[GM2020] 2050 Jakarta Utara Tenggelam

2008-03-03 Terurut Topik ramang H.demolinggo
 2050 Jakarta Utara Tenggelam   Mon Mar 3, 2008 3:03 pm 
  Refleksi: *Jakut tengelam, mungkin juga segera akan 
menyusul Jaksel, karena
 sekarang ombak semkin besar. Jadi mungkin tak banyak bisa dilakukan selain
 mengucapkan: Bye bye Jakarta, Adios! Wah, seram!  Kalau bukan pembangunan
 yang menyebabkan,  maka pasti kutukan Illahi. Bila demikian halnya maka
 pertanyaannya ialah apa alasan Allah untuk mencemplungkan Jakarta ke dasar
 laut Jawa?*
 
 http://www.suarapem baruan.com/ News/2008/ 03/01/Utama/ ut01.htm
 
 SUARA PEMBARUAN DAILY 2050, Jakut Tenggelam
 
 *Kondisi Jakarta juga diperparah oleh turunnya permukaan tanah akibat pola
 pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Rata-rata penurunan muka tanah
 di Jakarta berkisar 0,87 cm per tahun.Keberadaan gedung-gedung pencakar
 langit yang menghujam tanah Jakarta perlu dikaji ulang.*
 
 [JAKARTA] Laju pemanasan global yang berlangsung saat ini mengancam
 kelestarian sejumlah kawasan di Indonesia. Dalam 100 tahun terakhir suhu
 permukaan bumi naik satu derajat Celsius, dan mengakibatkan naiknya
 permukaan air laut di seluruh dunia.
 
 Menurut Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Keluatan
 dan Perikanan Indroyono Susilo kepada *SP*, di Jakarta, Sabtu (1/3),
 fenomena tersebut bisa dilihat dengan semakin tingginya intensitas tumpahan
 air laut ke darat (rob), termasuk banjir besar yang merendam sebagian
 wilayah di DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Lumpuhnya Bandara Soekarno
 Hatta, juga tak lepas dari akibat fenomena naiknya muka air laut.
 
 Berdasarkan simulasi yang dilakukan BRKP, pada tahun 2050, sekitar 25 persen
 wilayah Jakarta Utara (Jakut) akan tenggelam. Kawasan seperti Ancol, Pantai
 Indah Kapuk, Koja, dan Tanjung Priok hilang dari peta Indonesia.
 
 Kawasan seluas 160 kilometer persegi atau sekitar 25 persen wilayah Jakarta
 akan tenggelam secara permanen, ungkap Indroyono.
 
 Secara kasat mata, lanjutnya, tanda-tanda awal tenggelamnya kawasan itu bisa
 dilihat dari garis pantai di utara kota yang dulu bernama Batavia ini, sudah
 berubah. Garis pantai mulai masuk ke daratan akibat proses abrasi
 (pengikisan daratan oleh air laut). Laju kenaikan muka laut rata-rata 0,57
 cm per tahun. Kecepatan naik muka air laut di beberapa wilayah utara Jakarta
 berbeda-beda.
 
 Tetapi, menurut hasil penelitian tim dari Institut Teknologi Bandung, tren
 yang muncul menunjukkan kenaikan. Pada 1925, kondisi muka laut di Teluk
 Jakarta tercatat 51,19 cm.
 Dalam 25 tahun berikutnya (1950), muka laut bertambah 14,37 cm.
 
 Pada 25 tahun selanjutnya (1975), terjadi kenaikan muka laut 14,38 cm.
 Jumlah kenaikan muka laut Teluk Jakarta setiap 25 tahun berada di kisaran
 14,37 cm, atau rata-rata kenaikan per tahun 8 mm. Berdasarkan asumsi
 tersebut, pada 2050 diperkirakan muka laut di Teluk Jakarta akan mencapai
 123,06 cm (1,23 meter).
 
 Indroyono mengingatkan, hasil riset lembaga penelitian internasional dari
 badan riset Australia yang menyebutkan kenaikan muka laut yang secara
 berangsur-angsur menunjukkan tren kenaikan, akan mengancam kelangsungan
 negara kepulauan.
 
 Dalam penelitian itu disebutkan, pada 2001, Tuvalu, negara kepulauan di
 Samudera Pasifik, terpaksa mengungsikan 11.000 warganya akibat kenaikan muka
 laut. Tuvalu terpaksa menandatangani perjanjian dengan Selandia Baru, agar
 mau menerima warganya yang terpaksa diungsikan.
 
 Kondisi ini tidak terlepas dari peristiwa yang terjadi pada 1995-2002, yakni
 semenanjung Kutub Selatan kehilangan sandaran es seluas 12.500 kilometer
 persegi, atau setara empat kali lipat luas wilayah Luksemburg.
 
 Jika masyarakat Jakarta termasuk pemerintah tidak mengambil langkah-langkah
 positif, misalnya memperbaiki wilayah pesisir dengan menumbuhkan kembali
 vegetasi bakau, bukan tidak mungkin sebagian warga Jakarta akan menjadi
 pengungsi cuaca seperti yang dialami warga Tuvalu.
 
 Sementara itu, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi
 mengatakan, kondisi Jakarta juga diperparah oleh turunnya permukaan tanah
 akibat pola pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Rata-rata
 penurunan muka tanah di Jakarta berkisar 0,87 cm per tahun. Keberadaan
 gedung-gedung pencakar langit yang menghujam tanah Jakarta perlu dikaji
 ulang.
 
 Saat ini Jakarta tak ubahnya belantara beton. Berdasarkan penelitian *
 Bloomberg*, New York, keberadaan gedung pencakar langit sangat berperan
 besar dalam meningkatkan emisi karbondioksida (CO2). Setidaknya, 79 persen
 emisi gas rumah kaca diproduksi wilayah perkotaan. Sedangkan 21 persen emisi
 karbondioksida dihasilkan dari penggunaan energi dari sektor transportasi
 massa.
 
 *Rehabilitasi Mangrove*
 
 Terkait persoalan tersebut, Guru Besar Kelautan Institut Pertanian Bogor
 (IPB), Prof Dietriech G Bengen menjelaskan, kondisi Jakarta hanyalah
 sebagian kecil dari wilayah yang mewakili pesisir di Pulau Jawa. Jika pola
 pembangunan di seluruh pesisir Jawa tidak mengindahkan lingkungan, seperti
 

Re: [GM2020] 2050 Jakarta Utara Tenggelam

2008-03-03 Terurut Topik irvan sjafari

Loh, kalau itu terjadi tidak mengherankan... saya
pernah menulis di sbeuah media lokal di Kelapa Gading
berapa tahun lalu bahawa tanah di Sunter di Jakarta
Utara  sudah turun karena beban bangunan, Kelapa
Gading bebas banjir maksudnya banjir bebas masuk
Kelapa Gading..:)  Kelapa Gading saluran airnya
amburadul dan tidak tertata  padahal malnya ada tujuh
dan pemukiman cluster elite-nya banyak... Solusi
mereka sih gampang aja..mereka tinggikan tanah mereka
sendiri, maksudnya hanya berapa cluster dan tempat
apartemen atau wilayah bisnis yang duitnya kencang.
Ya..mereka ini nggak banjir yang kebanjiran rumah
orang yang duitnya nggak kencang... 



--- ramang H.demolinggo [EMAIL PROTECTED]
wrote:

  2050 Jakarta Utara Tenggelam   
Mon Mar 3, 2008 3:03 pm  
 Refleksi: *Jakut tengelam, mungkin juga segera akan
 menyusul Jaksel, karena
  sekarang ombak semkin besar. Jadi mungkin tak
 banyak bisa dilakukan selain
  mengucapkan: Bye bye Jakarta, Adios! Wah, seram! 
 Kalau bukan pembangunan
  yang menyebabkan,  maka pasti kutukan Illahi. Bila
 demikian halnya maka
  pertanyaannya ialah apa alasan Allah untuk
 mencemplungkan Jakarta ke dasar
  laut Jawa?*
  
  http://www.suarapem baruan.com/ News/2008/
 03/01/Utama/ ut01.htm
  
  SUARA PEMBARUAN DAILY 2050, Jakut Tenggelam
  
  *Kondisi Jakarta juga diperparah oleh turunnya
 permukaan tanah akibat pola
  pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan.
 Rata-rata penurunan muka tanah
  di Jakarta berkisar 0,87 cm per tahun.Keberadaan
 gedung-gedung pencakar
  langit yang menghujam tanah Jakarta perlu dikaji
 ulang.*
  
  [JAKARTA] Laju pemanasan global yang berlangsung
 saat ini mengancam
  kelestarian sejumlah kawasan di Indonesia. Dalam
 100 tahun terakhir suhu
  permukaan bumi naik satu derajat Celsius, dan
 mengakibatkan naiknya
  permukaan air laut di seluruh dunia.
  
  Menurut Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan
 (BRKP) Departemen Keluatan
  dan Perikanan Indroyono Susilo kepada *SP*, di
 Jakarta, Sabtu (1/3),
  fenomena tersebut bisa dilihat dengan semakin
 tingginya intensitas tumpahan
  air laut ke darat (rob), termasuk banjir besar yang
 merendam sebagian
  wilayah di DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
 Lumpuhnya Bandara Soekarno
  Hatta, juga tak lepas dari akibat fenomena naiknya
 muka air laut.
  
  Berdasarkan simulasi yang dilakukan BRKP, pada
 tahun 2050, sekitar 25 persen
  wilayah Jakarta Utara (Jakut) akan tenggelam.
 Kawasan seperti Ancol, Pantai
  Indah Kapuk, Koja, dan Tanjung Priok hilang dari
 peta Indonesia.
  
  Kawasan seluas 160 kilometer persegi atau sekitar
 25 persen wilayah Jakarta
  akan tenggelam secara permanen, ungkap Indroyono.
  
  Secara kasat mata, lanjutnya, tanda-tanda awal
 tenggelamnya kawasan itu bisa
  dilihat dari garis pantai di utara kota yang dulu
 bernama Batavia ini, sudah
  berubah. Garis pantai mulai masuk ke daratan akibat
 proses abrasi
  (pengikisan daratan oleh air laut). Laju kenaikan
 muka laut rata-rata 0,57
  cm per tahun. Kecepatan naik muka air laut di
 beberapa wilayah utara Jakarta
  berbeda-beda.
  
  Tetapi, menurut hasil penelitian tim dari Institut
 Teknologi Bandung, tren
  yang muncul menunjukkan kenaikan. Pada 1925,
 kondisi muka laut di Teluk
  Jakarta tercatat 51,19 cm.
  Dalam 25 tahun berikutnya (1950), muka laut
 bertambah 14,37 cm.
  
  Pada 25 tahun selanjutnya (1975), terjadi kenaikan
 muka laut 14,38 cm.
  Jumlah kenaikan muka laut Teluk Jakarta setiap 25
 tahun berada di kisaran
  14,37 cm, atau rata-rata kenaikan per tahun 8 mm.
 Berdasarkan asumsi
  tersebut, pada 2050 diperkirakan muka laut di Teluk
 Jakarta akan mencapai
  123,06 cm (1,23 meter).
  
  Indroyono mengingatkan, hasil riset lembaga
 penelitian internasional dari
  badan riset Australia yang menyebutkan kenaikan
 muka laut yang secara
  berangsur-angsur menunjukkan tren kenaikan, akan
 mengancam kelangsungan
  negara kepulauan.
  
  Dalam penelitian itu disebutkan, pada 2001, Tuvalu,
 negara kepulauan di
  Samudera Pasifik, terpaksa mengungsikan 11.000
 warganya akibat kenaikan muka
  laut. Tuvalu terpaksa menandatangani perjanjian
 dengan Selandia Baru, agar
  mau menerima warganya yang terpaksa diungsikan.
  
  Kondisi ini tidak terlepas dari peristiwa yang
 terjadi pada 1995-2002, yakni
  semenanjung Kutub Selatan kehilangan sandaran es
 seluas 12.500 kilometer
  persegi, atau setara empat kali lipat luas wilayah
 Luksemburg.
  
  Jika masyarakat Jakarta termasuk pemerintah tidak
 mengambil langkah-langkah
  positif, misalnya memperbaiki wilayah pesisir
 dengan menumbuhkan kembali
  vegetasi bakau, bukan tidak mungkin sebagian warga
 Jakarta akan menjadi
  pengungsi cuaca seperti yang dialami warga Tuvalu.
  
  Sementara itu, peneliti dari Institut Teknologi
 Bandung (ITB), Armi Susandi
  mengatakan, kondisi Jakarta juga diperparah oleh
 turunnya permukaan tanah
  akibat pola pembangunan yang tidak berwawasan
 lingkungan. Rata-rata
  penurunan muka tanah di Jakarta