Re: [ekonomi-nasional] Siaran Pers KAU - Presiden Bank Dunia menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang

2006-04-19 Terurut Topik jaya wijaya



Pak Ardi, saya pikir kita semua setuju bahwa utang luar negeri itu justru 
sumber kemelaratan bangsa ini. Karena kita terjebak hutang, kita susah 
menolak kemauan negara donor yang dipaksakan lewat berbagai kebijakan 
deregulasi dan liberalisasi. Bahkan katanya, bangsa kita sudah tidak bisa 
lagi hidup kalau tidak melestarikan taktik gali lobang tutup lobang. 
Hutang dipandang sebagai satu-satunya cara menutup defisit anggaran, 
setidaknya demikian menurut versi pemerintah. Tanpa hutang artinya bangsa 
Indonesia jatuh bangkrut.

Sementara itu, banyak pula yang optimis bahwa Indonesia layak meminta 
penghapusan hutang luar negeri dan ini layak diperjuangkan. Mereka meyakini 
jika pemerintah giat mengusung opsi ini bukan tidak mungkin lembaga dan 
negara kreditor akan memberi penghapusan/pemotongan utang. Kalau memang 
tidak bisa yang dikemplang saja. Tapi semua keyakinan ini mentok begitu 
sikap pemerintah justru seolah menganggap lembaga dan negara kreditor 
sebagai sahabat, bahkan malaikat penolong. Semua teriakan kaum kritis 
menjadi angin lalu yang kembali terhempas di jalanan.

Memang kita layak tidak berputus asa dan tetap melawan upaya pembuatan 
utang-utang baru. Namun, adakah cara-cara cerdas yang bisa dilakukan oleh 
segenap elemen bangsa ini untuk menolak utang?? Terus terang saja upaya 
kampanye banyak dilakukan antara lain oleh lembaga anda. Tapi kalau setiap 
tahun pemerintah bikin utang baru melulu, apa ya efektif cara-cara yang 
kemarin itu? Buat birokrat-birokrat di atas enggak ngefek sama sekali. Yang 
mereka dengar adalah ocehan Wolfowitz bahwa Indonesia akan mampu melunasi 
utang2nya. Mampu sih, tapi banyak yang harus dikorbankan untuk bayar utang; 
subsidi, sumber daya alam, BUMN.

Tidak banyak yang tahu sumber masalah anggaran negara kita adalah utang, 
akibat terlalu banyak porsi bayr utang anggaran untuk pendidikan dan 
kesehatan dipangkas hampir habis, anggaran pembangunan kecil. Tapi, 
suara-suara kritis ini hanya melulu di level pusat pak! di daerah-daerah 
masih sedikit isu utang luar negeri digelembungkan bersama isu-isu yang 
lain. Ada juga tantangannya, di daerah saya merasa kurang bisa menemukan 
sasaran tembak/kampanye tolak hutang luar negeri. Paling hanya 
proyek-proyek yang sudah berjalan. Nggak ngefek kan, karena yang penting 
justru tekanan di semua lini kepada pemerintah pusat dan DPR untuk tidak 
lagi membuat utang-utang baru.

Begitulah kurang lebih pertanyaan saya, semoga anda sebagai masinis 
lokomotif tolak hutan luar negeri bersedia membagi resep berkampanye tolak 
hutang di daerah.

salam,

.: jay


At 11:14 16/04/2006, you wrote:
*Press Statement*

**

*Contact: Kusfiardi, Koordinator Nasional*

*Hp: **+62811837389** *

*Email to; [EMAIL PROTECTED]

*cc: [EMAIL PROTECTED] *

Jakarta, 16 April 2006

* *



Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz; *menjerumuskan Indonesia kedalam jerat
utang*



P





enilaian Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz yang disampaikan dalam
kunjungannya ke Indonesia minggu lalu bahwa Indonesia memenuhi syarat untuk
mengajukan pinjaman maksimal senilai 1,4 miliar dollar AS kepada Bank Dunia
adalah perangkap bagi kebijakan ekonomi dan sosial Indonesia yang masih
dirundung krisis. Penilaian tersebut hanya melegitimasi penawaran utang baru
pada pemerintah Indonesia dan bank-bank swasta.

Pada kenyataannya pemerintah hanya mampu menyerap pinjaman dibawah tawaran
dari Bank Dunia. Pada tahun 2006 ini pemerintah memperkirakan hanya mampu
menyerap pinjaman sejumlah 900 juta dollar AS.

Rendahnya serapan utang ini karena banyak masalah teknis yang memengaruhinya
di lapangan. Masalah yang terjadi di lapangan dalam melaksanakan berbagai
proyek yang dibiayai pinjaman Bank Dunia. yang paling mencolok adalah
pencairan bantuan Bank Dunia yang lambat. Akibat dari pencairan pinjaman
yang lambat itu membuat pemerintah harus menanggung beban biaya komitmen.

Tawaran Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz ini mengindikasikan adanya usaha
sistematis menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang yang tak
berkesudahan. Sampai dengan akhir tahun 2005 lalu saja komitmen utang luar
negeri Indonesia sudah mencapai 365.883.070.000 dolar AS. Dari komitmen
tersebut yang sudah dicairkan baru sejumlah 162.129.673.000 dolar AS dan
kewajiban untuk melunasi utang luar negeri yang masih tersisa berjumlah
61.815.110.000 dolar AS (selengkapnya lihat Tabel Posisi Utang Luar Negeri
Indonesia sampai dengan 2005).

*Tabel *

*Posisi Utang Luar Negeri Indonesia sampai dengan 2005*

* *

*dalam **Dolar** AS***

*dalam Rp*

*Kurs 9.000/Dolar AS*

*Komitmen Utang*

365.883.070.000

3.292.947.630.000.000

*Jumlah Utang yang dicairkan*

162.129.673.000

1.459.167.057.000.000

*Jumlah Utang yang belum dicairkan*

203.753.398.000

1.833.780.582.000.000

*Jumlah Utang yang sudah dibayar kembali*

100.314.563.000

902.831.067.000.000

*Jumlah Utang yang belum dibayar kembali (OUTSTANDING)*

61.815.110.000

556.335.990.000.000

Sumber: Depkeu

Posisi utang tersebut akan membebani anggaran negara 

[ekonomi-nasional] Siaran Pers KAU - Presiden Bank Dunia menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang

2006-04-15 Terurut Topik Ardi St. Majo Endah
*Press Statement*

**

*Contact: Kusfiardi, Koordinator Nasional*

*Hp: **+62811837389** *

*Email to; [EMAIL PROTECTED]

*cc: [EMAIL PROTECTED] *

Jakarta, 16 April 2006

* *



Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz; *menjerumuskan Indonesia kedalam jerat
utang*



P





enilaian Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz yang disampaikan dalam
kunjungannya ke Indonesia minggu lalu bahwa Indonesia memenuhi syarat untuk
mengajukan pinjaman maksimal senilai 1,4 miliar dollar AS kepada Bank Dunia
adalah perangkap bagi kebijakan ekonomi dan sosial Indonesia yang masih
dirundung krisis. Penilaian tersebut hanya melegitimasi penawaran utang baru
pada pemerintah Indonesia dan bank-bank swasta.

Pada kenyataannya pemerintah hanya mampu menyerap pinjaman dibawah tawaran
dari Bank Dunia. Pada tahun 2006 ini pemerintah memperkirakan hanya mampu
menyerap pinjaman sejumlah 900 juta dollar AS.

Rendahnya serapan utang ini karena banyak masalah teknis yang memengaruhinya
di lapangan. Masalah yang terjadi di lapangan dalam melaksanakan berbagai
proyek yang dibiayai pinjaman Bank Dunia. yang paling mencolok adalah
pencairan bantuan Bank Dunia yang lambat. Akibat dari pencairan pinjaman
yang lambat itu membuat pemerintah harus menanggung beban biaya komitmen.

Tawaran Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz ini mengindikasikan adanya usaha
sistematis menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang yang tak
berkesudahan. Sampai dengan akhir tahun 2005 lalu saja komitmen utang luar
negeri Indonesia sudah mencapai 365.883.070.000 dolar AS. Dari komitmen
tersebut yang sudah dicairkan baru sejumlah 162.129.673.000 dolar AS dan
kewajiban untuk melunasi utang luar negeri yang masih tersisa berjumlah
61.815.110.000 dolar AS (selengkapnya lihat Tabel Posisi Utang Luar Negeri
Indonesia sampai dengan 2005).

*Tabel *

*Posisi Utang Luar Negeri Indonesia sampai dengan 2005*

* *

*dalam **Dolar** AS***

*dalam Rp*

*Kurs 9.000/Dolar AS*

*Komitmen Utang*

365.883.070.000

3.292.947.630.000.000

*Jumlah Utang yang dicairkan*

162.129.673.000

1.459.167.057.000.000

*Jumlah Utang yang belum dicairkan*

203.753.398.000

1.833.780.582.000.000

*Jumlah Utang yang sudah dibayar kembali*

100.314.563.000

902.831.067.000.000

*Jumlah Utang yang belum dibayar kembali (OUTSTANDING)*

61.815.110.000

556.335.990.000.000

Sumber: Depkeu

Posisi utang tersebut akan membebani anggaran negara sampai dengan 2009
tidak kurang dari kisaran 7.780.117.000 - 8.123.923.000 dolar AS (*lihat
Tabel Proyeksi Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia*).

Beban itu akan berdampak langsung pada pemenuhan hak anak-anak usia
pendidikan dasar untuk bersekolah dan menyelesaikan sembilan tahun
pendidikan dasar.  Kemudian juga akan menghambat pemenuhan hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan,
termasuk anak-anak. Dampak berikutnya adalah meningkatkan proporsi penduduk
dibawah garis kemiskinan nasional karena terbatasnya lapangan kerja dan
meningkatnya angka pengangguran.

*Tabel *

*Proyeksi Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia*

*Tahun*

*TOTAL*

*Dalam Dolar AS*

*dalam Rp*

*Kurs 9.000/Dolar AS***

*2005*

7.893.097.000

71.037.873.000.000

*2006*

7.908.982.000

71.180.838.000.000

*2007*

8.123.923.000

73.115.307.000.000

*2008*

7.925.861.000

71.332.749.000.000

*2009*

7.780.117.000

70.021.053.000.000

Sumber: Depkeu

Agar tidak terperangkap dalam jebakan utang, Koalisi Anti Utang (KAU)
Indonesia mendesak pemerintah untuk tidak menambah utang baru, termasuk yang
ditawarkan oleh Bank Dunia. Pemerintah harus mau mengusahakan kepada Bank
Dunia (termasuk kreditor Indonesia lainnya) untuk menghapuskan utang luar
negeri Indonesia. Desakan ini didasarkan pada penilaian bahwa utang yang
sekarang menjadi beban Indonesia adalah utang yang tidak sah dan bias
dikategorikan juga sebagai utang haram. Apalagi selama ini, Bank Dunia dan
kreditor lainnya telah memberikan utang dalam jumlah besar pada pemerintah
Indonesia. Pada saat yang sama para kreditor ini juga mengetahui bahwa utang
tersebut telah diselewengkan oleh oleh kroni, baik kroni dari para penguasa
maupun kroni dari kreditor sebagai pemberi utang (lihat juga lampiran siaran
pers Jubilee USA Network).

Transaksi utang haram tersebut telah meluaskan kemiskinan di Indonesia dan
semakin menguatkan argumen bahwa Indonesia layak mendapatkan penghapusan
uang 100%. Penghapusan utang ini tidak boleh diikuti dengan berbagai
persyaratan yang justru menyengsarakan rakyat Indonesia. ###(*RD*)###

 *Jubilee USA Network * East Timor and Indonesia Action Network*

*FOR IMMEDIATE RELEASE**
April 11, 2006

Contact:
*Debayani Kar, Jubilee USA, 202-783-0215; 202-246-8143
John M. Miller, ETAN, 718-596-7668; 917-690-4391


*Reaction to World Bank President Paul Wolfowitz's Remarks on Corruption
Today**

Jubilee USA and East Timor and Indonesia Action Networks Challenge Wolfowitz
to Address Roots of Corruption by Canceling Indonesia's Suharto-Era Debt*

* **
*WASHINGTON – As World Bank President Paul Wolfowitz