-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1943-tertohok-ahok Rabu 23 September 2020, 05:00 WIB Tertohok Ahok Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group | Editorial Tertohok Ahok Dok.MI/Ebet Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group . AHOK tidak berubah barang seinci pun. Kebiasaannya menohok apa saja yang ia anggap melenceng tidak benar-benar berhenti. Padahal, ia pernah berjanji untuk lebih 'santun' mengkritik setelah tersandung akibat semburan kata beberapa kali. Para kolega kerap menasihatinya untuk lebih lembut bertutur kata dengan anjuran menuruti kalimat bijak 'mulutmu harimaumu'. Ahok pun sempat mengikutinya dengan 'berhijrah' dalam panggilan nama. Katanya, "Jangan panggil aku Ahok. Panggil aku BTP, Basuki Tjahaja Purnama." Gaya bertutur lembut Ahok ternyata berdurasi pendek, tak lebih dari tujuh purnama. Setelah berpuasa kata-kata pedas dalam beberapa waktu, ia kembali bersuara keras dengan mengusulkan agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibubarkan saja. "Kementerian BUMN harusnya sudah dibubarkan sebelum Pak Jokowi selesai. Kita sudah ada semacam Indonesia Incorporation, semacam Temasek (super holding BUMN Singapura). Persoalannya Presiden tidak bisa mengontrol manajemen BUMN. Kita enggak ada orang," tutur Ahok dalam sebuah unggahan video di Youtube dengan nama akun Poin. Ahok tak segan-segan pula 'mengumbar aib' PT Pertamina, rumahnya sendiri, tempat ia menjabat komisaris utama. Ia menyebut gaji mantan pejabat di anak perusahaan masih tetap sama, bahkan ketika orang itu sudah tidak lagi di posisi pimpinan. "Alasannya karena ia orang lama," Ahok membeberkan. Ahok pun dengan gamblang menyebutkan pergantian posisi direksi di perseroan bisa terjadi karena adanya lobi-lobi. Bahkan, dia menyebut lobi-lobi itu pun langsung dilakukan ke menteri, tanpa ia diberi tahu kendati sebagai komut. Ahok mungkin benar saat melancarkan kritikan pedasnya. Namun, ia seolah lupa di mana posisinya kini dan bagaimana cara mengkritik institusinya itu secara 'baik dan benar'. Maka, 'mulutmu harimaumu' pun terjadi lagi. Lihatlah bagaimana reaksi tak kalah sengit dari Kementerian BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut Ahok tak paham undang-undang (UU). Kementerian BUMN, kata Arya, dibentuk berdasarkan UU sehingga bila ingin membubarkannya pun harus mengganti UU. Lalu, salahkah sepenuhnya jika Ahok bermimpi bangsa ini punya super holding BUMN sekelas Temasek Singapura? Jelas sah-sah saja. Apalagi jika ia ingin melihat Indonesia menjadi benar-benar bangsa besar lewat kekuatan Indonesia Incorporation melalui super holding BUMN. Siapa tahu, Ahok mungkin terinspirasi pernyataan Presiden Pertama RI Soekarno. Bung Karno sering mengajukan pertanyaan yang ia pinjam dari sejarawan Inggris, HG Wells, "Apa yang menentukan besar kecilnya suatu bangsa?" Lantas ia jawab sendiri, bahwa yang menentukan besar kecilnya suatu bangsa bukanlah seberapa luas wilayahnya dan seberapa banyak penduduknya, melainkan tergantung pada kekuatan tekad sebagai pancaran karakternya. Ahok mungkin gemas melihat Singapura yang penduduknya cuma 5,8 juta jiwa (separuh penduduk Jakarta) mampu menghasilkan produk domestik bruto US$380 miliar atau lebih dari sepertiga PDB Indonesia yang berpenduduk 268 juta jiwa. Sepertiga PDB Singapura itu disumbang Temasek, sedangkan kontribusi BUMN kita terhadap PDB baru sekitar 17,4%. Mimpi Ahok soal super holding BUMN sebenarnya bukanlah barang baru. Presiden Ketiga RI BJ Habibie pernah meminta adanya pengkajian soal itu. Bahkan, pada era Menteri BUMN Rini Soemarno, jalan menuju super holding sudah mulai dirintis dengan membentuk holding BUMN yang jumlahnya lebih dari 100 itu. Namun, jalan menuju ke sana masih terjal dan berliku. Wajar kalau banyak yang silau melihat kiprah Temasek. Kinerjanya selalu kinclong. Induknya induk BUMN Singapura itu mampu menempatkan 26% investasinya di Tiongkok, 13% di Amerika Serikat, 9% di Eropa, dan sisanya 27% di Singapura. Nilai aset bersihnya mencapai S$308 miliar atau sekitar Rp3.202 triliun. Pada 2017, pendapatannya mencapai S$107 miliar atau sekitar Rp1.112 triliun. BUMN kita sejatinya tidak buruk-buruk amat. Pada 2018, total asetnya mencapai Rp8.092 triliun. Kontribusinya terhadap APBN mencapai lebih dari Rp400 triliun. Dalam empat tahun terakhir, kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara tumbuh rata-rata 11,68%. Hanya, dalam soal investasi dan kelincahan, BUMN kita memang tak segesit Temasek. Banyak hal mesti diselesaikan jika Ahok ingin mendapati mimpinya soal super holding BUMN menjadi nyata. Tentang fungsi tanggung jawab sosial yang harus diemban BUMN buah dari amanat sebagai 'cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak', mesti di-clear kan dulu, juga perbaikan tata kelola yang tengah diupayakan Menteri Erick Thohir mesti dilihat sejauh mana hasilnya. Ahok mesti lebih sabar mengurai benang itu. Ia juga mesti mengurai dengan cara yang pas, agar benang itu tidak tambah ruwet atau malah putus. Kementerian BUMN juga tak usah teramat defensif menyikapi tohokan Ahok itu. Kuping boleh merah, hati boleh panas, tetapi kepala tetap dingin. Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1943-tertohok-ahok