http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/11/opini/1965318.htm
Akhir Zaman Minyak (Bumi Murah) Oleh: ALHILAL HAMDI Sesudah distribusi BBM kembali normal, dalam sebuah acara di depan Presiden beberapa waktu lalu, pimpinan Pertamina menyampaikan BBM alternatif murah yang dapat diproduksi dengan biaya di bawah Rp 2.000 per liter, terbuat dari biji jarak pagar (Jatropha curcas). Salah seorang menteri memberikan pendapat bahwa minyak dari jarak pagar memang dapat dipakai. Hanya, biaya produksinya masih tinggi, dua kali lipat dari angka Pertamina. Pembicaraan itu menggambarkan besarnya perhatian terhadap pengganti BBM fosil. Isu yang penting dari minyak jarak pagar, sebagai BBM alternatif, sebenarnya tidak terletak pada angka biaya pokok produksi mana yang benar. Jelas, minyak jarak pagar dapat mengganti BBM, hanya sayangnya komoditas tersebut sekarang tidak tersedia di pasar kendati Pertamina bersedia membayar di muka seluruh biji atau minyak jarak pagar. Dengan demikian, isu utamanya adalah kapan biji tanaman jarak pagar dapat dipanen dalam skala besar-besaran. Tidak seperti biodiesel (campuran solar dan minyak kelapa sawit) atau biofuel (campuran etanol dan bensin) yang bahan bakunya merupakan komoditas pasar siap pakai. Saat ini lebih dari sepuluh juta kiloliter setahun minyak tanah dikonsumsi masyarakat miskin yang daya belinya tak kunjung membaik. PLNâ?"sepertiga operasi pembangkit listriknya memakai 12 juta kiloliter solar dan minyak bakarâ?"masih disubsidi karena tak bisa menaikkan harga setrumnya. Angkutan darat dan laut yang mengonsumsi 26 juta kiloliter solar dan 20 juta kiloliter bensin. Dengan angka-angka tadi, setiap hari Rp 356 miliar dikucurkan untuk subsidi harga. Siapa yang tidak waswas jika jumlah konsumsi terus meningkat dan harga minyak mentah, sebagai bahan baku BBM, sudah tidak lagi murah. Pada sisi lain, penggunaan energi alternatif masih minim, seperti energi angin, tenaga surya, biomassa, dan panas bumi. Energi hijau terbarukan Sekurang-kurangnya, ada dua pilihan dalam proses produksi minyak jarak pagar diukur dari hasil olahan, investasi, dan biaya pengolahannya. Pilihan pertama, mengolah biji jarak pagar secara mekanik dengan memeras biji untuk mendapat straight jatropha oil (SJO). Minyak jenis SJO iniâ?"dengan biaya produksi di bawah Rp 2.000 per literâ?"sudah dapat mengganti minyak tanah untuk menyalakan kompor dapur. Atau, mengganti minyak bakar untuk memanaskan ketel uap air yang menggerakkan turbin-turbin pembangkit listrik. Pilihan kedua, mengolah SJO melalui proses esterifikasi yang rumit dan karenanya mahal pada investasi maupun bahan imbuhan serta katalis untuk memacu reaksi kimia. Hal ini menyebabkan biaya pokok produksi ester SJO dua kali lipat SJO. Pada dasarnya, dari sisi mutu, ester-SJO hanya berbeda pada titik nyala dan derajat kekentalan. Berbagai uji coba telah dilakukan di Indonesia guna menggantikan peran sebagian atau seluruh BBM fosil. Yang dilakukan ITB bersama Mitsubishi Research Institute membuktikan bahwa SJO murni mampu menggerakkan pembangkit listrik dan juga kendaraan. Bus-bus BPPT sebagian diuji coba dengan biofuel serta biodiesel. Universitas Trisakti memakai minyak jelantah, merupakan sisa minyak goreng, berhasil menggerakkan mobil. Semua usaha tersebut membangkitkan harapan bahwa BBM alternatif dengan sumber terbarukan memiliki peluang menggantikan BBM fosil yang berasal dari jasad renik yang terkubur ratusan juta tahun lalu. Biodiesel telah diproduksi dan dipasarkan BPPT. Namun, dengan harga jual sekarang Rp 6.000 per liter, biodiesel ini baru dilirik pasar bila minyak mentah mencapai 90 dollar AS per barrel. Minyak jelantah sulit mencapai skala komersial mengingat kendala pengumpulannya dari limbah dapur rumah tangga, kedai, dan restoran. Pilihan yang paling masuk akal tinggal pada minyak jarak pagar (SJO) dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut: pertama, tanaman jarak pagar bisa hidup dan tetap produktif meski ditanam di tanah kritis dan tandus, seperti daerah NTT. Tumbuh dengan bagus di dataran rendah maupun pegunungan. Jarak pagar tidak memiliki hama dan mulai berbuah pada usia lima bulan sesudah ditanam, serta dapat dipanen terus-menerus hingga usia 50 tahun. Kedua, meningkatkan penghasilan petani sebanyak Rp 5 juta per tahun per hektar dan menciptakan sepuluh juta keluarga petani produktif yang berpendapatan Rp 50 triliun per tahun. Ketiga, mampu menghemat devisa sebesar 17,2 miliar dollar AS per tahun dari penggantian 40 juta kiloliter per tahun minyak solar, diesel, minyak tanah, dan minyak bakar. Bahkan, sangat berpotensi mendulang devisa apabila produksinya melewati kebutuhan dalam negeri. Keempat, dalam tiga tahun, menghijaukan 10 juta hektar atau separuh luas lahan kritis Indonesia. Penggunaan SJO juga menurunkan kadar emisi NOx, SOx dan CO. Dengan pengembangan energi hijau ini, Indonesia patut memperoleh insentif debt-swap dari negara maju. Agenda aksi penting Kita tidak bisa terus terpaku pada masalah rutin tahunan, siapa pun presiden yang memerintah, seperti pembahasan alot subsidi BBM dengan DPR. Atau, menaikkan harga BBM untuk menambal APBN yang berujung pada kenaikan tarif listrik, angkutan dan barang, tanpa ada agenda jangka panjang ke depan. Beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan adalah: pertama, memasyarakatkan penanaman jarak pagar â?segeraâ? dan secara meluas serta merancang mekanisme pasar yang adil antara industri pengolah SJO dan petani. Kedua, memperluas penggunaan bahan bakar non-BBM bagi pembangkit listrik, seperti air, panas bumi, batu bara, gas serta SJO. Penghematan BBM dilakukan juga melalui pengembangan moda angkutan massal darat sebanyak mungkin digerakkan tenaga listrik. Ketiga, pentingnya menambah cadangan devisa dalam masa â?transisi ekonomiâ? minyak mahal. Tambahan devisa segera dapat diperoleh dengan memperpanjang jangka waktu pembayaran bagian/hak perusahaan Kontraktor Bagi Hasil migas (KBH). Tentu, perusahaan KBH migas harus diberi kompensasi tingkat bunga memadai. Atau, bila seluruh kontrak migas direvisi, terdapat potensi sekitar 2 miliar dollar AS untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia. Harga minyak mentah dunia akan naik terus. Kalaupun terjadi penurunan harga, hanyalah gejala sementara. Tidak perlu berlama-lama membuat perdebatan berapa dekade lagi cadangan minyak bumi atau batu bara akan habis. Kita perlu mencari penyelesaian masalah mendatang dalam zaman kita sekarang. Selamat datang energi hijau! Alhilal Hamdi Menakertrans RI 1999-2001, Sekarang Staf Khusus Menko Kesra [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hj2j39f/M=362131.6882500.7825259.1493532/D=groups/S=1705001222:TM/Y=YAHOO/EXP=1123718930/A=2889190/R=0/SIG=10r90krvo/*http://www.thebeehive.org ">Put more honey in your pocket. (money matters made easy) Welcome to the Sweet Life - brought to you by One Economy</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/