SUARA PEMBARUAN DAILY 

WNI 18 Tahun ke Atas Wajib Latihan Militer 

Latar belakang Dephan menyusun naskah RUU Komponen Cadangan 
berdasarkan amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang 
antara lain menyatakan, dalam menghadapi ancaman ditempatkan TNI 
sebagai komponen utama, selanjutnya komponen cadangan dan pendukung. 
(Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen 
Pertahanan (Dephan), Laksamana Pertama Fadjar Sampurno) 

[JAKARTA] Semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang berumur 18 tahun ke 
atas dan sudah mempunyai pekerjaan tetap, wajib mengikuti latihan 
militer. Sedangkan WNI 18 tahun ke atas tapi belum mempunyai 
pekerjaan tetap, apalagi belum bekerja, tidak diwajibkan ikut. 

Demikian sebagian inti naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang 
Komponen Cadangan yang disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal 
Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan (Dephan) Laksamana Pertama 
Fadjar Sampurno kepada Pembaruan, Selasa (27/2), di Jakarta. 

Dia menjelaskan, latar belakang Dephan menyusun naskah RUU itu 
berdasarkan amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang 
antara lain menyatakan, dalam menghadapi ancaman ditempatkan TNI 
sebagai komponen utama, selanjutnya komponen cadangan dan 
pendukung. "Keberadaan komponen pendukung sangat penting, apalagi 
untuk ke depan," katanya. 

Fadjar menguraikan, latihan militer (wamil) untuk warga negara dibagi 
atas dua bagian, yakni latihan dasar kemiliteran selama 30 hari untuk 
tahun pertama. Di tahun kedua, diselenggarakan latihan penyegaran, 
juga selama 30 hari. 

Latihan dasar kemiliteran, tuturnya, seperti cara menggunakan 
senjata, menembak taktis, meluputkan diri dan kawan serta mengelabui 
musuh. 

Biaya latihan selama 30 hari untuk setiap orang dianggarkan dana Rp 
30 juta. "Jadi untuk 30 hari pertama dan kedua setiap orang 
menghabiskan dana Rp 60 juta. Dana tersebut berasal dari APBN 
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," katanya. 

Perincian dana Rp 30 juta itu, antara lain, empat pasang sepatu, baju 
dan celana, senjata serta amunisi, makanan, tenaga medis, asuransi 
kesehatan, obat-obatan serta honor untuk pelatih. "Yang melatih 
adalah anggota TNI," tambahnya. 

Untuk pasukan cadangan di darat, lanjutnya, dibutuhkan warga negara 
yang berumur 18 sampai 35 tahun. Untuk pilot dibutuhkan, mereka yang 
berusia 25 sampai 40 tahun. Untuk nakhoda kapal berusia 40 sampai 45 
tahun tahun. Sedangkan untuk tenaga ahli bisa berumur 30 sampai 60 
tahun. 

"Untuk pilot, nahkoda jelas kita ambil memang mereka-mereka yang 
pekerjaannya seperti itu. Kita hanya latih mereka untuk menghadapi 
situasi perang," jelasnya. 

Bukan Adopsi 

Menurut Fadjar, konsep tersebut merupakan gagasan Dephan, bukan 
adopsi darik konsep negara lain. "Konsep kami jelas beda dengan 
negara lain, seperti AS atau Singapura, karena kondisi kita dengan 
mereka beda," ujarnya. 

Sebelumnya, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum 
Indonesia (YLBHI), M Patra Zen mengatakan, yang harus dijelaskan 
Dephan adalah seberapa tinggi ancaman terhadap Indonesia saat ini dan 
ke depan (Pembaruan 26/2). 

"Apakah dalam menghadapi ancaman itu harus dihadapi banyak orang 
terlatih? Atau bukankah dengan penguasaan peralatan canggih, seperti 
pesawat tempur dan alat pendukung lainnya?" kata Patra. 

Dia meragukan adanya ancaman dari negara lain untuk Indonesia, dan 
kalaupun ada ancaman paling efektif dihadapi dengan peralatan tempur 
yang memadai. 

Ketua Majelis Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia 
Indonesia (PBHI) Hendardi mengatakan, ide RUU Komponen Cadangan, yang 
berisi antara lain, wajib militer untuk semua warga negara Indonsia 
harus ditolak. Sebab, untuk membahas dan membuat UU seperti itu 
banyak menghabiskan anggaran negara. 

Menurut dia, yang membuat masyarakat Indonesia tidak aman sekarang 
ini adalah karena konflik horizontal dan maraknya peredaran senjata 
api. [E-8]


Kirim email ke