-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1973-melawan-jiwa-keriput



 Rabu 28 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Melawan Jiwa Keriput 

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Melawan Jiwa Keriput Dok.MI/Ebet Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group . 
ORANG Jepang lebih mengenal Samuel Ullman (1840-1924) ketimbang orang Amerika 
Serikat. Padahal, sang penyair itu ialah warga AS. Semua gara-gara Jenderal 
Douglas McArthur, komandan perang AS untuk Asia-Pasifik yang bermarkas di 
Jepang. Sang 'Singa Pasifik' dalam Perang Dunia II itu menyimpan prosa tulisan 
Ullman di dompetnya. Judulnya Youth, alias 'Pemuda'. Ke mana McArthur pergi, ia 
selalu memperlakukan prosa liris 'Pemuda' laiknya jimat. Ia menyelipkan 
ungkapan prosa itu dalam pidato-pidatonya. Sebelum pergi dari Jepang, McArthur 
pun membingkai prosa 'Pemuda' itu lalu ia gantung di dinding meja kerjanya di 
Tokyo. Bait penting prosa liris yang ditulis saat Ullman berusia 78 tahun itu 
terjemahan bebasnya kurang lebih begini: 'Muda itu bukan urusan umur, melainkan 
sikap pemikiran; bukan berarti pipi kemerahan, bibir merah merekah dan dengkul 
yang lentur, melainkan terletak pada kemauan, kualitas imajinasi, kekuatan 
emosional, kesegaran dan kebugaran dari sumber paling dalam kehidupan'. 'Umur 
bisa mengeriputkan kulit, tapi kehilangan antusiasme hidup akan mengeriputkan 
jiwa. Tak peduli usia Anda 60 atau 16 tahun, jangan pernah kehilangan gairah 
yang tak habis-habisnya untuk ingin tahu apa yang terjadi, dan menikmati 
permainan hidup serta kehidupan', tulis Ullman. Kutipan itu dipajang Douglas 
McArthur dan 40 tahun kemudian menyebar di kalangan eksekutif Jepang, baik yang 
muda maupun apalagi yang tua. Gairah itu menjadi dapur pacu mereka untuk maju. 
Pada 1990 sampai diadakan pertemuan besar pengagum Samuel Ullman. Di Indonesia, 
jiwa muda seperti yang ditulis Ullman itu menemukan muaranya saat Sumpah Pemuda 
dipekikkan. Sumpah Pemuda itu ialah tekad. Tekad dari suatu kaum yang 
progresif. Penanda utama pemuda bukanlah usia, melainkan situasi mental 
kejiwaan (state of mind). Itulah mengapa yang muda ialah jiwa mereka. Saat 
mereka memilih bahasa Melayu-Indonesia, bukan bahasa Jawa yang jadi bahasa 
mayoritas peserta Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, itu berarti pengorbanan. Jiwa 
muda mereka mampu menembus sekat. Gairah muda mereka mengalahkan kesulitan. 
Pemancangan bahasa Melayu-Indonesia, misalnya, bukanlah perkara mudah. Bagi 
pemuda-pelajar yang terdidik dalam persekolahan bergaya Eropa, penggunaan 
bahasa Indonesia membawa kesulitan serius: menimbulkan kegagapan bagi pembicara 
dan kebingungan bagi pendengar. Namun, kurang dari tiga bulan, masalah bahasa 
bisa mereka atasi. Bahasa persatuan Sumpah Pemuda itu ialah kebesaran jiwa. 
Meski sebagian besar pemuda-pelajar waktu itu berasal dari Tanah Jawa, mereka 
rela berkorban tidak memaksakan bahasa mayoritas (bahasa Jawa) sebagai bahasa 
persatuan. Demi mengusung gagasan kebangsaan yang egaliter, mereka sepakat 
menjadikan bahasa Melayu-Indonesia sebagai bahasa persatuan. Jiwa-jiwa muda itu 
mengalahkan jiwa keriput. Apa itu? Jiwa yang kehilangan bahasa bersama: 'bahasa 
optimisme'. Jiwa keriput itu kehilangan gairah maju. Ia tak punya nyali, 
berwajah murung, lenyap kegembiraan. Bahasanya dipenuhi keluh kesah, nyinyir, 
kebencian. Pokoknya bahasa geram. Hari ini, setelah 92 tahun, Indonesia butuh 
menyalakan lagi Sumpah Pemuda. Agar jiwa-jiwa muda terus hidup, mengalahkan 
jiwa keriput yang terus mengempis. Supaya usia muda (16-30 tahun) tidak cuma 
menggelembung dalam struktur demografi, tetapi juga membesar secara mental 
muda. Kritik bahwa tampilnya orang-orang berusia muda dalam berbagai bidang 
kehidupan tidak memperkuat semangat 'kaum muda' tak bisa dianggap enteng. Suara 
bahwa kaum muda kebanyakan tak sanggup mengambil jarak dari 'kaum tua' yang 
mewariskan tradisi korupsi dan keterbelakangan; kebanyakan juga tidak 
menunjukkan kehendak untuk memuliakan harga diri bangsa mereka melalui 
pengetahuan dan gagasan kemajuan, harus dijawab. Gambaran bahwa figur-figur 
politik berusia muda beradu cepat meraih puncak-puncak kekuasaan tanpa kekuatan 
etos kejuangan yang etis, miskin imajinasi, cenderung mengambil jalan sesat 
dalam meraih kekuasaan, dan tidak menunjukkan vitalitas daya yang progresif, 
tidak bisa lagi dianggap sekadar nyanyian orang-orang dengki. Seperti pesan 
Samuel Ullman, "Setiap hati hendaknya memasang antena untuk menerima pesan 
keindahan, harapan, kegembiraan, gairah, keberanian, dan kekuatan dari alam 
semesta yang tak terbatas maka Anda akan selalu muda. Bila antena itu tak 
keluar, jiwa akan diselimuti salju pesimisme dan sinisme. Anda bisa tua pada 
usia 20 tahun, dan sebaliknya bila antena keluar memanjang menangkap sinyal 
optimisme tadi, ada harapan Anda akan mati muda pada usia 80 tahun."  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1973-melawan-jiwa-keriput





Kirim email ke