Pas membaca berita suara Pembaruan ini saya teringat rekan-rekan dimilis
yang ada dijakarta. semoga info ini bermanfaat.



Wasalam

Imusafir

5 Tahun Berjualan Daging Sampah Hotel

SP/Yumelda Chaniago

Wali Kota Jakarta Barat Joko Ramadhan melihat daging olahan sisa hotel
dan
restoran yang digerebek polisi dan petugas Sudin Peternakan dan
Perikanan
Pemkot Jakarta Barat, di kawasan Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng,
Jakarta Barat, Kamis (11/9).

Bau busuk langsung menyeruak begitu SP tiba di depan pintu sebuah
ruangan
berukuran sekitar 5 x 3 meter di Jalan Peternakan I, RT 04, RW 07, Kapuk
Jagal, Cengkareng, Jakarta Barat pada Kamis (11/9) sore. Ruangan
berdinding
kayu dan berlantai tanah merah itu merupakan sebuah dapur, tempat Darmo
(55
tahun), dan istrinya Yatmi (50 tahun) mengolah berbagai daging busuk
yang
akan mereka jual kembali.

Sore itu pasangan suami-istri ini tengah bekerja. Darmo tengah menunggui
lima penggorengan berisi daging busuk yang tengah digorengnya, ketika
tiba-tiba sejumlah polisi dari Polres Jakarta Barat, bersama petugas
dari
Suku Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemkot Jakarta Barat masuk dan
memergoki ulah mereka.

Wajah Darmo dan Yatmi pun langsung tegang. Apalagi para petugas langsung
menemukan sejumlah daging busuk yang belum sempat mereka masak. "Saya
enggak
tahu apa-apa pak. Saya cuma masak, yang ngerti itu bosnya. Dari dialah
saya
mendapat daging-daging yang sedang dimasak ini," aku Darmo dengan nada
panik, ketika polisi bertanya mengapa daging yang telah busuk dimasaknya
kembali.

Darmo bergegas keluar dari dapur disusul istrinya. Tampaknya ia sudah
tak
tahan dengan kejaran pertanyaan dari para petugas. Ia kemudian duduk di
dipan depan rumahnya yang berdinding kayu. "Saya enggak tahu pak asal
daging
ini dari mana. Pokoknya saya beli dari bos, kemudian saya masak dan jual
lagi," akunya dengan wajah ketakutan.

Petugas terus mencecarnya dengan pertanyaan seputar asal daging itu.
Namun,
Darmo tetap menjawab tak tahu. Ia beralasan sang bos yang menjual daging
tersebut, datang dan menjual langsung ke rumahnya.

Padahal saat SP bertanya, bagaimana ia bisa mendapatkan daging-daging
tersebut, Darmo mengaku terkadang kalau sang bos tak datang membawa
daging
ke tempatnya, maka Darmo lah yang akan pergi membeli ke tempat sang bos.
Tapi saat ditanya di mana tempat sang bos, lagi-lagi ia mengaku tak
tahu.
"Enggak tahu saya di mana tempat bosnya. Kadang-kadang si bos sudah
datang
ke tempat saya bawa daging dalam karung, terkadang saya yang beli ke
sana.
Tapi saya enggak tahu tempatnya," katanya kembali menghindar.

Menurut Kepala Suku Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemkot Jakarta
Barat,
drh Chaidir Taufik, berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan
stafnya
selama hampir satu minggu sebelum penggerebekan dilakukan, diduga
daging-daging busuk yang terdiri atas daging ayam, sosis, ikan, dan usus
ayam yang dimasak Darmo, diperoleh dari kumpulan sampah-sampah hotel dan
restoran.

"Daging sisa yang telah dibuang ke bak sampah hotel dan restoran,
kemudian
dikumpulkan dan dijual ke orang-orang seperti Darmo. Mereka lalu
menggorengnya kembali untuk dijual dan dimakan," kata Chaidir kepada SP,
di
sela-sela penggerebekan.

Direndam Formalin

Tak jauh dari dapur rumah Darmo, terdapat sebuah lokasi yang dijadikan
tempat penampungan dan penyortiran sampah. Di tempat ini tampak belasan
orang pemulung tengah menyortir sampah dari plastik-plastik sampah
berukuran
besar.

Beberapa di antara mereka tampak sibuk memisahkan plastik-plastik bekas
botol air mineral, kardus, dan lain-lain. Petugas dari Sudin Peternakan
dan
Perikanan pun mendatangi tempat penyortiran sampah tersebut. Di sana,
terdapat sebuah kardus berisi kumpulan daging beraneka jenis yang belum
sempat dipilah. "Nah daging-daging sisa dari tempat inilah yang dimasak
kembali untuk dijual," ujar Chaidir. Selain kotor, daging-daging yang
berada
di tumpukan lokasi penyortiran sampah tersebut juga telah membusuk dan
bercampur dengan sampah-sampah lainnya, aromanya sangat "menusuk"
hidung.

Chaidir mengatakan, daging-daging busuk tersebut sebelum dimasak kembali
oleh Darmo, terlebih dahulu dicuci dan direndam dalam formalin agar
kembali
kenyal dan bau busuknya menjadi berkurang. Setelah itu daging digoreng
kembali dan dijual ke warung-warung makanan, tukang bubur ayam, dan
masyarakat luas.

"Daging ayam yang mereka goreng kembali bentuknya hancur, seperti daging
suwir. Soalnya mereka mengumpulkannya dari sisa-sisa daging ayam yang
tidak
habis dikonsumsi para tamu hotel atau restoran, sehingga bentuknya tidak
utuh," urainya.

Menurut Darmo, untuk mencerahkan warna daging yang terlihat menghitam
akibat
proses masak yang berulang, daging yang telah digoreng akan diberi
adukan
bubuk pewarna merek rodamin (pewarna tekstil, Red). Bubuk tersebut akan
membuat daging yang telah dimasak menjadi berwarna kekuningan, sehingga
terlihat seperti daging yang baru diolah. "Saya ngasihnya enggak
banyak-banyak, biasanya satu baskom daging hanya ditaburi setengah
bungkus
pewarna. Kemudian diaduk-aduk supaya warnanya merata," imbuhnya.

Daging yang telah dimasak kembali itu, jelas Darmo, ia jual ke sejumlah
pelanggan yang datang ke rumahnya. Ia mengaku tak mengenal para
pelanggan
yang datang membeli ke rumahnya. Selain itu, istrinya juga membantu
menjual
dengan menggelar lapak di Pasar Pos Duri, Kecamatan Tambora, Jakarta
Barat.
"Saya menjual semua jenis daging dalam baskom. Biasanya saya jual
seharga Rp
1.000 per bungkus. Isinya daging campur-campur, " aku Yatmi.

Lima Tahun

Darmo mengaku membeli daging-daging yang akan dimasaknya dari seseorang
yang
disebutnya bos. Setiap hari sang bos datang membawa aneka jenis daging
yang
telah dipilah dalam sebuah karung bekas beras. "Berapa pun banyaknya
daging
yang dibawakan, saya hanya membayarnya seharga Rp 100.000. Mau isinya
sedikit atau banyak harga belinya tetap, karena borongan," ungkapnya.

Dalam satu hari, Darmo mengaku bisa memasak daging sekitar 50-100
kilogram.
Dari penghasilannya ini ia memperoleh untung sekitar Rp 100.000 per
hari.
Usaha yang telah ditekuninya selama lebih dari 5 tahun ini, diakui Darmo
merupakan usaha turunan dari mendiang ibunya. "Dulu saya belajar dagang
daging ini dari ibu saya yang sudah meninggal. Setelah ibu meninggal
usahanya kemudian saya teruskan. Untungnya cuma cukup buat makan
sehari-hari, " katanya.

Sementara itu, tetangga Darmo bernama Mirna, mengaku tak tahu jika
daging
yang dijual Darmo berasal dari tempat sampah. Ia hanya melihat setiap
hari
Yatmi, istri Darmo jualan daging di Pasar Pos Duri, Tambora dalam wadah
baskom. "Enggak pernah tahu kalau daging yang dijualnya itu dari tempat
sampah. Malah tetangga di sini juga suka ikut beli, soalnya daging yang
mereka jual murah. Beli seribu bisa dapat lima potong ikan goreng,"
imbuhnya.

Wali Kota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan mengaku terkejut mendapat
laporan
adanya penjualan daging dari tempat sampah tersebut. Terlebih ia
mendengar
perdagangan daging busuk itu tersebar di beberapa tempat di wilayah yang
dipimpinnya. "Saya minta Kasudin Peternakan dan Perikanan untuk terus
mencari lokasi mana saja yang terdapat penjualan daging busuk. Ini
benar-benar keterlaluan, masak daging sampah dikasihkan pada manusia,"
ujarnya dengan nada gusar.

Menurut Djoko, penjual daging busuk tersebut dapat dikenai sanksi sesuai
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang Pangan. Ancaman hukumannya
pidana
penjara maksimal 1 tahun, dan atau denda Rp 120 juta. [SP/Yumeldasari
Chaniago]




Kirim email ke