-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2150-tonggak-menyetop-kekerasan-di-papua



Jumat 23 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Tonggak Menyetop Kekerasan di Papua 

Administrator | Editorial 

  Tonggak Menyetop Kekerasan di Papua MI/Duta Ilustrasi. KASUS-KASUS 
kekerasan di Tanah Papua seakan tidak ada habisnya. Satu kasus belum terusut 
tuntas sudah muncul kasus lainnya. Tidak mudah memutus rantai kekerasan yang 
sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Aksi saling balas antara aparat keamanan 
dan kelompok separatis me sulit dipastikan pangkalnya. Ujungnya pun jarang 
terlihat karena ketiadaan penegakan hukum yang berkeadilan. Belum lagi berbagai 
tindak kekerasan yang diduga dilakukan aparat terhadap warga sipil. Seperti 
halnya temuan Komnas HAM dalam kasus kekerasan yang menimpa Marius Betera, Mei 
lalu. Kemudian, pada September terjadi serangkaian penembakan balas-membalas di 
Kabupaten Intan Jaya, Papua. Dua anggota TNI dan dua warga sipil tewas. Salah 
satu korban jiwa ialah tokoh setempat, Pendeta Yeremia Zanambani. Masyarakat 
setempat gusar karena tokoh yang mereka junjung meninggal oleh luka tembakan. 
Seperti yang sudah-sudah, aparat keamanan dan kelompok separatisme saling 
tuding sebagai dalang. Demi mengantisipasi eskalasi kemarahan warga, pemerintah 
bergerak cepat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap 
pelaku. Saat menjalankan tugas di Intan Jaya, TGPF sempat dihadang tembakan 
oleh kelompok separatisme. Salah satu anggota TGPF terpaksa dipulangkan ke 
Jakarta karena terkena tembakan di kaki dan tangan. TGPF akhirnya berhasil 
merampungkan tugas dan menyerahkan laporan hasil investigasi kepada Menko 
Polhukam Mahfud MD. Dari hasil investigasi terungkap indikasi keterlibatan 
aparat sebagai pelaku penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia. Sampai di 
sini, TGPF mampu memutarbalikkan keraguan sebagian pihak tentang independensi 
mereka. Respons cepat pemerintah dengan membentuk TGPF yang diisi 
anggota-anggota berintegritas juga layak diacungi jempol. Akan tetapi, itu baru 
seujung kuku penanganan yang diperlukan untuk menuntaskan kasus kekerasan di 
Papua. Banyak kasus sebelumnya yang indikasi pelakunya terungkap oleh hasil 
investigasi lembaga nonaparat keamanan, tetapi tidak pernah diadili. Bila 
ditarik lagi lebih ke belakang beberapa kasus dugaan pelanggaran berat hak 
asasi manusia (HAM) di Papua, seperti kasus Wasior, Wamena, ataupun kasus 
Paniai, tetap terbengkalai. Tentu kita sangat berharap nasib serupa tidak 
menimpa kasus Intan Jaya. Ini saatnya pemerintah bersama penegak hukum 
membuktikan bahwa hukum tidak pandang bulu. Siapa yang bersalah pasti diadili 
untuk mendapatkan hukuman yang setimpal. Proses pengusutan dan peradilannya pun 
perlu terus-menerus dilakukan secara transparan. Dalam menanggapi dugaan 
keterlibatan aparat TNI sebagai pelaku, pihak TNI telah menjanjikan tidak akan 
menutupnutupi. TNI berkomitmen proses hukum akan dilakukan secara terbuka. 
Pihak kejaksaan juga menyatakan siap menindaklanjuti bila terdapat tindak 
pidana umum yang artinya melibatkan masyarakat sipil sebagai pelaku. Walau 
demikian, keraguan masih pekat menggelayut. Komitmen dan janji tentu tak 
berarti apa-apa jika tidak terealisasi dalam tindakan. Pengusutan secara 
benar-benar tuntas sampai pada vonis pengadilan ialah yang dinanti-nanti. Kasus 
Intan Jaya harus menjadi tonggak penegakan hukum yang adil di ‘Bumi 
Cendrawasih’. Selanjutnya, baru kita bisa berharap perlakuan yang sama bakal 
diterapkan pada kasus-kasus kekerasan yang mungkin timbul di kemudian hari. 
Dari situ pula, semoga trauma dan ketakutan saudara-saudara kita di Papua yang 
selama ini terus menumpuk, perlahan dapat terkikis. Kemudian, bangkit lebih 
giat membangun Tanah Papua dalam suasana tenteram, aman, dan damai.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2150-tonggak-menyetop-kekerasan-di-papua





Kirim email ke