[GM2020] Re: WARTAWAN ITU BURUH!-Kalo KULI ???????

2008-05-01 Terurut Topik v_madjowa
ya, bisa juga itukuli tinta, kuli disket dan lain-lain. 

tapi ada juga yang tidak pakai tinta dan disket lagi. kalau wawancara,
pokoknya lancar. setelah itu, tanya lagi, apa yang disampaikan nara
sumber. soalnya, saat wwc tidak mencatat. 

salam,

verri

--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Karyawanti Samad
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 pak verry saya setuju,..
 kalau wartawan kuli disket..he..he...
 
 
 
 - Original Message 
 From: v_madjowa [EMAIL PROTECTED]
 To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
 Sent: Wednesday, April 30, 2008 15:14:55
 Subject: [GM2020] Re: WARTAWAN ITU BURUH!-Kalo KULI ???
 
 
 buruh sama dengan kuli. hanya soal pilihan kata. secara bersama perlu
 memperjuangkan nasib dalam aksi May Day.
 
 ini ada siaran pers, sekadar meneruskan saja.
 
 salam,
 
 verri
 ==
 
 Press Release:
 
 Buruh Putri Indonesia Mendukung Aksi May Day Aliansi Buruh Menggugat
 
 Wahai Tirani Modal, Bayar Utangmu pada Buruh Perempuan Indonesia!
 
 Salam Pekerja!
 
 Kami Buruh Putri Indonesia, terdiri atas perempuan aktivis di Jakarta,
 menuntut hak sebagai buruh perempuan Indonesia. Pada Hari Buruh 1 Mei
 2008 kami akan berjalan dari Bundaran HI menuju Istana. Kami
 memerankan tokoh-tokoh perempuan lengkap dengan atribut buruh
 perempuan. Tokoh perempuan itu adalah buruh tani, buruh nelayan, buruh
 manufaktur, buruh transportasi, buruh tambang, buruh nelayan, buruh
 migran, buruh seks komersial, sales promotion girl (SPG) yang berada
 dalam barisan perayaan May Day.
 
 Sebagai informasi, buruh-buruh perempuan yang dibayar murah telah
 berjasa menyumbang produktivitas globalisasi hingga 70 persen, namun
 nilai tenaga kerja mereka dimerosotkan hanya sebagai faktor nonpasar
 (Human Development Resources (HDR) pada tahun 1995. Buruh perempuan
 tidak diuntungkan dalam kondisi ini. Keuntungan ekonomis mengalir
 deras ke brankas perbankan tirani modal, termasuk nilai lebih yang
 dihasilkan kaum pekerja.Tirani modal yang dimaksud tak sebatas modal
 ekonomis atau kekuasaan bisnis yang terlalu besar, tapi cakupannya
 menyangkut masalah reproduksi kekerasan, kemiskinan, pendidikan,
 kesehatan, dan hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang
 banyak.
 
 Tenaga kerja perempuan yang dikerahkan untuk produktivitas ekonomi
 global itu mencakup kerja-kerja yang bervariasi di sektor domestik dan
 publik. Di sektor domestik tercipta kerja kerumahtanggaan, sehingga
 kita mengenal pekerja rumah tangga (PRT), pengasuh anak (babby
 sitter), pengasuh orang lanjut usia, baik yang bekerja pada rumah
 tangga di dalam negeri maupun luar negeri (buruh migran). Di banyak
 pedesaan, setelah Revolusi Hijau dilaksanakan pada awal 1970-an hingga
 saat ini mengakibatkan kehancuran pertanian masyarakat hingga petani
 menjadi petani gurem dan buruh tani. Bahkan, di sejumlah desa di Jawa,
 pemiskinan di pedesaan itu mengakibatkan para perempuan muda
 bermigrasi ke luar negeri sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia,
 Singapura, Arab Saudi, Hong Kong, dan Taiwan. Mereka yang tidak
 bermigrasi kerja ke luar negeri menjadi buruh di industri jasa dan
 manufaktur di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
 kota-kota besar lain di Indonesia.
 
 Hancurnya pertanian pedesaan itu juga mendorong migrasi penduduk ke
 kota besar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Perempuan muda yang
 lahir sebagai urban di kota besar dan yang sempat mengenyam pendidikan
 hingga SLTA lalu terserap oleh kartelisme toko modern seperti Hero,
 Carrefour, Giant, dan Indomart sebagai kasir atau sales promotion
 girl. Mekanisme ekonomi politik kota juga menyerap tenaga perempuan
 sebagai pesuruh di kantoran (office girl), sebagai buruh yang melayani
 pemenuhan leissure time pegawai kantoran dan profesional di kafe
 ataupun kelab malam. Sedangkan tenaga dan kerja perempuan yang
 terlempar dari mekanisme pasar kerja menjadi sempalan yang
 mengisi lahan industri pelayanan seksual, seperti pekerja seks dan
 pekerjaan sejenisnya.
 
 Di wilayah eksplorasi pertambangan, meski persentasenya lebih kecil,
 tenaga dan kerja perempuan melayani kepentingan MNC berhadapan dengan
 risiko alam yang potensial merusak kesehatan reproduksi. Di wilayah
 perkebunan, baik MNC maupun modal nasional memenjara secara
 turun-temurun dari nenek moyang hingga generasi cicit sebagai buruh
 perkebunan tanpa perkembangan kualitas hidup. Sementara para perempuan
 di pesisir mengeluarkan keringat sebagai buruh pengasin ikan, buruh
 pembuatan garam pada tauke besar atau kecil, tergantung sumber daya
 kelautannya.
 
 Tegasnya, besaran persoalan, yakni upah murah (bahkan disertai
 diskriminasi) , kekerasan seksual, tidak adanya fasilitas day care
 centre (untuk penitipan anak dan menyusui), dan beban ganda merupakan
 ciri khas problem yang membedakan buruh perempuan dari buruh
 laki-laki. Ada penindasan di dalam penindasan. Justru tirani modal
 memanfaatkan beban ganda dan seksualitas buruh perempuan sebagai
 tenaga nonpasar yang nilai ekonimisnya direndahkan.
 
 Dari

[GM2020] Re: WARTAWAN ITU BURUH!-Kalo KULI ???????

2008-04-30 Terurut Topik v_madjowa
buruh sama dengan kuli. hanya soal pilihan kata. secara bersama perlu
memperjuangkan nasib dalam aksi May Day.

ini ada siaran pers, sekadar meneruskan saja.

salam,

verri
==

Press Release:

Buruh Putri Indonesia Mendukung Aksi May Day Aliansi Buruh Menggugat

Wahai Tirani Modal, Bayar Utangmu pada Buruh Perempuan Indonesia!

Salam Pekerja!

Kami Buruh Putri Indonesia, terdiri atas perempuan aktivis di Jakarta,
menuntut hak sebagai buruh perempuan Indonesia. Pada Hari Buruh 1 Mei
2008 kami akan berjalan dari Bundaran HI menuju Istana. Kami
memerankan tokoh-tokoh perempuan lengkap dengan atribut buruh
perempuan. Tokoh perempuan itu adalah buruh tani, buruh nelayan, buruh
manufaktur, buruh transportasi, buruh tambang, buruh nelayan, buruh
migran, buruh seks komersial, sales promotion girl (SPG) yang berada
dalam barisan perayaan May Day.

Sebagai informasi, buruh-buruh perempuan yang dibayar murah telah
berjasa menyumbang produktivitas globalisasi hingga 70 persen, namun
nilai tenaga kerja mereka dimerosotkan hanya sebagai faktor nonpasar
(Human Development Resources (HDR) pada tahun 1995. Buruh perempuan
tidak diuntungkan dalam kondisi ini. Keuntungan ekonomis mengalir
deras ke brankas perbankan tirani modal, termasuk nilai lebih yang
dihasilkan kaum pekerja.Tirani modal yang dimaksud tak sebatas modal
ekonomis atau kekuasaan bisnis yang terlalu besar, tapi cakupannya
menyangkut masalah reproduksi kekerasan, kemiskinan, pendidikan,
kesehatan, dan hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang
banyak.

Tenaga kerja perempuan yang dikerahkan untuk produktivitas ekonomi
global itu mencakup kerja-kerja yang bervariasi di sektor domestik dan
publik. Di sektor domestik tercipta kerja kerumahtanggaan, sehingga
kita mengenal pekerja rumah tangga (PRT), pengasuh anak (babby
sitter), pengasuh orang lanjut usia, baik yang bekerja pada rumah
tangga di dalam negeri maupun luar negeri (buruh migran). Di banyak
pedesaan, setelah Revolusi Hijau dilaksanakan pada awal 1970-an hingga
saat ini mengakibatkan kehancuran pertanian masyarakat hingga petani
menjadi petani gurem dan buruh tani. Bahkan, di sejumlah desa di Jawa,
pemiskinan di pedesaan itu mengakibatkan para perempuan muda
bermigrasi ke luar negeri sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia,
Singapura, Arab Saudi, Hong Kong, dan Taiwan. Mereka yang tidak
bermigrasi kerja ke luar negeri menjadi buruh di industri jasa dan
manufaktur di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
kota-kota besar lain di Indonesia.

Hancurnya pertanian pedesaan itu juga mendorong migrasi penduduk ke
kota besar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Perempuan muda yang
lahir sebagai urban di kota besar dan yang sempat mengenyam pendidikan
hingga SLTA lalu terserap oleh kartelisme toko modern seperti Hero,
Carrefour, Giant, dan Indomart sebagai kasir atau sales promotion
girl. Mekanisme ekonomi politik kota juga menyerap tenaga perempuan
sebagai pesuruh di kantoran (office girl), sebagai buruh yang melayani
pemenuhan leissure time pegawai kantoran dan profesional di kafe
ataupun kelab malam. Sedangkan tenaga dan kerja perempuan yang
terlempar dari mekanisme pasar kerja menjadi sempalan yang
mengisi lahan industri pelayanan seksual, seperti pekerja seks dan
pekerjaan sejenisnya.

Di wilayah eksplorasi pertambangan, meski persentasenya lebih kecil,
tenaga dan kerja perempuan melayani kepentingan MNC berhadapan dengan
risiko alam yang potensial merusak kesehatan reproduksi. Di wilayah
perkebunan, baik MNC maupun modal nasional memenjara secara
turun-temurun dari nenek moyang hingga generasi cicit sebagai buruh
perkebunan tanpa perkembangan kualitas hidup. Sementara para perempuan
di pesisir mengeluarkan keringat sebagai buruh pengasin ikan, buruh
pembuatan garam pada tauke besar atau kecil, tergantung sumber daya
kelautannya.

Tegasnya, besaran persoalan, yakni upah murah (bahkan disertai
diskriminasi) , kekerasan seksual, tidak adanya fasilitas day care
centre (untuk penitipan anak dan menyusui), dan beban ganda merupakan
ciri khas problem yang membedakan buruh perempuan dari buruh
laki-laki. Ada penindasan di dalam penindasan. Justru tirani modal
memanfaatkan beban ganda dan seksualitas buruh perempuan sebagai
tenaga nonpasar yang nilai ekonimisnya direndahkan.

Dari situlah globalisasi berutang pada buruh-buruh perempuan. Ekonomi
nasional yang bergantung pada struktur globalisasi menerima
remah-remah dari 70 persen sumbangan tenaga perempuan yang dikuasai
tirani modal. Pemerintah nasional bertindak sebagai mandor yang
memaksa buruh perempuan Indonesia bekerja lebih keras demi mengutip
keuntungan lebih untuk kejayaan oligarkinya.

Atas dasar realitas utang tirani modal kepada buruh perempuan
Indonesia itu, Buruh Putri Indonesia menyatakan solidaritas dan
menyerukan:

1. Bayar utang kepada buruh perempuan dalam bentuk jaminan sosial
untuk pembiayaan reproduksi biologis dan sosial yang ditanggung buruh
perempuan

2. Bayar utang dalam bentuk pemenuhan upah minimum nasional

3. 

Re: [GM2020] Re: WARTAWAN ITU BURUH!-Kalo KULI ???????

2008-04-30 Terurut Topik Karyawanti Samad
pak verry saya setuju,..
kalau wartawan kuli disket..he..he...



- Original Message 
From: v_madjowa [EMAIL PROTECTED]
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, April 30, 2008 15:14:55
Subject: [GM2020] Re: WARTAWAN ITU BURUH!-Kalo KULI ???


buruh sama dengan kuli. hanya soal pilihan kata. secara bersama perlu
memperjuangkan nasib dalam aksi May Day.

ini ada siaran pers, sekadar meneruskan saja.

salam,

verri
==

Press Release:

Buruh Putri Indonesia Mendukung Aksi May Day Aliansi Buruh Menggugat

Wahai Tirani Modal, Bayar Utangmu pada Buruh Perempuan Indonesia!

Salam Pekerja!

Kami Buruh Putri Indonesia, terdiri atas perempuan aktivis di Jakarta,
menuntut hak sebagai buruh perempuan Indonesia. Pada Hari Buruh 1 Mei
2008 kami akan berjalan dari Bundaran HI menuju Istana. Kami
memerankan tokoh-tokoh perempuan lengkap dengan atribut buruh
perempuan. Tokoh perempuan itu adalah buruh tani, buruh nelayan, buruh
manufaktur, buruh transportasi, buruh tambang, buruh nelayan, buruh
migran, buruh seks komersial, sales promotion girl (SPG) yang berada
dalam barisan perayaan May Day.

Sebagai informasi, buruh-buruh perempuan yang dibayar murah telah
berjasa menyumbang produktivitas globalisasi hingga 70 persen, namun
nilai tenaga kerja mereka dimerosotkan hanya sebagai faktor nonpasar
(Human Development Resources (HDR) pada tahun 1995. Buruh perempuan
tidak diuntungkan dalam kondisi ini. Keuntungan ekonomis mengalir
deras ke brankas perbankan tirani modal, termasuk nilai lebih yang
dihasilkan kaum pekerja.Tirani modal yang dimaksud tak sebatas modal
ekonomis atau kekuasaan bisnis yang terlalu besar, tapi cakupannya
menyangkut masalah reproduksi kekerasan, kemiskinan, pendidikan,
kesehatan, dan hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang
banyak.

Tenaga kerja perempuan yang dikerahkan untuk produktivitas ekonomi
global itu mencakup kerja-kerja yang bervariasi di sektor domestik dan
publik. Di sektor domestik tercipta kerja kerumahtanggaan, sehingga
kita mengenal pekerja rumah tangga (PRT), pengasuh anak (babby
sitter), pengasuh orang lanjut usia, baik yang bekerja pada rumah
tangga di dalam negeri maupun luar negeri (buruh migran). Di banyak
pedesaan, setelah Revolusi Hijau dilaksanakan pada awal 1970-an hingga
saat ini mengakibatkan kehancuran pertanian masyarakat hingga petani
menjadi petani gurem dan buruh tani. Bahkan, di sejumlah desa di Jawa,
pemiskinan di pedesaan itu mengakibatkan para perempuan muda
bermigrasi ke luar negeri sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia,
Singapura, Arab Saudi, Hong Kong, dan Taiwan. Mereka yang tidak
bermigrasi kerja ke luar negeri menjadi buruh di industri jasa dan
manufaktur di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan
kota-kota besar lain di Indonesia.

Hancurnya pertanian pedesaan itu juga mendorong migrasi penduduk ke
kota besar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Perempuan muda yang
lahir sebagai urban di kota besar dan yang sempat mengenyam pendidikan
hingga SLTA lalu terserap oleh kartelisme toko modern seperti Hero,
Carrefour, Giant, dan Indomart sebagai kasir atau sales promotion
girl. Mekanisme ekonomi politik kota juga menyerap tenaga perempuan
sebagai pesuruh di kantoran (office girl), sebagai buruh yang melayani
pemenuhan leissure time pegawai kantoran dan profesional di kafe
ataupun kelab malam. Sedangkan tenaga dan kerja perempuan yang
terlempar dari mekanisme pasar kerja menjadi sempalan yang
mengisi lahan industri pelayanan seksual, seperti pekerja seks dan
pekerjaan sejenisnya.

Di wilayah eksplorasi pertambangan, meski persentasenya lebih kecil,
tenaga dan kerja perempuan melayani kepentingan MNC berhadapan dengan
risiko alam yang potensial merusak kesehatan reproduksi. Di wilayah
perkebunan, baik MNC maupun modal nasional memenjara secara
turun-temurun dari nenek moyang hingga generasi cicit sebagai buruh
perkebunan tanpa perkembangan kualitas hidup. Sementara para perempuan
di pesisir mengeluarkan keringat sebagai buruh pengasin ikan, buruh
pembuatan garam pada tauke besar atau kecil, tergantung sumber daya
kelautannya.

Tegasnya, besaran persoalan, yakni upah murah (bahkan disertai
diskriminasi) , kekerasan seksual, tidak adanya fasilitas day care
centre (untuk penitipan anak dan menyusui), dan beban ganda merupakan
ciri khas problem yang membedakan buruh perempuan dari buruh
laki-laki. Ada penindasan di dalam penindasan. Justru tirani modal
memanfaatkan beban ganda dan seksualitas buruh perempuan sebagai
tenaga nonpasar yang nilai ekonimisnya direndahkan.

Dari situlah globalisasi berutang pada buruh-buruh perempuan. Ekonomi
nasional yang bergantung pada struktur globalisasi menerima
remah-remah dari 70 persen sumbangan tenaga perempuan yang dikuasai
tirani modal. Pemerintah nasional bertindak sebagai mandor yang
memaksa buruh perempuan Indonesia bekerja lebih keras demi mengutip
keuntungan lebih untuk kejayaan oligarkinya.

Atas dasar realitas utang tirani modal kepada buruh perempuan
Indonesia