke atas. Orang dengan unsur maskulin kuat (banyak pria, tetapi juga sebagian perempuan) butuh kepuasan seks dalam rangka mencintai orang lain. Dari bawah perut ke ubun-ubun kesadaran. Seksualitas feminin sebaliknya. Ibarat air, perlu ada gelombang cinta kasih di ubun-ubun kesadaran sebelum menetes ke bawah dan membangkitkan gairah seksual. Tidak kebetulan bila pria suka pornografi, perempuan suka bunga, puisi romantik, dan lagu sentimental, kata ahli yin dan yang.
Dalam cerita wayang dikisahkan, huru-hara di mayapada dan kahyangan gara-gara ada angin yang menyingkap sebagian busana seorang perempuan. Kejadian beberapa detik itu ditangkap mata maskulin. Yang salah angin, perempuan yang kainnya terbuka, atau mata pria?
Republik kita bukan pertunjukan wayang. Tapi hampir separuh penduduknya pernah dan sebagian besar masih mengagungkan tradisi Mahabharata serta Ramayana. Kalau mau, kita bisa sedikit belajar bijak dari dua epik itu tentang cara beradab menghindarkan bencana akibat nafsu berahi.
Dalam kisah wayang tidak disebut para dewa atau raja membuat aturan seperti RUU Antipornografi untuk mempertahankan ketertiban. Dikisahkan, para pendekar dituntut bersemadi atau bertapa. Dalam kehidupan sehari-hari masa kini: menahan diri sendiri. Bukannya menyalahkan, melarang, mengatur pihak lain secara paksa dan kekerasan. Itu sih tingkah kaum buta cakil.
RUU Antipornografi telah mengundang berbagai macam kritik. Salah satunya bias gender. RUU itu lebih banyak membatasi, mengatur, dan melarang penampilan perempuan. Bukannya mengatur pihak yang lemah moral, tapi liar nafsunya bila menyaksikan penampilan tersebut. Maklum, dunia dijajah kekuatan maskulin.
Inul diserang bukan karena goyangan pinggulnya, tapi karena dia perempuan. Andaikan dia pria, biarpun bergoyang lebih ngebor mungkin tidak ada yang peduli. Tidak dianggap pornografi dan tidak diperlukan RUU untuk melarangnya.
Hadirnya ATM bisa menggoda niat jahat perampok. Tapi ini bukan alasan untuk melarang ATM, tetapi perampokan. Agama atau militer sering digunakan dalam terorisme atau premanisme. Bukan berarti kita harus melarang agama atau militer. Yang kita lawan premanisme dan terorisme. Kalau mata kita tidak tahan menatap matahari, kita tak usah mengutuk matahari dan melarangnya bersinar.
Agaknya logika itu dijungkir balik dalam RUU Antipornografi. Benarkah pria Indonesia tidak mampu menertibkan nafsu bila melihat perempuan cantik, sehat, dan bergairah? Bila begitu, mengapa bukan pria Indonesia, mata dan nafsunya yang diatur hukum? Bagaimana kalau diatur secara hukum melototi lebih dari dua detik seorang perempuan cantik yang sedang di tempat umum diancam hukuman pidana dua tahun? Mengucapkan komentar usil terhadap perempuan itu dikenai hukuman penjara lima tahun?
Seorang perempuan menulis bahwa dia merasa paling terpesona dan kadang-kadang jadi panas luar dalam bila menemui pria yang sopan, ramah, suka humor, dan rendah hati. Ini berahi yin. Mungkin jutaan perempuan lain seperti dia. Bayangkan seandainya republik ini dikuasai kaum feminin tapi dengan wawasan sesempit mereka yang kini berkuasa secara maskulin. Mungkin saat ini berlangsung debat RUU Antipornografi yang melarang pria bersikap sopan, ramah, rendah hati, dan suka humor. ***
 
 
Sumber : KOMPAS MINGGU, 7 Mei 2006

 



--
A real friend is one who walks in when the rest of the world walks out.

Milis e-ketawa : tempat orang2 keren yg NO SARU & NO SARA

peace yo..!!

Ketawa dot Com - http://ketawa.com/




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke