[ekonomi-nasional] enslavement to corporate interests
Judgment Day by Carol Wolman http://www.opednews.com Judgment Day by Carol Wolman The chickens are coming home to roost. Hurricane Katrina, by wiping out the city of New Orleans and half the state of Mississippi, is God's way of telling us here in the US that global warming is real. Americans are suffering from devastating hurricanes because for 5 years we have tolerated a dictator who still refuses to recognize the problem of global warming, and to work with the rest of the world to do something about it. In fact, Bush's policies, removing environmental restrictions on corporations, and making war, have greatly accelerated global warming. Natural disasters do not only strike poor countries like India and Thailand. The US is just as vulnerable. As the sea level rises, and storms boil out of the atmosphere more fiercely, our many coastal cities will be flooded, as New Orleans is flooded right now. Psalm 98 9The LORD cometh to judge the earth: with righteousness shall He judge the world, and the people with equity. Whether you believe it to be God's judgment, the law of karma, or the second law of thermodynamics, it's clear that the devastation caused by Katrina is a result of the refusal of the US government to curb carbon emissions, and its insistence on making war. These destructive policies, in turn, are the result of the US government's enslavement to corporate interests. In other words, the worship of mammon is leading us to disaster. We the people of the US are complicit in this folly, greed and selfishness as long as we allow the corporados to remain in office. There are plenty of grounds for impeaching Bush and Cheney. Many Americans are waking up to the fact that we must develop more sensible energy policies and we must have peace, before we render our planet uninhabitable. To do this, we must replace the pirates who have hijacked our government with public servants who will promote the general welfare. In the name of the Prince of Peace, Carol Wolman http://groups.yahoo.com/group/Peacemakers_Bible_Study_2 Carol S. Wolman, MD is a psychiatrist in Northern California. A lifelong peace activist, she has written extensively on the psychology of our times. She is actively working to impeach Bush and Cheney, and invites you to print out a petition to Rep. John Conyers, asking him to proceed with formal impeachment proceedings at http://deependnews.com/memorandum.htm She also suggests you join or form a local group at http://impeachbush.meetup.com/ --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Put more honey in your pocket. (money matters made easy). http://us.click.yahoo.com/r7D80C/dlQLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ekonomi-nasional] Cabut Subsidi BBM
Rekan Anggota Milis Yth., Saya kira pendapat Sdr. Arsono cukup arif. Di samping untuk mengurangi pemborosan pemakaian energi selagi kita masih memiliki sendiri sumbernya kita juga harus mulai membiasakan diri membayar harga yang komersial atau nyaris komersial untuk melatih diri supaya nanti kalau semuanya harus diimpor kita tidak lagi mempunyai masalah dalam menyesuaikan diri. Di samping itu, tidak salah kalau mewariskan lebih banyak sumber energi bagi anak cucu kita. >Date: Wed, 31 Aug 2005 21:51:15 -0700 (PDT) >From: A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> >Subject: Re: Cabut Subsidi BBM, Alihkan ke Subsidi Lain >Pak Arsono, beberapa bulan lalu, pemerintah sudah mencabut subsidi BBM, >sehingga harga premium naik dari Rp 1.800 jadi Rp 2.400 per liter. Harap diingat bahwa tindakan penaikan harga BBM pada tanggal 1 Maret itu hanya merupakan tindakan pengurangan subsidi, bukan pencabutan. Jika benar-benar dicabut, harga BBM jadinya sekitar Rp. 4000/liter pada waktu itu. Sekarang sudah naik lagi. >Katanya sih dana subsidi nanti akan diberikan langsung kepada orang miskin >berupa raskin, pengobatan gratis, serta sekolah gratis. Ini rupanya yang ingin dipastikan oleh SBY, sehingga tindakan akan diambil sesudah Oktober 2005. Kerugiannya (dari menunda tindakan pengurangan subsidi) adalah sentimen pasar memburuk: orang berduit membeli dollar dan rupiah kian terpuruk. >Tapi ternyata harga BBM dan harga barang lainnya naik, ternyata orang >miskin banyak yang tidak bisa berobat atau sekolah gratis. Sebagai contoh >Khaerunisa (3 tahun) harus meninggal karena ayahnya tak punya uang >untuk berobat. Kemudian ada bayi sakit kuning yang ditolak 6 RS. Nah siswa >yang bunuh diri gara2 tak bayar SPP juga ada. >Kenapa orang miskin tidak dapat dana kompensasi? Karena pemerintah tidak >punya data (nama dan alamat) orang2 miskin yang ada (belum yang tidak >punya KTP). Sayang telah terjadi hal-hal seperti itu; mudah-mudahan bukan keadaan umum. Sesuai pernyataan SBY, data itulah yang ditunggu dari BPS dll. instansi. >Yang diperlukan bukan dana kompensasi yang tidak seberapa. Tapi lapangan >pekerjaan dengan jaminan tidak ada pabrik yang bangkrut karena biaya >operasi yang melonjak tajam dan mendadak. Atau nelayan bisa mencari >ikan karena harga solar tetap terjangkau oleh mereka. Justru itulah tujuannya semua ini, termasuk pengurangan subsidi: pertambahan lapangan kerja melalui kemampuan investasi yang lebih tinggi. --- Arsono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: >> Subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran yang >> cukup besar dalam pos APBN kita. Saya sependapat bahwa subsidi BBM mesti >> dikurangi dan pada akhirnya harus dicabut. >> >> Memang pengurangan subsidi BBM akan berakibat naiknya harga-harga >> terutama harga kebutuhan pokok yang membuat kehidupan saudara-saudara >> kita semakin berat. Untuk mengurangi akibat negative pencabutan subsidi >> BBM - pada saat yang sama pemerintah diharapkan akan memberikan subsidi >> pada bidang lain seperti pangan, kesehatan dan pendidikan. Subsidi ini >> diharapkan dapat dinikmati langsung dan tepat sasaran oleh >> saudara-saudara kita yang memang benar-benar membutuhkan. Saya kira >> metode ini lebih baik daripada subsidi BBM yang belum tentu dinikmati >> oleh saudara-saudara kita yang benar-benar membutuhkan. Pencabutan >> subsidi BBM diharapkan memberikan efek penyadaran bahwa harga BBM memang >> mahal sehingga sudah seyogjanya kita berfikir untuk melakukan > > > > > >> penghematan. > >> Pemikiran bahwa pencabutan subsidi BBM akan berakibat tutupnya beberapa >> industri dan pada akhirnya jumlah pengangguran akan semakin banyak - >> memang ini sangat masuk akal. Tentunya pemerintah akan mempertimbangkan >> seluruh dampak baik positive maupun negative serta jalan keluar >> kebijaksanaan pencabutan subsidi BBM. >> Regards >> Arsono Dari berbagai pernyataan para penjabat negara, termasuk Menko Perekonomian dan Menteri Kepala BAPPENAS, pengurangan subsidi akan dilakukan secara bertahap. Mudah-mudahan bisa cepat diputuskan dan mendapat dukungan dari DPR. Sementara itu ada baiknya harga-harga yang sudah ditetapkan agar diserasikan, misalnya harga pertamax, lpg, solar dan kerosin serta tarif listrik untuk industri, ini semua bikin bingung dan membuka peluang penyelewengan kepada yang mementinmgkan diri sendiri.. Wasalam, Budi Sudarsono Senior Member, Indonesian National Committee, World Energy Council Res. 724 3291 Fax: 739 6189 Start your day with Yahoo! - make it your home page http://www.yahoo.com/r/hs Yahoo! Groups Sponsor ~--> Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/hjNroD/EbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to:
Re: [ekonomi-nasional] Cabut Subsidi BBM, Alihkan ke Subsidi Lain
bapak bapak yang penting ada keadilan di dalam pembebanan biaya kepada masyarakat Indonesia. karena hal ini terganntung nurani dari pejabat yang melakukannya Rgs On Thu, 1 Sep 2005 21:46:35 +0200 "Erwin BUDIMAN" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Untuk mencari siapa yang berhak mendapatkan subsidi >sering menjadi perdebatan karena data orang miskin yang >tidak akurat. > > Parameter miskin memang sering menjadi perdebatan. >Seharusnya untuk menunjuk rakyat miskin dilihat dari >pedapatan. Jadi bagi saya, yang melaporkan pendapatan >adalah rakyat kepada pemerintah dalam bentuk laporan >pajak. Dari situ baru dilihat oleh pemerintah sampai >tingkat pendapatan berapa seseorang bisa mendapatkan >fasilitas subsidi. > > Pertanyaannya apakah untuk menuju ke arah sana itu perlu >waktu lama atau cepat ?? > > Saya lebih cenderung mengatakan ke arah itu bisa >dilakukan secepatnya. Kenapa ? Kita meyakini pemilihan >Pemilu yang terakhir diikuti oleh pemilih dengan jumlah >hampir 100 juta pemilih, termasuk insya allah, >diantaranya tukang becak, supir taksi, tukang siomay, >tukang gorengan, tukang insinyur, tukang sekolah, tukang >pejabat, dan tukang-tukang lainnya. > > Kita pun yakin (setidaknya dipaksa yakin), bahwa para >pemilih adalah orang-orang yang memiliki kartu pemilih. >Dan tentunya kita pun mafhum kalau untuk mendapatkan >kartu pemilih mereka mau susah payah datang ke kelurahan >untuk mendaftar. > > Jadi saya yakin, kalau HANYA UNTUK SEBUAH HAK MEMILIH, >mereka mau berduyun-duyun mendaftar, apalagi untuk sebuah >hak subsidi hanya dengan melaporkan pendapatannya ke >pemerintah ? > > Tak ada yang sulit, jika mau memulainya. No is a harmful >word.. > > Kita tahu persis (lagi-lagi setidaknya dipaksa tahu >persis) bahwa target penarikan pajak bukanlah dari tukang >siomay (kecuali pemilik batagor riri), bukan dari supir >taksi (walaupun saya yakin pendapatan mereka diatas 2 jt >untuk supir taksi ibukota), dan bukan tukang gorengan >(setidaknya bukan tukang gorengan di daerah sudirman!). >Target penarikan pajak tetap orang-orang yang bekerja >formal, lantas kemudian ditambah oleh orang-orang yang >bekerja di bagian informal yang JUJUR, walaupun mungkin >jika ngotot tidak ada, tak ada ruginya bagi pemerintah. > > Ada saat pemerintah harus yakin dahulu apa yang >dilaporkan oleh masyarakat, kemudian setelah laporan >pajak terdata, kemudian baru dilakukan penyelidikan jika >ada laporan yang dicurigai (misalnya kalau pemilik >batagor riri bilang bahwa dia miskin, petugas pajak harus >curiga atuh euy! ) > > Bukti miskin ada dalam sebuah kertas yang dikeluarkan >oleh dinas pajak atas laporan dari rakyatnya, bukan oleh >p'RT, bukan pula oleh p'Lurah. Penyampaian bantuan pun >bisa langsung melaui transfer bank, wesel pos, atau >secarik kertas yang bisa dicairkan oleh pemegangnya di >kantor dinas pajak, kantor pos ataupun di bank. > > Sedikit demi sedikit, saya yakin Indonesia akan lebih >baik, dalam RUU tentang Perpajakan, ada usulan bagi >perorangan yang tidak memiliki NPWP pajaknya lebih tinggi >10% (CMIIW, yang disesalkan oleh Faisal Basri). Saya >belum mengerti maksud dari perorangan, kalau ternyata >yang terkena adalah karyawan perusahaan, ini akan jauh >lebih bagus karena dengan demikian mengurangi area >negosiasi antara pengusaha dengan petugas pajak dalam hal >pajak pendapatan, karena tagihan pajaknya seharusnya akan >diterima oleh karyawan tersebut. Selama ini ada teman di >jkt bilang : kalau kita punya NPWP, kita bayar pajak >lebih mahal ! (lha, ngaco temanku ini ???! ). Beruntung >saya bisa meluruskannya dan juga kebetulan ada teman lain >yang juga meluruskan karena dia punya NPWP. > > Mungkin nantinya bantuan pemerintah itu tidak diberi >judul subsidi > bagi orang miskin, tapi diberi judul "tunjangan >kesejahteraan" (he..he..) > tanpa embel2 miskin. > > Maksudnya begini secara teknis : kalau data setiap > lapisan masyarakat sudah > di dapat, maka akan lebih mudah bagi pemerintah > "membagi-bagikan" dana > yang tersedia. > > Misalnya : kalau dana yang tersedia adalah 20 trilyun. >Setelah dilihat dari > data yang ada, maka akan ada tunjangan hanya bagi rakyat >yang memiliki > pendapatan di bawah 1 jt. Kalau ada dana 1000 trilyun, >maka tunjangan pun > bisa diberikan bagi rakyat yang memiliki pendapatan di >atas 5 juta sekalipun > (artinya Indonesia udah kaya kali yah, Amien). > > Sebetulnya pemerintah sendiri sudah memiliki angka >kebutuhan minimum yang > diaplikasikan sebagai UMR. Tentunya prioritas tunjangan >diberikan kepada > rakyat yang pendapatannya dibawah UMR supaya >pendapatannya mencapai UMR > (jika dana tersedia) ditambah beban tanggungan. Setelah >itu jika dana masih > jauh lebih banyak, maka tingkat bantuan bisa dinaikkan >supaya rakyat bisa > mendapat pendapatan sampai 1,1 x UMR, 1,2 x UMR ataupun >5 x UMR (he..he..) > > Sedikit OOT, sebetulnya sementara ini saya ingin >menghimbau pemerintah > tentang Dana Sumbangan
[ekonomi-nasional] File - aturan.txt
Aturan dan Etika Milis Ekonomi-Nasional Para peserta milis Ekonomi-Nasional hendaknya memenuhi aturan sebagai berikut: 1. Kirimlah artikel yang benar-benar berhubungan dengan masalah Ekonomi 2. Jika artikel tersebut tidak berhubungan dengan masalah ekonomi tapi ternyata dianggap sangat penting, hendaknya tuliskan kata OOT (Out Of Topic) di depannya, mis: OOT Ada Demo Besar-besaran Hari ini 3. Jangan mengirim e-mail "tes" ke milis. 4. Jangan mengirim attachment yang besar ke milis karena akan mengganggu anggota lain. Sebaiknya tawarkan ke anggota untuk dikirim ke email pribadi, atau ditaruh dibagian file, kemudian diberi link-nya 5. Dilarang keras melakukan promosi penjualan barang/MLM. Tindakan seperti ini bisa mengakibatkan anda langsung diban, atau dikeluarkan. Jika ingin mengirim iklan, kirimkan ke [EMAIL PROTECTED] Iklan yang baik dan benar (bukan penipuan, dll) akan dipertimbangkan moderator untuk dipasang di footer untuk jangka waktu tertentu (1 minggu - 1 bulan) 6. Dalam berdiskusi, hendaknya hindarilah kata-kata yang kasar/menyerang pribadi, tapi berikan argumen yang jelas. 7. Jika berdiskusi terlalu jauh dan menyimpang dari subyek aslinya, hendaknya rubah judul subyeknya, misalnya: Kenaikan Harga Barang Was: Privatisasi 8. Untuk diskusi yang terlalu panjang dan berulang-kali isinya, hendaknya langsung dilakukan lewat japri (jalur pribadi) 9. Dalam 1 hari, para peserta dihimbau untuk tidak mengirim lebih dari 5 email, agar mailbox anggota lainnya tidak cepat penuh. 10. Harap tidak mengirim email one-liner (satu baris). Misalnya: "Setuju" 11. Para anggota milis harus menggunakan nama asli. Bukan nama samaran. Demikianlah aturan milis Ekonomi-Nasional. Hendaknya para anggota mentaati aturan tersebut demi kebaikan bersama. Pelanggaran terhadap poin di atas akan dikenakan sangsi. Selamat berdiskusi! Terimakasih Moderator ([EMAIL PROTECTED]) Yahoo! Groups Sponsor ~--> Help tsunami villages rebuild at GlobalGiving. The real work starts now. http://us.click.yahoo.com/njNroD/KbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ekonomi-nasional] Cabut Subsidi BBM, Alihkan ke Subsidi Lain
Untuk mencari siapa yang berhak mendapatkan subsidi sering menjadi perdebatan karena data orang miskin yang tidak akurat. Parameter miskin memang sering menjadi perdebatan. Seharusnya untuk menunjuk rakyat miskin dilihat dari pedapatan. Jadi bagi saya, yang melaporkan pendapatan adalah rakyat kepada pemerintah dalam bentuk laporan pajak. Dari situ baru dilihat oleh pemerintah sampai tingkat pendapatan berapa seseorang bisa mendapatkan fasilitas subsidi. Pertanyaannya apakah untuk menuju ke arah sana itu perlu waktu lama atau cepat ?? Saya lebih cenderung mengatakan ke arah itu bisa dilakukan secepatnya. Kenapa ? Kita meyakini pemilihan Pemilu yang terakhir diikuti oleh pemilih dengan jumlah hampir 100 juta pemilih, termasuk insya allah, diantaranya tukang becak, supir taksi, tukang siomay, tukang gorengan, tukang insinyur, tukang sekolah, tukang pejabat, dan tukang-tukang lainnya. Kita pun yakin (setidaknya dipaksa yakin), bahwa para pemilih adalah orang-orang yang memiliki kartu pemilih. Dan tentunya kita pun mafhum kalau untuk mendapatkan kartu pemilih mereka mau susah payah datang ke kelurahan untuk mendaftar. Jadi saya yakin, kalau HANYA UNTUK SEBUAH HAK MEMILIH, mereka mau berduyun-duyun mendaftar, apalagi untuk sebuah hak subsidi hanya dengan melaporkan pendapatannya ke pemerintah ? Tak ada yang sulit, jika mau memulainya. No is a harmful word.. Kita tahu persis (lagi-lagi setidaknya dipaksa tahu persis) bahwa target penarikan pajak bukanlah dari tukang siomay (kecuali pemilik batagor riri), bukan dari supir taksi (walaupun saya yakin pendapatan mereka diatas 2 jt untuk supir taksi ibukota), dan bukan tukang gorengan (setidaknya bukan tukang gorengan di daerah sudirman!). Target penarikan pajak tetap orang-orang yang bekerja formal, lantas kemudian ditambah oleh orang-orang yang bekerja di bagian informal yang JUJUR, walaupun mungkin jika ngotot tidak ada, tak ada ruginya bagi pemerintah. Ada saat pemerintah harus yakin dahulu apa yang dilaporkan oleh masyarakat, kemudian setelah laporan pajak terdata, kemudian baru dilakukan penyelidikan jika ada laporan yang dicurigai (misalnya kalau pemilik batagor riri bilang bahwa dia miskin, petugas pajak harus curiga atuh euy! ) Bukti miskin ada dalam sebuah kertas yang dikeluarkan oleh dinas pajak atas laporan dari rakyatnya, bukan oleh p'RT, bukan pula oleh p'Lurah. Penyampaian bantuan pun bisa langsung melaui transfer bank, wesel pos, atau secarik kertas yang bisa dicairkan oleh pemegangnya di kantor dinas pajak, kantor pos ataupun di bank. Sedikit demi sedikit, saya yakin Indonesia akan lebih baik, dalam RUU tentang Perpajakan, ada usulan bagi perorangan yang tidak memiliki NPWP pajaknya lebih tinggi 10% (CMIIW, yang disesalkan oleh Faisal Basri). Saya belum mengerti maksud dari perorangan, kalau ternyata yang terkena adalah karyawan perusahaan, ini akan jauh lebih bagus karena dengan demikian mengurangi area negosiasi antara pengusaha dengan petugas pajak dalam hal pajak pendapatan, karena tagihan pajaknya seharusnya akan diterima oleh karyawan tersebut. Selama ini ada teman di jkt bilang : kalau kita punya NPWP, kita bayar pajak lebih mahal ! (lha, ngaco temanku ini ???! ). Beruntung saya bisa meluruskannya dan juga kebetulan ada teman lain yang juga meluruskan karena dia punya NPWP. Mungkin nantinya bantuan pemerintah itu tidak diberi judul subsidi bagi orang miskin, tapi diberi judul "tunjangan kesejahteraan" (he..he..) tanpa embel2 miskin. Maksudnya begini secara teknis : kalau data setiap lapisan masyarakat sudah di dapat, maka akan lebih mudah bagi pemerintah "membagi-bagikan" dana yang tersedia. Misalnya : kalau dana yang tersedia adalah 20 trilyun. Setelah dilihat dari data yang ada, maka akan ada tunjangan hanya bagi rakyat yang memiliki pendapatan di bawah 1 jt. Kalau ada dana 1000 trilyun, maka tunjangan pun bisa diberikan bagi rakyat yang memiliki pendapatan di atas 5 juta sekalipun (artinya Indonesia udah kaya kali yah, Amien). Sebetulnya pemerintah sendiri sudah memiliki angka kebutuhan minimum yang diaplikasikan sebagai UMR. Tentunya prioritas tunjangan diberikan kepada rakyat yang pendapatannya dibawah UMR supaya pendapatannya mencapai UMR (jika dana tersedia) ditambah beban tanggungan. Setelah itu jika dana masih jauh lebih banyak, maka tingkat bantuan bisa dinaikkan supaya rakyat bisa mendapat pendapatan sampai 1,1 x UMR, 1,2 x UMR ataupun 5 x UMR (he..he..) Sedikit OOT, sebetulnya sementara ini saya ingin menghimbau pemerintah tentang Dana Sumbangan Pendidikan yang diberikan oleh seseorang (baik orang tua yang membiayai anaknya, kakak yang membiayai adik, saudara yang membiayai saudaranya) kepada orang lain untuk sekolah termasuk yang melalui yayasan yang bertujuan untuk memberikan beasiswa pendidikan. Dana yang dikeluarkan tersebut dikeluarkan dari pendapatan terkena pajak sebagai penghargaan kepada masyarakat yang telah mengorbankan dananya atas ketidakmampuan pemerintah mengg
[ekonomi-nasional] From JakartaPost: RI TYCOONS IN CHINA TO REPATRIATE $1 BILLION
http://www.thejakartapost.com/[EMAIL PROTECTED]&irec=0 RI TYCOONS IN CHINA TO REPATRIATE $1 BILLION Rendi A. Witular, The Jakarta Post, Beijing In an effort to help ease pressure on the rupiah, Chinese-Indonesian businessmen have agreed to gradually repatriate U.S. dollars that they parked overseas in late 1997 during the Asian financial crisis. Their willingness to repatriate the funds was conveyed in a closed-door breakfast meeting here on Wednesday between Vice President Jusuf Kalla and state enterprises executives and noted tycoons, who are estimated to control some 50 percent of the country's economy. Among the attendees were businessmen Sofjan Wanandi, Tomy Winata, Pradjogo Pangestu, Anthoni Salim and Sukanto Tanoto and state enterprises executives, including PT Telkom president Arwin Rashid, Bank Negara Indonesia president Sigit Pramono, Garuda Indonesia president Emirsyah Satar, PT Antam president Dedy Aditya Sumanagara and PT Pertamina president Widya Purnama. The businessmen and the executives attended the meeting during Kalla's two-day trip to China. The Japanese leg of the VP's trip has been canceled due to the plunging rupiah, which has hit a four-year record low. "We have agreed to gradually repatriate our foreign exchange but under the condition that the government is willing to create economic certainty in the country," said a noted businessman who refused to be identified. The businessman said they had demanded the government immediately raise fuel prices to cut the massive cost of the fuel subsidy in order to create a more stable and sustainable economic condition. The amount to be initially repatriation is estimated at US$1 billion, with the businessmen pledging to pour more dollars into Indonesia if there is a clear indication that the government will raise fuel prices, said another businessman. The rupiah has nose-dived in past weeks, driven mostly by concerns of higher global oil prices that have affected the country's fiscal stability because of the higher cost of the fuel subsidy. According to Bloomberg, the rupiah traded at 10,250 against the greenback at Wednesday's closing. It hit a record low of Rp 11,800 to the dollar on Monday. Meanwhile, oil prices reached US$70.48 a barrel in New York and $68.05 in London for October's delivery due to damages to U.S. oil production facilities caused by Hurricane Katrina. Chinese-Indonesian businessmen have long been Indonesia's economic backbone even after the 1997/1998 financial crisis. Even though most of the tycoons -- who have close links with the Chinese government and conglomerates -- remitted their money out of the country, most of them are still committed to maintaining their businesses here. During the meeting, the businessmen also agreed to help the government invite more Chinese to invest in Indonesia to help revive the real sector, which will eventually employ some of the country's vast number of jobless. Yahoo! Groups Sponsor ~--> Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/hjNroD/EbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ekonomi-nasional] ChaveZ :....Si Koboi gagal....
'Cowboy' Bush failed in Katrina evacuation - Chavez Wed Aug 31, 2005 8:48 PM ET CARACAS, Venezuela (Reuters) - Venezuelan President Hugo Chavez, a vocal critic of the U.S. government, on Wednesday called President Bush a "cowboy" who had failed to manage the Hurricane Katrina disaster and evacuate victims. "That government had no evacuation plan, it is incredible, the first power in the world that is so involved in Iraq ... and left its own population adrift," Chavez said in a cabinet meeting broadcast live on television. His remarks came as U.S. authorities evacuated thousands of people from New Orleans and after Bush said it would take years to recover from flooding caused by Hurricane Katrina. The death toll on Wednesday reached at least 200 in what Bush called the nation's worst natural disaster. "That man, the king of vacations ... the king of vacations in his ranch said nothing but, you have to flee, and didn't say how ... that cowboy, the cowboy mentality," said Chavez, chuckling in a reference to Bush without naming him directly. Chavez, an outspoken populist who calls Cuba's Fidel Castro an ally, often lambastes what he calls Washington's failed imperialist policies. He says the Bush administration is trying to assassinate him and calls the U.S. president "Mr. Danger." The two governments frequently clash though the United States is the top oil client of Venezuela, the world's No. 5 crude exporter. Washington portrays Chavez as a menace who uses his nation's oil wealth to fund anti-democratic groups. The Venezuelan president, applauded by supporters for his self-proclaimed socialist revolution to fight poverty, has offered to send cheap fuel, humanitarian aid and relief workers to the disaster area. Venezuelan state oil firm PDVSA has offered $1 million from its U.S.-based refinery unit Citgo for relief efforts. http://today.reuters.com/news/newsArticle.aspx?type=worldNews&storyID=2005-0 9-01T004759Z_01_MOL102882_RTRIDST_0_INTERNATIONAL-WEATHER-KATRINA-CHAVEZ-DC. XML --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005 Yahoo! Groups Sponsor ~--> Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/PcNrnD/PbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ekonomi-nasional] US bangga dengan maraknya Looting di New Orleans ?
Kutipan : > New Orleans is not an aberration. ... > Bush's war and economic policies don't help matters. > His tax cuts redistributed billions to the rich and corporations. > The Iraq war has drained billions from cash-starved job training, > health and education programs... > All of this happened on Bush's watch. > The looting in New Orleans, though deplorable, put an ugly public face on a > crisis that Bush administration policies have made worse. The millions in > America who grow poorer, more desperate and greater in number are bitter > testament to that. Bung Dharmawan yb , artikel yang seperti Anda kirimkan itu sungguh amat penting untuk mengetahui sisi lain AS dari yang sering diberitakan oleh media meanstream. Usaha Anda seperti itu patut kita sambut. Politik luar negeri Bush adalah pencerminan politik dalam negerinya, yang membikin jumlah orang miskin semakin banyak dan kehidupannya semakin berat. Yang diuntungkan hanya orang kaya dan korporasi. Di televisi Jerman diberitakan, reporternya dilarang masuk kewilayah yang sedang dilanda bencana di New Orleans dg. alasan keamanan. Komentarnya, mungkin mereka malu bila kemiskinan di AS diketahui oleh publik internasional. Wassalam, Arif Harsana ++ - Original Message - From: "A_Dharmawan" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Thursday, September 01, 2005 7:35 AM Subject: [ekonomi-nasional] US bangga dengan maraknya Looting di New Orleans ? > US harus Bangga dengan maraknya Looting di New orleans.sebagaimana > bangganya US ketika akyat Iraq melakukan Lotting sewaktu Invasi ke bagdadh. > Itu sebagai tanda adanya Demokrasi dan Kebebasan ..katanya.. > > /ad > > > Looting New Orleans, and America's Poverty Crisis > Commentary, Earl Ofari Hutchinson, > Pacific News Service, Aug 31, 2005 > > Editor's Note: The deplorable looting in New Orleans is a symptom of > longstanding American poverty that Bush administration policies have > worsened, the writer says. > > LOS ANGELES--Two things happened in one day that tell much about the abysmal > failure of the Bush administration to get a handle on poverty in America. > > The first was the tragic and disgraceful images of hordes of New Orleans > residents scurrying down the city's hurricane-ravaged streets with their > arms loaded with food, clothes, appliances, and in some cases guns that they > looted from stores and shops. The second was a Census Bureau report released > the same day, which found that the number of poor Americans has leaped even > higher since Bush took office in 2000. > > Criminal gangs, which always take advantage of chaos and misery to grab > whatever they can, did much of the looting. But many desperately poor, > mostly black residents saw a chance to grab items that they can't afford. > That's still wrong, unless the items were necessary for survival. But it's > no surprise. New Orleans has one of the highest poverty rates of any of > America's big cities. > > According to a report by Total Community Action, a New Orleans public > advocacy group, nearly one in three of New Orleans' 485,000 residents live > below the poverty level. The majority of that group is black. A spokesperson > for the United Negro College Fund noted that the city's poor live in some of > the most dilapidated housing in the nation. > > New Orleans is not an aberration. Nationally, according to Census figures, > blacks remain at the bottom of the economic totem pole. They have the lowest > median income of any group. Bush's war and economic policies don't help > matters. His tax cuts redistributed billions to the rich and corporations. > The Iraq war has drained billions from cash-starved job training, health and > education programs. Increased American dependence on Saudi oil has driven > fuel prices skyward. Corporate downsizing, outsourcing and industrial flight > have further fueled America's poverty crisis. All of this happened on Bush's > watch. > > The 2 million new jobs in 2004 Bush touts as proof that his economic > policies work are mostly due to number-counting tricks. The bulk of these > jobs are low-paying ones in retail and service industries, with minimum > benefits and little job security. A big portion of the nearly 40 million > Americans who live below the official poverty line fill these jobs. They're > the lucky ones. They have jobs. Many young blacks, such as those who > ransacked stores in New Orleans, don't. > > The poverty crisis has slammed them the hardest of all. Even during the > Clinton era economic boom, the unemployment rate for young black males was > double and in some parts of the country triple that of white males. > > During the past couple of years, state and federal cutbacks in job training > and skills programs, the brutal competition for low- and semi-skilled > service and retail jobs from immigrants and the refusal of many employers to > hire those with criminal records have further hammered black communities and > added to high une
Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
Iya, di satu sisi kita harus membasmi korupsi. Di sisi lain isyu korupsi ini dimanfaatkan oleh kelompok Neoliberalis untuk melakukan privatisasi atau pun penyerahan SDA ke asing. Sebagai contoh baru2 ini Bank Dunia mendanai peneliti UI untuk meneliti masalah korupsi guna dipakai untuk kepentingan mereka. Padahal jika dipikir2, misalkan MNC asing mengelola satu blok minyak. Dari situ mereka dapat Rp 30 trilyun per tahun lewat biaya operasional yang besar (gaji expat serta mesin/software dari AS juga harganya mahal sekali). Kemudian dibandingkan dgn perusahaan domestik yang biaya operasinya hanya Rp 5 trilyun, kemudian korupsi Rp 5 trilyun. Nah masih kecil perusahaan domestik kan costnya? Ini bukan untuk menghalalkan korupsi. Namun dibanding perusahaan domestik yang korup pun biaya MNC asing yang tinggi lebih merugikan bangsa ketimbang perusahaan dalam negeri. --- "Ardi St. Majo Endah" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > selama ini perbaikan sistemik untuk memajukan > perekonomian nasional telah > dibajak oleh tema anti korupsi, termasuk biaya > siluman dengan kata kunci > memburu efisiensi. > > cilakanya lagi, isu ini justru menggiring pada > lahirnya kondisi dimana > pemain besar (TNC/MNC) mendominasi dengan cara > menyingkirkan peran > pemerintah dalam perekonomian nasional. > > kemudian orang serta merta meneriakkan serahkan > semuanya pada pasar, jual > saja semua BUMN karena jadi sarang korupsi dst, dst. > > padahal disisi lain masih ada opsi untuk memberbaiki > kinerja dan mekanisme > kontrol untuk mengatasi korupsi dsb-nya itu. > misalnya dengan pembenahan > sistem pengawasan intern dan ekstern terhadap > perusahaan negara atau > pembenahan aturan perundangan dan sistem > ketatalembagaan untuk mengatasi > persoalan yang ada. > > jadi saya mengajak anda untuk tidak mengkonfrontir > apa yang disampaikan Bung > Nizami dan Bung Wardoyo dengan masalah biaya siluman > dan sejenisnya. Karena > akan mengarahkan diskusi ini untuk melegitimasi > pemikiran yang ada di otak > para neoliberalis dan kita jadi terhambat untuk bisa > menggali lebih jauh ide > genuine dua kawan kita ini. > > ingatkan, bahwa ditengah krisis ekonomi, pemerintah > justru didorong untuk > menjual BUMN dengan alasan efisiensi dan KKN. > > saya kira anda juga sependapat, kalaupun didalam > rumah ada sarang tikus > bukan berarti kita harus membakar rumah untuk > memusnahkan tikusnya kan? > > On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > > > Komentar teman : > > Saya setuju dg bung Ardi : merubah hambatan > menjadi tantangan. > > > > "tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi > bangsa untuk > > mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan > tidak boleh dibelokkan > > atau > > dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya > siluman." > > > > Komentar saya : > > Saya kok jadi bingung ya maklum bukan pelaku > bisnis. > > Seandainya saja biaya siluman itu tak sekedar > mitos belaka, tapi > > benar-benar > > sebuah fakta. Apakah berpengaruh pada "harga" yang > dibayar oleh konsumen ? > > Apakah hanya mengurangi margin keuntungan > pengusaha ? Terus dampaknya apa > > yaa ? > > > > Salam/ > > @nung > > > > - Original Message - > > From: "Ardi St. Majo Endah" <[EMAIL PROTECTED]> > > To: > > Sent: Thursday, September 01, 2005 12:26 PM > > Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity > basket Re: Akibat Mental > > yang > > Terjajah > > > > > > > bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya > siluman itu adalah > > mitos > > > yang melemahkan semangat dan keyakinan kita > untuk mewujudkan kemandirian > > > bangsa. > > > sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk > meliberalisasi dan > > > mengkomersialisasi barang-barang publik. > > > tekad membangun dan mewjudkan kemandirian > ekonomi bangsa untuk > > > mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan > tidak boleh dibelokkan > > > atau > > > dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya > siluman. > > > > > > > > > On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] > <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > >> > > >> temen saya bilang, itu semua dihambat oleh > biaya siluman yg cukup > > >> signifikan, benarkah ??? > > >> > > >> salam/@nung > > >> - Original Message - > > >> From: "Wardoyo" <[EMAIL PROTECTED]> > > >> To: > > >> Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM > > >> Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity > basket Re: Akibat Mental > > >> yang > > >> Terjajah > > >> > > >> > > >> > > > >> > Fokus, > > >> > > > >> > Kita harus mulai fokus terhadap fundamental > industri kerakyatan. Bila > > >> > perlu > > >> > bikin menteri pertanian, peternakan, > kehutanan, UKM, distribusi hasil > > >> > tani, > > >> > perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 > menteri itu di Jogya, Di > > >> Sukabumi, > > >> > atau di Palembang. Benahi industri dasar kita > yg terkait pangan, > > >> kebutuhan > > >> > dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan > kembalikan swasembada beras. > > >> > Tanam > > >> > kapas, obat2an dll. Janganlah > pemerintah/menter
RE: [ekonomi-nasional] Cabut Subsidi BBM, Alihkan ke Subsidi Lain
Pak Nizami, Memang persoalan ini cukup dilematis. Namun saya berkeyakinan subsidi memang harus dicabut dengan alasan sebagaimana e-mail saya. Mengapa kita mensubsidi segelintir kelompok sementara ada saudara-saudara kita yang lain yang lebih membutuhkan. Adalah tugas pemerintah kita untuk mendata saudara-saudara kita yang masih "memerlukan bantuan". Yaa ini-lah yang harus kita pertanyakan kepada pemerintah, mengapa hal itu terjadi dan kita harus menindak-tegas para pejabat yang melakukan penyimpangan dana kompensasi tersebut. Tentang pendidikan, Pak Bambang Sudibyo menyatakan bahwa tidak ada yang tidak bisa sekolah karena alasan dana. Sekolah harus mau menerima. Saya kira ini merupakan jaminan kepada pemerintah. Tugas pemerintah mensosialisasikan masalah ini. Memang saudara-saudara kita kadang tidak memiliki informasi yang cukup sehingga kurang berani "melawan" pejabat sekolah yang menerapkan berbagai pungutan. Saat kami pulang kampung, sempat saya tanyakan mengapa sekolah masih saja menarik beberapa iuran yang terlewat mahal ? jawabnya .. bagaimana dana yang disediakan pemerintah tidak cukup. Jadi ya begitulah .. serba sulit Pak Nizami. Seperti menabak lebih dulu mana : ayam dan telur. Jadi biarlah pemerintah yang memutuskan yang terbaik. Regards Tar -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami Sent: Thursday, September 01, 2005 11:51 AM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: Re: [ekonomi-nasional] Cabut Subsidi BBM, Alihkan ke Subsidi Lain Pak Arsono, beberapa bulan lalu, pemerintah sudah mencabut subsidi BBM, sehingga harga premium naik dari Rp 1.800 jadi Rp 2.400 per liter. Katanya sih dana subsidi nanti akan diberikan langsung kepada orang miskin berupa raskin, pengobatan gratis, serta sekolah gratis. Tapi ternyata harga BBM dan harga barang lainnya naik, ternyata orang miskin banyak yang tidak bisa berobat atau sekolah gratis. Sebagai contoh Khaerunisa (3 tahun) harus meninggal karena ayahnya tak punya uang untuk berobat. Kemudian ada bayi sakit kuning yang ditolak 6 RS. Nah siswa yang bunuh diri gara2 tak bayar SPP juga ada. Kenapa orang miskin tidak dapat dana kompensasi? Karena pemerintah tidak punya data (nama dan alamat) orang2 miskin yang ada (belum yang tidak punya KTP). Yang diperlukan bukan dana kompensasi yang tidak seberapa. Tapi lapangan pekerjaan dengan jaminan tidak ada pabrik yang bangkrut karena biaya operasi yang melonjak tajam dan mendadak. Atau nelayan bisa mencari ikan karena harga solar tetap terjangkau oleh mereka. --- Arsono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran yang > cukup besar dalam pos > APBN kita. Saya sependapat bahwa subsidi BBM mesti > dikurangi dan pada > akhirnya harus dicabut. > > Memang pengurangan subsidi BBM akan berakibat > naiknya harga-harga > terutama harga kebutuhan pokok yang membuat > kehidupan saudara-saudara > kita semakin berat. Untuk mengurangi akibat negative > pencabutan subsidi > BBM - pada saat yang sama pemerintah diharapkan akan > memberikan subsidi > pada bidang lain seperti pangan, kesehatan dan > pendidikan. Subsidi ini > diharapkan dapat dinikmati langsung dan tepat > sasaran oleh > saudara-saudara kita yang memang benar-benar > membutuhkan. Saya kira > metode ini lebih baik daripada subsidi BBM yang > belum tentu dinikmati > oleh saudara-saudara kita yang benar-benar > membutuhkan. Pencabutan > subsidi BBM diharapkan memberikan efek penyadaran > bahwa harga BBM memang > mahal sehingga sudah seyogjanya kita berfikir untuk > melakukan > penghematan. > > Pemikiran bahwa pencabutan subsidi BBM akan > berakibat tutupnya beberapa > industri dan pada akhirnya jumlah pengangguran akan > semakin banyak - > memang ini sangat masuk akal. Tentunya pemerintah > akan mempertimbangkan > seluruh dampak baik positive maupun negative serta > jalan keluar > kebijaksanaan pencabutan subsidi BBM. > > Regards > Arsono > > > > > > > Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] __ Yahoo! Mail for Mobile Take Yahoo! Mail with you! Check email on your mobile phone. http://mobile.yahoo.com/learn/mail Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~--> Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/PcNrnD/PbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/
[ekonomi-nasional] Tekad Membenahi Ekonomi Nasional
SUARA KARYA Tekad Membenahi Ekonomi Nasional Oleh Toto Dirgantoro Kamis, 1 September 2005 Sudah banyak ekonom berbicara dan sekaligus mengingatkan bahwa fundamental ekonomi kita sangat lemah. Tapi pemerintah tidak cepat-cepat mengambil langkah penyelamatan. Ada kesan kuat pemerintah tidak serius menangani perekonomian nasional. Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, bahkan Menteri Koordinator Perekonomian tidak mengambil langkah-langkah strategis dan antisipatif untuk memperbaiki perekonomian nasional. Dalam situasi seperti sekarang ini, dunia industri mudah terpukul. Kalangan industri dan eksportir pernah mempunyai niat untuk bisa duduk dalam satu meja dengan penentu kebijakan, membicarakan masa depan tekstil. Tetapi Menko Perekonomian tidak hadir, dan hanya mewakilkan deputinya. Itu pun deputinya mengutus orang lain lagi. Dari Departemen Perdagangan, hanya diwakilkan pejabat eselon IV. Begitu juga dari Departemen Perindustrian. Mereka yang hadir ini bukan termasuk penentu kebijakan. Dari sini, ada kesan pemerintah, tidak serius memperbaiki keadaan. Sudah bisa diprediksi -- dengan masuknya produk tekstil dari Cina, Taiwan, dan Vietnam, dan dengan terus menguatnya nilai dolar AS terhadap rupiah -- kalau tidak hati-hati, Indonesia bisa masuk pada krisis ekonomi kedua. Kalau Indonesia masuk pada krisis ekonomi kedua, ekonomi kita akan tumbang. Dan jika itu sampai terjadi, untuk bangkit kembali akan lebih sulit lagi. Melesatnya dolar terhadap rupiah sekarang ini tentu sangat berpengaruh negatif terhadap industri dan perdagangan. Karena, baik yang diekspor maupun yang diimpor, bahan bakunya harus dibeli dengan dolar. Khusus produk ekspor, bahan baku dibeli dalam dolar, tapi komponen lain dibeli dalam rupiah. Khusus hasil produksi yang dipasarkan di dalam negeri, kita tidak bisa menghitung. Ketika kita menghitung pada saat membuka L\C (letter of credit), dolar kita hitung Rp 9.500,- Tapi ketika barang datang, kita produksi, dolar naik menjadi Rp 10.000,- bahkan lebih dari itu. Jadi, memang, perlu ada kepastian kurs dolar terhadap rupiah, sehingga kalangan industri bisa menghitung cost produksinya. Dari hasil produk ekspor, kita memang menerima rupiah lebih banyak, tapi komponen lain harus dibeli dengan dolar. Oleh karena itu, kalangan industri lebih senang nilai dolar stabil, sehingga cost produksi bisa diperhitungkan. Tapi dengan terus menguatnya nilai dolar, hampir bisa dipastikan akan banyak industri yang mengalami krisis. Konon, sebuah industri tekstil di Jawa Tengah dan Jawa Barat, sedang mempersiapkan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk 6.000 buruh. Persoalan di dunia industri adalah ketidakmampuan untuk memangkas hight cost, baik itu di pelabuhan maupun di bidang lainnya. Ini penyebab pertama terjadinya krisis. Kedua, kita tidak memiliki kepastian menyangkut perpajakan. Ketiga, ini terasa sekali, dunia industri terpukul dengan tarif listrik. Ini menyebabkan produk kita tidak kompetitif di pasaran internasional. Celakanya, soal listrik ini, tarifnya naik tapi pasokannya tidak jelas. Ini berarti bahwa PLN pun mengalami krisis. Keempat, kita terpukul dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Sebetulnya, naiknya harga BBM masih bisa kita antisipasi, jika penyediaan BBM lancar. Masalahnya, kini harga BBM naik, penyediaannya pun tidak lancar. Dunia industri otomatis kalang kabut. Kelangkaan BBM ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan industri. Sebenarnya, dengan naiknya harga minyak dunia, berarti penerimaan negara dari minyak juga naik. Tapi Pertamina mesti transparan, berapa cost produksinya, berapa kapasitas produksinya, berapa yang diekspor dan berapa yang digunakan untuk keperluan dalam negeri. Kalangan dunia usaha sudah berbicara dengan Komisi VI DPR, dan DPR sudah minta agar ada kalkulasi yang transparan dari Pertamina. Celakanya, Pertamina sampai hari ini belum bisa memberikan datanya. Kenyataannya demikian, tapi pemerintah tidak juga melakukan penggantian-penggantian direksi. Padahal, di media massa, direksi Pertamina sendiri sudah 'menantang', "Kalau mau ganti saya, ganti saja! Mengapa pakai ribut-ribut." Melihat dari sisi ini, kita tahu betapa lemahnya pemerintah sekarang ini. Kini, dengan dolar AS yang tembus lebih dari Rp 10.000,- kita sudah masuk ke ancaman krisis ekonomi tahap kedua. Inidikasi ke arah ini paling tidak dapat dilihat dari berbagai kondisi yang melingkupi, mulai dari adanya ketidakpastian perpajakan, kenaikan tarif listrik, dan ketidakpastian penyediaan BBM. Dengan fenomena yang terjadi sekarang ini, sebenarnya kalangan dunia usaha mulai tidak percaya lagi terhadap pemerintah. Dan, kalau investasi berhenti, investor hengkang ke luar negeri karena ekonomi tidak jalan, maka pengangguran akan bertambah. Karena itu, pemerintah harus punya sense of crisis yang tinggi. Kita sangat menyayangkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dipercaya oleh rakyat lewat pemilihan umum pre
[ekonomi-nasional] Menyorot Kinerja dan Kebijakan Pemerintah
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=120009 Menyorot Kinerja dan Kebijakan Pemerintah Oleh Pudja Rukmana Kamis, 1 September 2005 Belum genap setahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memangku jabatan sebagai Presiden RI Ke-5, namun "goyangan-goyangan" terhadap kinerja kabinetnya sudah mulai dirasakan. Kondisi perekonomian nasional yang tak kunjung membaik, terlebih ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar AS yang telah menembus angka kritis Rp 11.000,- tampaknya telah dijadikan "senjata" untuk menyoroti kinerja kabinetnya yang dinilai sudah tak efektif lagi. Desakan agar Presiden SBY segera melakukan reshuffle kabinet pun semakin menguat datang dari para pengamat, cendekiawan dan para pelaku pasar. Mereka menggugat bahwa ihwal keterpurukan ekonomi yang tak kunjung membaik disusul dengan pelemahan rupiah secara signifikan, tak terlepas dari serentetan kebijakan pemerintah, khususnya tim ekonomi yang dinilai tidak mencapai sasaran. Kenaikan BBM (bahan bakar minyak) hingga dua kali, tarif listrik, telepon, transportasi, dan tol yang berimplikasi pada kenaikan harga barang-barang mengakibatkan beban hidup masyarakat semakin berat. Ini berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat luas hingga berimbas pula pada terhambatnya kegairahan pasar ekonomi makro. Khusus tentang melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar AS, hampir semua bersepakat bahwa penyebab utamanya terkait dengan ketidakpercayaan para pelaku pasar. Memang, kenaikan harga minyak mentah dunia yang terus membubung hingga mendekati 70 dolar AS per barel, ikut menjadi penyumbang utama bagi keterpurukan rupiah atas dolar AS. Dengan kondisi lebih banyak mengimpor -- minyak dan bahan baku industri lainnya --, daripada mengekspor, kebutuhan atas dolar semakin tinggi, sementara pemasukan praktis lebih banyak dalam bentuk rupiah, maka kebutuhan dolar cukup besar. Dengan perbandingan antara suply dan demand yang tidak seimbang, permintaan dolar lebih besar daripada rupiah; ditambah lagi ulah para spekulan valas bermain di air keruh, berakibat pada pelemahan rupiah secara signifikan. Berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi moneter telah dilakukan, termasuk lewat intervensi Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter, untuk menjaga agar rupiah tidak membubung hingga titik kritis. Tak kurang dari Presiden SBY memrakarsai Rapat Kabinet secara mendadak, Rabu (31/8) untuk mengambil langkah-langkah konkrit berkaitan dengan masalah perekonomian nasional. Delapan langkah telah disiapkan pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi agar kian membaik. Presiden SBY juga telah mengisyaratkan akan melakukan evaluasi mendalam atas kinerja anggota kabinet agar lebih berdaya guna. Dari pengalaman sejarah, memburuknya kondisi ekonomi selalu sinergis dengan melemahnya kurs rupiah atas dolar AS. Tak ayal, indikasi keterpurukan rupiah seringkali dijadikan semacam "model" untuk menilai kinerja kabinet. Namun hal ini harus dipahami karena pelemahan rupiah memang terkait erat dengan ketidakpercayaan pelaku pasar atas kinerja pemerintah, termasuk kebijakan-kebijakan yang dilahirkan, khususnya kebijakan ekonomi dan kebijakan-kebijakan lainnya -- terkait dengan gangguan banyak faktor -- dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, dalam upaya mengatasi krisis, satu hal penting perlu dilakukan pemerintah, yakni meyakinkan para pelaku pasar dan masyarakat luas agar kembali mempercayai kinerja dan kebijakan-kebijakannya. Dalam kaitan inilah, langkah pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh, baik mengenai kinerja maupun kebijakan-kebijakannya, perlu diapresiasi. Dalam hal kinerja, apakah sudah terjadi sinergisitas dan soliditas antara Presiden dan Wakil Presiden? Bagaimana pula dengan kekompakan dan kesepahaman di antara menteri-menteri tim ekonomi, dan para menteri lainnya? Apakah kebijakan menteri yang satu sudah sejalan dengan menteri yang lain? Bagaimana koordinasi di antara menteri-menteri terkait? Bagaimana pula dengan masalah pendelegasian terhadap para menteri atas tugas dan kewenangnya masing-masing? Apakah semua yang dilakukan para menteri dan pejabat bawahannya benar-benar dalam satu komando sesuai arahan Presiden? Hal lain yang tak boleh dilupakan, bagaimana kepekaan Presiden, Wakil Presiden dan para menteri serta pejabat-pejabat negara lainnya di tengah menghadapi situasi "sulit" yang dialami masyarakat luas? Di tengah krisis, sudah selaiknya, semua kegiatan para pejabat negara harus diarahkan pada hal-hal yang benar-benar demi kepentingan rakyat. Dus, aneka kegiatan yang bersifat "hanya mencari popularitas" harus dihindari demi menjauhkan sikap apatis dan "muak" masyarakat atas sepak terjang pejabat yang dinilai hanya bersenang-senang sendiri. Dalam urusan kegiatan-kegiatan formalitas, pejabat negara bisa mendelegasikan kep