Re: Bls: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma Harga Harus Naik

2010-03-11 Terurut Topik Irwan Lubis
Justru itu, pak. Kalau bicara mata uang yg didukung oleh hal yg kongkrit
seperti emas - perak atau energi, ditambah dg mempraktekkan ajaran
Tuhan agar tidak memasukkan fungsi waktu terhadap uang (hilang lah
istilah opportunity cost dan cost of capital) maka kata inflasi jadi
tidak relevan atau bahkan bisa dihilangkan dari kamus

Kalau masih bicara inflasi, suku bunga SBI, dsb, Pak Nizami jadi tampak
seperti menari di gendang orang neolib

-Irwan L-

2010/3/10 A Nizami nizam...@yahoo.com



 Kalau bicara soal mata uang emas atau kertas nanti kejauhan dan jadi
 perdebatan bertele-tele.

 Sebenarnya kan dengan mata uang yang ada inflasi atau pemiskinan massal
 bisa diminimalisir dengan cara:
 1. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan harga BBM, Listrik, tol, dsb
 2. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan gaji pejabat yang sudah
 tinggi. Contoh gaji presiden Rp 62 juta/bulan. Itu sudah 60 kali lipat lebih
 dari UMR. Jadi tak perlu naik lagi. Apalagi dengan gaji segitu saja para
 presiden Indonesia bisa menumpuk hartanya jadi milyaran rupiah. Kenaikan
 gaji akan memicu kenaikan harga barang.
 3. Mandiri dalam mengelola kekayaan alam. Nasionalisasi perusahaan2 asing
 yang berkaitan dengan kekayaan alam kita.
 4. Bunga SBI cukuplah 0-0,25% seperti bunga the Fed atau negara2 di Eropa.
 Jika terlalu tinggi seperti 6,5%/tahun, maka tiap tahun jumlah rupiah
 bertambah 6,5%. Jumlah bertambah sementara daya sokong berupa produk,
 kekayaan alam, dsb kurang karena dikuasai asing akhirnya makin menurunkan
 nilai rupiah.

 Satu hasil studi menyatakan bahwa kemiskinan di Amerika Latin berkaitan
 erat dengan Inflasi yang tinggi. Ternyata kenaikan gaji jauh di bawah
 kenaikan harga barang sehingga akhirnya mayoritas rakyat pada miskin. Yang
 kaya cuma orang2 kaya pemegang SBI, ORI saja.

 ===
 Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
 http://media-islam.or.id
 Milis Ekonomi Nasional: 
 ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.comekonomi-nasional-subscribe%40yahoogroups.com

 
 Dari: Irwan Lubis irwanlubi...@gmail.com irwanlubis78%40gmail.com
 Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.comekonomi-nasional%40yahoogroups.com
 Terkirim: Rab, 10 Maret, 2010 09:41:37
 Judul: Re: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma
 Harga Harus Naik
 
  
 
 
 
 
  
 
 
 Bukannya ini kembali lagi pada soal mata uang?
 Mata uang yg digunakan setara dg sesuatu yg kongkrit dan
 nyata seperti emas, energi, dsb? Atau setara dg persepsi
 pasar thd negara yg mengeluarkan mata uang tsb?
 
 Ini juga kembali ke perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi
 konvensional. Pada sistem syariah, tidak ada fungsi waktu
 atau biaya peluang (opportunity cost) terhadap uang. Beda
 dg ekonomi konvensional/ lib/neo lib yg memberlakukan
 fungsi waktu thd uang.
 
 Dalam ekonomi syariah, bayar sekarang dan bayar nanti
 harusnya sama saja karena tidak memberlakukan fungsi
 waktu pada uang.
 
 Dalam ekonomi konvensional/ lib/neolib, bayar sekarang
 lebih murah daripada bayar nanti (atau bayar nyicil) karena
 dalam sistem ini diberlakukan fungsi waktu thd uang yg
 diwujudkan dalam formulasi sekian persen per bulan (atau
 minggu atau tahun atau hari)
 
 Dua hal tsb (kesetaraan uang dg apa, dan fungsi waktu thd
 uang), dampaknya pada apa yg disebut inflasi. Dalam
 sistem syariah, mestinya kata inflasi menjadi tidak relevan,
 sehingga harga tahun 2003 sama saja dg harga tahun 2010.
 
 -Irwan L-
 
 2010/3/9 A Nizami nizam...@yahoo. com
 
 
 
  Ini sekedar sharing guna merubah paradigma atau pola pikir para pejabat
 /
  masyarakat yang menganggap tiap tahun harga barang harus naik.
 
  Di Arab Saudi ketika saya pergi ke sana di tahun 1983, harga 1 kaleng
  minuman entah itu Pepsi Cola atau Burtuqol (Jus Jeruk dengan bulirnya)
 hanya
  1 real. Kalau tidak salah saat itu kursnya 1 real = Rp 700.
 
  Ternyata sekarang pun menurut ipar saya yang baru2 ini pergi umrah
 tetap 1
  real harganya (sekarang 1 real = Rp 2.446). Artinya lebih murah
 daripada
  harga di Indonesia. Padahal penghasilan warga Arab rata2 sekitar 7x
 lipat di
  atas kita.
 
  Hebatnya lagi, harga minuman itu entah di emperan jalan, di pasar, di
 mal,
  atau di airport tetap sama harganya. 1 real!
 
  Dengan harga yang stabil, tidak ada alasan bagi para pengusaha untuk
  menaikan harga barang dengan alasan harga bahan baku naik atau biaya
  operasional naik. Tidak ada alasan pula untuk minta naik gaji dengan
 posisi
  jabatan yang sama karena daya beli mereka tidak turun akibat tidak
 adanya
  kenaikan harga barang/inflasi.
 
  Sebaliknya di Indonesia. Karena harga barang (misalnya listrik, BBM,
 tol,
  dsb dinaikkan), maka para pengusaha menaikan harga2 barangnya karena
 biaya
  operasional naik. Para buruh juga harus minta naik gaji sebab jika
 tidak
  mereka jadi lebih miskin akibat daya beli gajinya menurun. Namun
 sayangnya,
  besar kenaikan gaji biasanya jauh di bawah besar kenaikan harga barang.
  Bahkan ada yang tidak naik gaji sama sekali.
 
  Akibatnya kemiskinan semakin 

Re: Bls: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma Harga Harus Naik

2010-03-11 Terurut Topik A Nizami
Betul.
Kalau uang kertas tidak didukung sesuatu yang riel, cuma ditetapkan oleh para 
pelaku Pasar Uang macam George W Soros, maka uang tersebut nilainya bisa 
dipermainkan para pelaku pasar macam Rupiah di tahun 1998 atau di Zimbabwe di 
mana untuk beli sesisir pisang saja orang harus bawa gepokan uang milyaran 
rupiah


===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

--- Pada Kam, 11/3/10, Irwan Lubis irwanlubi...@gmail.com menulis:

Dari: Irwan Lubis irwanlubi...@gmail.com
Judul: Re: Bls: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs  
Paradigma Harga Harus Naik
Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 11 Maret, 2010, 5:29 PM







 



  



  
  
  Justru itu, pak. Kalau bicara mata uang yg didukung oleh hal yg kongkrit

seperti emas - perak atau energi, ditambah dg mempraktekkan ajaran

Tuhan agar tidak memasukkan fungsi waktu terhadap uang (hilang lah

istilah opportunity cost dan cost of capital) maka kata inflasi jadi

tidak relevan atau bahkan bisa dihilangkan dari kamus



Kalau masih bicara inflasi, suku bunga SBI, dsb, Pak Nizami jadi tampak

seperti menari di gendang orang neolib



-Irwan L-



2010/3/10 A Nizami nizam...@yahoo. com







 Kalau bicara soal mata uang emas atau kertas nanti kejauhan dan jadi

 perdebatan bertele-tele.



 Sebenarnya kan dengan mata uang yang ada inflasi atau pemiskinan massal

 bisa diminimalisir dengan cara:

 1. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan harga BBM, Listrik, tol, dsb

 2. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan gaji pejabat yang sudah

 tinggi. Contoh gaji presiden Rp 62 juta/bulan. Itu sudah 60 kali lipat lebih

 dari UMR. Jadi tak perlu naik lagi. Apalagi dengan gaji segitu saja para

 presiden Indonesia bisa menumpuk hartanya jadi milyaran rupiah. Kenaikan

 gaji akan memicu kenaikan harga barang.

 3. Mandiri dalam mengelola kekayaan alam. Nasionalisasi perusahaan2 asing

 yang berkaitan dengan kekayaan alam kita.

 4. Bunga SBI cukuplah 0-0,25% seperti bunga the Fed atau negara2 di Eropa.

 Jika terlalu tinggi seperti 6,5%/tahun, maka tiap tahun jumlah rupiah

 bertambah 6,5%. Jumlah bertambah sementara daya sokong berupa produk,

 kekayaan alam, dsb kurang karena dikuasai asing akhirnya makin menurunkan

 nilai rupiah.



 Satu hasil studi menyatakan bahwa kemiskinan di Amerika Latin berkaitan

 erat dengan Inflasi yang tinggi. Ternyata kenaikan gaji jauh di bawah

 kenaikan harga barang sehingga akhirnya mayoritas rakyat pada miskin. Yang

 kaya cuma orang2 kaya pemegang SBI, ORI saja.



 ===

 Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

 http://media- islam.or. id

 Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional- subscribe@ yahoogroups. 
 comekonomi-nasional- subscribe% 40yahoogroups. com



 

 Dari: Irwan Lubis irwanlubis78@ gmail.com irwanlubis78% 40gmail.com 

 Kepada: ekonomi-nasional@ yahoogroups. comekonomi-nasional% 40yahoogroups. 
 com

 Terkirim: Rab, 10 Maret, 2010 09:41:37

 Judul: Re: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma

 Harga Harus Naik

 

  

 

 

 

 

  

 

 

 Bukannya ini kembali lagi pada soal mata uang?

 Mata uang yg digunakan setara dg sesuatu yg kongkrit dan

 nyata seperti emas, energi, dsb? Atau setara dg persepsi

 pasar thd negara yg mengeluarkan mata uang tsb?

 

 Ini juga kembali ke perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi

 konvensional. Pada sistem syariah, tidak ada fungsi waktu

 atau biaya peluang (opportunity cost) terhadap uang. Beda

 dg ekonomi konvensional/ lib/neo lib yg memberlakukan

 fungsi waktu thd uang.

 

 Dalam ekonomi syariah, bayar sekarang dan bayar nanti

 harusnya sama saja karena tidak memberlakukan fungsi

 waktu pada uang.

 

 Dalam ekonomi konvensional/ lib/neolib, bayar sekarang

 lebih murah daripada bayar nanti (atau bayar nyicil) karena

 dalam sistem ini diberlakukan fungsi waktu thd uang yg

 diwujudkan dalam formulasi sekian persen per bulan (atau

 minggu atau tahun atau hari)

 

 Dua hal tsb (kesetaraan uang dg apa, dan fungsi waktu thd

 uang), dampaknya pada apa yg disebut inflasi. Dalam

 sistem syariah, mestinya kata inflasi menjadi tidak relevan,

 sehingga harga tahun 2003 sama saja dg harga tahun 2010.

 

 -Irwan L-

 

 2010/3/9 A Nizami nizam...@yahoo. com

 

 

 

  Ini sekedar sharing guna merubah paradigma atau pola pikir para pejabat

 /

  masyarakat yang menganggap tiap tahun harga barang harus naik.

 

  Di Arab Saudi ketika saya pergi ke sana di tahun 1983, harga 1 kaleng

  minuman entah itu Pepsi Cola atau Burtuqol (Jus Jeruk dengan bulirnya)

 hanya

  1 real. Kalau tidak salah saat itu kursnya 1 real = Rp 700.

 

  Ternyata sekarang pun menurut ipar saya yang baru2 ini pergi umrah

 tetap 1

  real harganya (sekarang 1 real = Rp 2.446). Artinya lebih murah

 daripada

  harga di Indonesia. Padahal penghasilan warga Arab rata2 sekitar 7x

 lipat di

  atas kita

Bls: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma Harga Harus Naik

2010-03-09 Terurut Topik A Nizami
Kalau bicara soal mata uang emas atau kertas nanti kejauhan dan jadi perdebatan 
bertele-tele.

Sebenarnya kan dengan mata uang yang ada inflasi atau pemiskinan massal bisa 
diminimalisir dengan cara:
1. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan harga BBM, Listrik, tol, dsb
2. Pemerintah tidak jadi pionir dalam menaikan gaji pejabat yang sudah tinggi. 
Contoh gaji presiden Rp 62 juta/bulan. Itu sudah 60 kali lipat lebih dari UMR. 
Jadi tak perlu naik lagi. Apalagi dengan gaji segitu saja para presiden 
Indonesia bisa menumpuk hartanya jadi milyaran rupiah. Kenaikan gaji akan 
memicu kenaikan harga barang.
3. Mandiri dalam mengelola kekayaan alam. Nasionalisasi perusahaan2 asing yang 
berkaitan dengan kekayaan alam kita.
4. Bunga SBI cukuplah 0-0,25% seperti bunga the Fed atau negara2 di Eropa. Jika 
terlalu tinggi seperti 6,5%/tahun, maka tiap tahun jumlah rupiah bertambah 
6,5%. Jumlah bertambah sementara daya sokong berupa produk, kekayaan alam, dsb 
kurang karena dikuasai asing akhirnya makin menurunkan nilai rupiah.

Satu hasil studi menyatakan bahwa kemiskinan di Amerika Latin berkaitan erat 
dengan Inflasi yang tinggi. Ternyata kenaikan gaji jauh di bawah kenaikan harga 
barang sehingga akhirnya mayoritas rakyat pada miskin. Yang kaya cuma orang2 
kaya pemegang SBI, ORI saja.

 ===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com



Dari: Irwan Lubis irwanlubi...@gmail.com
Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Terkirim: Rab, 10 Maret, 2010 09:41:37
Judul: Re: [ekonomi-nasional] Harga yang Stabil di Arab Saudi vs Paradigma  
Harga Harus Naik

 




  
  
 
Bukannya ini kembali lagi pada soal mata uang?
Mata uang yg digunakan setara dg sesuatu yg kongkrit dan
nyata seperti emas, energi, dsb?  Atau setara dg persepsi
pasar thd negara yg mengeluarkan mata uang tsb?

Ini juga kembali ke perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi
konvensional. Pada sistem syariah, tidak ada fungsi waktu
atau biaya peluang (opportunity cost) terhadap uang. Beda
dg ekonomi konvensional/ lib/neo lib yg memberlakukan
fungsi waktu thd uang.

Dalam ekonomi syariah, bayar sekarang dan bayar nanti
harusnya sama saja karena tidak memberlakukan fungsi
waktu pada uang.

Dalam ekonomi konvensional/ lib/neolib, bayar sekarang
lebih murah daripada bayar nanti (atau bayar nyicil) karena
dalam sistem ini diberlakukan fungsi waktu thd uang yg
diwujudkan dalam formulasi sekian persen per bulan (atau
minggu atau tahun atau hari)

Dua hal tsb (kesetaraan uang dg apa, dan fungsi waktu thd
uang), dampaknya pada apa yg disebut inflasi. Dalam
sistem syariah, mestinya kata inflasi menjadi tidak relevan,
sehingga harga tahun 2003 sama saja dg harga tahun 2010.

-Irwan L-

2010/3/9 A Nizami nizam...@yahoo. com



 Ini sekedar sharing guna merubah paradigma atau pola pikir para pejabat /
 masyarakat yang menganggap tiap tahun harga barang harus naik.

 Di Arab Saudi ketika saya pergi ke sana di tahun 1983, harga 1 kaleng
 minuman entah itu Pepsi Cola atau Burtuqol (Jus Jeruk dengan bulirnya) hanya
 1 real. Kalau tidak salah saat itu kursnya 1 real = Rp 700.

 Ternyata sekarang pun menurut ipar saya yang baru2 ini pergi umrah tetap 1
 real harganya (sekarang 1 real = Rp 2.446). Artinya lebih murah daripada
 harga di Indonesia. Padahal penghasilan warga Arab rata2 sekitar 7x lipat di
 atas kita.

 Hebatnya lagi, harga minuman itu entah di emperan jalan, di pasar, di mal,
 atau di airport tetap sama harganya. 1 real!

 Dengan harga yang stabil, tidak ada alasan bagi para pengusaha untuk
 menaikan harga barang dengan alasan harga bahan baku naik atau biaya
 operasional naik. Tidak ada alasan pula untuk minta naik gaji dengan posisi
 jabatan yang sama karena daya beli mereka tidak turun akibat tidak adanya
 kenaikan harga barang/inflasi.

 Sebaliknya di Indonesia. Karena harga barang (misalnya listrik, BBM, tol,
 dsb dinaikkan), maka para pengusaha menaikan harga2 barangnya karena biaya
 operasional naik. Para buruh juga harus minta naik gaji sebab jika tidak
 mereka jadi lebih miskin akibat daya beli gajinya menurun. Namun sayangnya,
 besar kenaikan gaji biasanya jauh di bawah besar kenaikan harga barang.
 Bahkan ada yang tidak naik gaji sama sekali.

 Akibatnya kemiskinan semakin merajalela di Indonesia.

 ===
 Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
 http://media- islam.or. id
 Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional- subscribe@ yahoogroups. 
 comekonomi-nasional- subscribe% 40yahoogroups. com

 Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo!
 otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser.
 Dapatkan IE8 di sini!
 http://downloads. yahoo.com/ id/internetexplo rer

 


[Non-text portions of this message have been removed]


 


  
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 
http://id.yahoo.com/

[Non-text portions of this message