Pelarangan cadar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ditiadakan akibat tekanan 
sosial?
Mehulika SitepuBBC Indonesia   
   - 13 Maret 2018
   
   - Bagikan artikel ini dengan Facebook
    
   - Bagikan artikel ini dengan Twitter
    
   - Bagikan artikel ini dengan Messenger
    
   - Bagikan artikel ini dengan Email
    
   - Kirim
Hak atas fotoAFPImage captionKebijakan pendataan dan pembinaan mahasiswi 
bercadar di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menuai kontroversi dan menimbulkan 
banyak pandangan publik.
Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, mengeluarkan 
surat edaran yang mencabut kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar setelah 
menuai kontroversi di kalangan masyarakat umum.

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta lewat Wakil Rektor III 
Bidang Kemahasiswaan Waryono menegaskan tidak pernah melarang penggunaan cadar 
namun hanya ingin melakukan pendataan semata dan 'menutup pintu-pintu yang 
berpotensi negatif".

Meski begitu universitas itu lalu mencabut pendataan dan kebijakan pembinaan 
mahasiswi bercadar pada Sabtu (10/3): "...demi menjaga iklim akademik yang 
kondusif."
   
   - Rektor UIN: Larangan bercadar untuk cegah radikalisme, fundamentalisme
   - Larangan memakai cadar di UIN: Antara kebebasan memilih dan ancaman 
radikalisme
   - Kisah perempuan bercadar: Diteriaki maling, dilempar botol, hingga 
ditawari pekerjaan

"Yah sampeyan baca sendiri situasi sosialnya. Pertama antar dosen.. Yang kedua 
di Facebook teman-teman mahasiswa juga ternyata memperlihatkan keasliannya," 
kata Waryono kepada wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan, yang 
melaporkan untuk BBC Indonesia.

"Ini kan kalau diteruskan artinya kita membiarkan perilaku negatif. Jadi 
perdebatannya tidak akademik lagi."
Hak atas fotoYAYA ULYAImage captionSurat Edaran mengenai pendataan dan 
pembinaan (kiri) dan Surat Edaran yang mencabut putusan sebelumnya (kanan).
Disebabkan tekanan soosial?

Rabu (07/03) lalu, kampus UIN didatangi puluhan anggota Forum Ukhuwah 
Islamiyyah (FUI) Daerah Istimewa Yogyakarta yang "keberatan jika memang ada 
pelarangan menggunakan cadar" di kampus UIN.

Dan hal ini dipandang menjadi tekanan kepada pihak UIN untuk membatalkan 
kebijakan mereka.

"Ya itu sulit dibantah, bahwa perubahan sikap rektor UIN Sunan Kalijaga 
didasari oleh sejumlah pandangan, jadi saya kira bukan tekanan dari kelompok 
masyarakat," kata Ismail Hasani dari lembaga pegiat hak asasi, Setara 
Institute, kepada BBC Indonesia.

Ditambahkannya bahwa hal itu dapat menjadi 'pelajaran bagi semua pihak' bahwa 
segala persoalan tidak harus selalu diatasi dengan pendekatan regulatif dengan 
melarang atau mengatur, dengan membolehkan dan tidak membolehkan."
Hak atas fotoFURQON ULYA HIMAWANImage captionRombongan anggota FUI mendatangi 
kampus UIN Kalijaga Yogyakarta, pada Rabu (07/03).
Tekanan sosial 'penyebab diskriminasi'

Bagaimanapun pengamat Islam dan kemasyarakatan, Muhammad Abdullah Darraz, 
berpendapat bahwa di sisi lain tekanan sosial memang kerap menyebabkan 
diskriminasi ke kelompok minoritas.

"Misalnya pelarangan jemaat Ahmadiyah, itu kan didasarkan pada tekanan-tekanan 
massa dipicu oleh satu fatwa yang dikeluarkan MUI tahun 2005," kata Darraz 
menjabat Direktur Eksekutif Maarif Institute.

"Nah ini saya kira kasus-kasus seperti ini sering terjadi, seharusnya ini bisa 
dihindari," tambah Darraz.

Meski begitu, Wakil Rektor Waryono menyangkal bahwa pembatalan kebijakan mereka 
disebabkan oleh tekanan sosial.

"Mungkin ada yang mengaitkan setelah kami didatangi oleh FUI. Justru saya 
mengapresiasi FUI. Kenapa? Datang untuk tabayyun," kata Waryono.

Kasus ini sendiri sempat memicup pro dan kontra, namun dengan pencabutan 
pendataan dan pembinaan ini, mungkin kontroversinya berakhir.

Kirim email ke