-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2159-supervisi-kpk-tebas-korupsi Selasa 03 November 2020, 05:00 WIB Supervisi KPK Tebas Korupsi Administrator | Editorial Supervisi KPK Tebas Korupsi MI/Seno . PENGUATAN kinerja pemberantasan korupsi menjadi salah satu misi yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Melalui UU tersebut, KPK mendapatkan wewenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Singkatnya, supervisi terhadap penanganan perkara korupsi yang tengah dilakukan kepolisian dan kejaksaan. Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 lantas menjabarkan lebih lanjut kewenangan supervisi oleh KPK tersebut. Pasal 9 ayat (1) perpres menyebut, “Berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia.” Aturan dalam Perpres tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menguatkan posisi KPK sebagai leading sector pemberantasan korupsi. Di sisi lain, wewenang supervisi oleh KPK mensyaratkan koordinasi dan sinergi yang erat dengan kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan perkara. Setidaknya ada satu tahapan yang memerlukan kerja bersama antara KPK dan instansi yang menangani, yaitu gelar perkara. Dari hasil gelar perkara bersama barulah diambil kesimpulan perlu atau tidaknya KPK mengambil alih kasus. Tentu saja, dengan fungsi supervisi oleh KPK, hasil yang di harapkan ialah upaya pemberantasan korupsi yang kian agresif dan efektif. Bukan malah sebaliknya menjadi wadah kompromi penegak hukum yang menumpulkan penindakan terhadap para koruptor. Pengambilalihan perkara dapat dilatarbelakangi berbagai hal. Namun, yang paling mungkin ialah ketika ada potensi konflik kepentingan. Misalnya, perkara korupsi yang menempatkan anggota kepolisian sebagai tersangka, sedangkan penanganan dilakukan oleh pihak kepolisian. Demikian pula saat tersangka merupakan jaksa. Bila penanganan dilakukan oleh kejaksaan, bisa saja timbul keraguan publik bahwa penuntasan perkara akan dilakukan secara tegas. KPK pun diharapkan mampu menjadi pemecah kebuntuan perkara akibat hambatan-hambatan semacam itu di Korps Bhayangkara maupun Korps Adhyaksa. Lantas bagaimana bila hambatan justru berada di tubuh KPK? Di sini peran Dewan Pengawas. Salah satu tugas Dewan Pengawas seperti diatur dalam UU KPK ialah mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Selanjutnya, mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam setahun. Perpres Nomor 102 Tahun 2020 adalah payung hukum yang lama ditunggu-tunggu banyak kalangan, termasuk oleh internal KPK, agar mereka bisa leluasa memberantas korupsi. Dengan perpres itu, tak perlu ada lagi keraguan bagi KPK untuk mengambil alih kasus rasuah yang ditangani kepolisian atau kejaksaan. Namun, harus kita tegaskan, pengambilalihan kasus tak boleh dilakukan secara serampangan. Implementasinya wajib berpijak pada tata cara yang sudah digariskan. Jangan mentang-mentang, jangan pula sok punya kuasa, yang pada akhirnya justru menimbulkan gesekan antarinstitusi pemberangus korupsi. Ketika pemerintah dan DPR merevisi UU KPK lebih dari setahun lalu, teramat banyak suara yang menyebut bahwa KPK sebenarnya sudah tiada. Kini, dengan perpres yang mengatur supervisi, publik boleh yakin bahwa KPK masih ada di tengah-tengah kita untuk memerangi korupsi. Kita semua menaruh harapan besar pada penguatan upaya pemberantasan korupsi. Angka kasus korupsi harus turun drastis. Korupsi harus benar-benar enyah dari negeri ini dengan penegakan hukum yang kuat. Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2159-supervisi-kpk-tebas-korupsi