-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://www.antaranews.com/berita/1803969/jalan-berliku-menuju-china-bagian-1




Artikel

Jalan berliku menuju China (Bagian-1)

Oleh M. Irfan Ilmie     Minggu, 25 Oktober 2020 22:25 WIB

Para penumpang pesawat Xiamen Airlines yang mayoritas berkewarganegaraan China 
mengenakan alat pelindung diri bersiap memasuki pesawat yang hendak membawanya 
ke Fuzhou dari Bandar Udara Internasional Soeokarno-Hatta, Tangerang, Banten, 
Kamis (22/10/2020). ANTARA/M. Irfan Ilmie/aa.
Kalau "swab test"-nya di Surabaya, sedangkan berangkatnya dari Jakarta, pasti 
akan kesulitan mengatur waktunya
Fuzhou (ANTARA) - "No essential, no travelling," demikian pengumuman yang 
terpampang di laman resmi Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Jakarta.

Pengumuman itu ditujukan kepada siapa saja yang hendak bepergian ke China.

Tidak membedakan, apakah dia warga negara China yang tinggal di Indonesia atau 
warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke China.

Jika tidak ada kepentingan yang sangat mendesak, sebaiknya tidak melakukan 
perjalanan ke China, demikian anjuran Kedutaan.

China merasa perlu mencantumkan pengumuman tersebut, meskipun telah 
menandatangani kesepakatan bersama dengan Indonesia terkait Travel Corridor.

Peringatan yang dicantumkan mulai 1 Oktober 2020 itu untuk mempertegas maksud 
dari Travel Corridor yang hanya terbatas pada kepentingan sangat mendesak, 
seperti kedinasan, bertemu anggota keluarga (family reunion), alasan pekerjaan, 
bisnis, dan keperluan lain menyangkut hal-hal yang bersifat kemanusiaan.

Lalu bagaimana kalau memang sangat mendesak untuk berangkat ke China?

Pemerintah China memberikan persyaratan yang sangat ketat bagi siapa saja yang 
memang mendesak untuk datang.

Sebelum berangkat ke China, mereka harus melakukan tes usap (swab test) di 
beberapa institusi kesehatan yang terdaftar di kantor perwakilan RRC.

Kalau pada 2 Agustus jumlah institusi kesehatan di Indonesia yang ditunjuk oleh 
kantor perwakilan RRC sebanyak 68 unit, maka per 1 Oktober jumlahnya dikurangi 
hampir separuh hingga tertinggal 39 unit.

Seperti di wilayah kerja Konsulat Jenderal RI di Surabaya yang sebelumnya 
terdaftar 20 institusi kesehatan berubah menjadi enam saja.

Beberapa rumah sakit umum daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta 
yang sebelumnya masuk daftar rekomendasi, dihapus sejak 1 Oktober.

Masa berlakunya swab test yang sebelumnya lima hari, sejak 1 Oktober itu juga 
dipangkas hanya menjadi tiga hari sebelum naik pesawat (boarding).

Padahal paling cepat hasil swab test baru keluar satu hari kemudian sehingga 
persiapan para calon penumpang semakin singkat.

"Kalau swab test-nya di Surabaya, sedangkan berangkatnya dari Jakarta, pasti 
akan kesulitan mengatur waktunya," kata seorang petugas bagian visa China di 
Surabaya sambil menyarankan beberapa orang pemohon visa untuk melakukan tes di 
Jakarta.

Setelah tes dengan biaya mandiri, mereka masih dikenai kewajiban mengisi 
formulir yang dilampiri hasil negatif swab test lalu dikirimkan ke kantor 
perwakilan RRC sesuai domisili, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Denpasar..

Pihak perwakilan RRC akan mengirim balik formulir tersebut lengkap dengan 
pembubuhan tanda berlaku dan stempel resmi perwakilan tersebut.

Batas pengiriman formulir itu tidak boleh kurang dari 12 jam menjelang 
keberangkatan.

Formulir tersebut harus dicetak untuk ditunjukkan kepada petugas di bandara 
keberangkatan dan bandara kedatangan.

"Kalau harus cetak begini, di mana saya bisa mendapatkannya?" tulis seorang 
anggota grup obrolan WeChat yang dibuat khusus untuk calon penumpang Xiamen 
Airlines dari Jakarta tujuan Fuzhou dengan jadwal keberangkatan 22 Oktober 2020.

Dia yang berkewarganegaraan China tentu kelabakan ketika harus mencari jasa 
cetak formulir tersebut di Jakarta, apalagi selama ini tempat kerjanya di 
Kalimantan.

"Harusnya cukup diunduh dari ponsel saja," usul seorang rekannya di grup 
obrolan paling populer di China itu menanggapi keluhan rekannya sesama warga 
negara China yang hendak mudik itu.

Ternyata walaupun berbekal formulir kesehatan dari perwakilan RRC bukan berarti 
si calon penumpang tinggal berangkat saja karena masih diharuskan memindai 
laman Komisi Kesehatan Nasional China (NHC).

Setelah berhasil memindai laman NHC, calon penumpang harus mengisi semua daftar 
pertanyaan yang tertera di dalamnya untuk mendapatkan kode bar yang ditunjukkan 
kepada petugas maskapai menjelang keberangkatan dan petugas kesehatan di 
bandara tujuan.
 
Para calon penumpang pesawat Xiamen Airlines tujuan Fuzhou, China, harap-harap 
cemas menunggu pesawat yang baru saja mendarat di Bandar Udara Internasional 
Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis, 22 Oktober, 2020. (ANTARA/M.. Irfan 
Ilmie)


Penerbangan Langka

Perjuangan para calon traveller masih terus berlanjut, meskipun sudah berhasil 
melewati rumitnya persyaratan tersebut.

Dalam situasi pandemi, tidak banyak maskapai yang mengoperasikan pesawatnya di 
jalur penerbangan China-Indonesia.

Sejak akhir Januari 2020, maskapai penerbangan Indonesia sudah menghentikan 
operasinya di jalur penerbangan itu. Langkah itu diikuti oleh maskapai China.

Meskipun Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan koleganya, Menlu China Wang 
Yi, menyepakati Travel Corridor akhir Agsutus lalu, maskapai dari kedua negara 
itu belum memulihkan jadwal regulernya.

"Kami masih mengajukan izin. Mudah-mudahan pertengahan Oktober nanti bisa 
terbang ke sana," kata seorang manajer operasional Garuda Indonesia saat 
dihubungi ANTARA pada akhir September.

Walau begitu, maskapai penerbangan "pelat merah" tersebut bukan berarti tidak 
terbang ke China sama sekali.

Beberapa perusahaan China yang beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia 
menyewa pesawat milik Garuda untuk memulangkan para pekerjanya yang habis masa 
kontrak.

Pesawat Garuda yang disewa perusahaan itu hanya terbang di rute Jakarta-Chengdu.

Citilink dan Sriwijaya Airlines juga melakukan hal yang sama, masing-masing 
melayani carter untuk penerbangan Jakarta-Kunming dan Jakarta-Hangzhou.

Hanya maskapai Xiamen Airlines yang membuka penerbangan regulernya dari Jakarta 
ke Fuzhou setiap Kamis.

"Tapi untuk yang penerbangan hari Kamis tanggal 29 Oktober, kami belum 
mendapatkan izin," kata staf kantor perwakilan Xiamen Airlines di Jakarta 
melalui sambungan telepon pada 8 Oktober.

Oleh karena langkanya penerbangan ke China itulah, maka harga tiket sangat 
mahal. Bahkan bisa enam hingga 10 kali lipat harga normal.

Untuk satu kali perjalanan saja, harga tiket kelas ekonomi berkisar antara Rp23 
juta hingga Rp30 juta.

Itu pun belum termasuk biaya karantina di hotel di selama 14 hari yang 
rata-rata di berbagai kota di China mengenakan tarif 6.500 yuan atau sekitar 
Rp14,1 juta per kamar.

China mewajibkan setiap kamar diisi satu orang yang menjalani karantina.

Lalu bagaimana dengan anak-anak? Anak yang berusia kurang dari 14 tahun, boleh 
tinggal sekamar dengan ayah atau ibunya. Di atas usia 14 tahun, harus tinggal 
di dalam kamar secara terpisah dari orang tuanya.

Tidak hanya berliku, problem lainnya adalah betapa mahalnya biaya perjalanan ke 
China dan karantina yang harus ditanggung setiap orang pada masa pandemi ini.

(Bersambung ke Bagian 2)

 

Oleh M. Irfan Ilmie
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
COPYRIGHT © ANTARA 2020







Kirim email ke