Luqu... hebat sekali ente batulis. Kembangkan terus uwti. Ana juga terhanyut dengan ceritanya.
----- Pesan Asli ---- Dari: R. H. Uno <[EMAIL PROTECTED]> Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Terkirim: Kamis, 3 Juli, 2008 19:21:45 Topik: RE: [GM2020] Catatan perjalanan bersama Kak Siti Zumbrunn Uno Iiiih, pe hebat itu narasi.Seperti saya mengalami ikut mereka.. Wass.OH -----Original Message----- From: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com [mailto:gorontaloma [EMAIL PROTECTED] ps.com] On Behalf Of Luqman Elhakim Sent: Friday, July 04, 2008 12:00 AM To: Gorontalo millist Subject: [GM2020] Catatan perjalanan bersama Kak Siti Zumbrunn Uno Sehari di Kota Seribu Menara Catatan perjalanan bersama Kak Siti Zumbrunn Uno Kurang dua jam tidurku pagi itu ketika Kak Mansur menelpon, memintaku segera menyiapkan mobil untuk menjemput Kak Siti di Bandara. Aku bergegas ke rumah tetangga, membasuh muka dan menggosok gigi seadanya. Sejak malam tadi air di rumahku memang tidak mengalir. Ada kerusakan di salah satu pipa utama blok 36, kompleks tempatku tinggal. Dengan Erwin aku berangkat ke bandara. Sebelumnya kami menjemput Kak Mansur dan Yayu di asrama mahasiswa asing Al Azhar, Abbaseah. Sempat ngebut selama perjalanan, pasalnya Kak Siti sudah lima belas menit menunggu di Terminal 1, Bandara Qahirah Qadimah. Setelah tiba di bandarapun kami tidak langsung menemukan Kak Siti. Selama ini kami belum pernah bertemu langsung dengan Kak Siti, hanya membayangkan lewat foto yang kami lihat di friendster atau multiply. Kami juga belum pernah menjemput tamu dengan penerbangan domestic. Kak Siti memang berangkat dari Hurgada, salah satu propinsi di Tenggara Mesir. Ada lebih setengah jam Kak Siti menunggu. Beberapa kali dia menelpon. Dari nada bicaranya kami tahu Kak Siti gembira sekaligus tak sabar menanti kami. Untuk yang satu ini kami mohon maaf, murni karena kesalahan kami. L Sepanjang jalan dari bandara ke rumah kami tak henti bercerita. Kak Siti seolah teman lama yang baru ketemu. Akrab, tertawa lepas dan suka bercanda. Sifat pertama yang dapat langsung ku tebak dari Kak Siti adalah periang dan mudah berteman. Ketika melewati Kampus Al Azhar Nasr City kami berhenti sejenak. Kak Siti ingin mengambil gambar monumen tempat dimakamkannya Anwar Sadat, presiden Mesir sebelum Husni Mubarak yang ditembak mati di atas tribun upacara oleh angkatan bersenjata yang sedang memperagakan alat-alat tempur. Monumen itu tepat berada di samping Kampus Al Azhar Putra Nasr City, Cairo. Kurang lebih sepuluh menit kami di sana. Memotret semua sudut yang menarik, bahkan sempat berpose bersama penjaga-penjanga monumen yang berpakaian ala bangsawan Mesir tahun 70-an atau kostum pejabat Mesir kuno era Firaun. Mereka memang digaji untuk selalu di monumen itu, berdiri tegak sepanjang hari, tanpa bergerak dan bersuara. Di rumah teman-teman mahasiswa Gorontalo lainnya tak sabar menunggu. Kami berkenalan sekaligus berbagi cerita tentang Mesir, Swiss dan Indonesia. Kak Siti banyak bercerita tentang perjalanan liburannya, membanding-bandingk an kelebihan dan kekurangan Negara-negara yang telah dikunjungi dan tidak lupa mempromosikan millist GM2020. Kak Siti juga mendengarkan dengan penuh minat teman-teman yang bergantian memperkenalkan diri dan bercerita tentang aktifitas mereka. Sifat kedua yang kulihat dari Kak Siti, Suka bercerita dan suka mendengarkan. Kurang lebih dua jam bersama teman-teman mahasiswa Gorontalo. Pukul 12.00 kami harus segera ke Kampus Al Azhar Darrasah, Kak Siti ingin mengunjungi mesjid Al Azhar sekaligus sholat Dhuhur di sana. Kami menawarkan sholat di Mesjid Amr bin Ash yang lebih megah, mesjid pertama yang dibangun di benua Afrika. Tapi Kak Siti menolak sambil bercanda, "Mesjid Al Azhar lebih terkenal dan lebih Maqbul…" Kami tidak sempat sholat berjamaah di Mesjid Al Azhar. Terlambat lima menit. Jamaah sudah bubar. Kami membuat jamaah baru, Kak Siti ditemani Yayu shalat di tempat perempuan di pojok kanan belakang mesjid, tepat di belakang ruang mengajar Imam Syafi'i. Setelah shalat kami berpose lagi. Kak Siti memotret ukiran kaligrafi, pahatan-pahatan di dinding, atap, tiang dan menara-menara mesjid Al Azhar. Menara kembar mesjid Al Azhar memang hanya satu-satunya di Mesir. Menara itu menjadi tanda tersendiri mesjid ini. Ukiran-ukiran dan model-model lampu tak luput dari jepretan kamera Kak Siti. Lampu-lampu itu memang terlihat eskotik, antik. Ukiran dan pahatannya juga terlihat indah, khas kaligrafi Islam, peninggalan Dinasti Fatimiyah yang berkuasa di Mesir Abad ke empat Hijriah. Pelajaran berikutnya yang kudapatkan hari ini; Turis kalau memotret hanya bangunan tanpa orang, sedangkan kami biasanya memotret fokus ke orang saja, dengan bangunan hanya sebagai baground. Kak Siti sempat berjabat tangan dengan Imam Mesjid Al Azhar. "Depe minyak harum skali sup, sampe skarang bulum ilang depe bau," ujar Kak Siti setengah jam kemudian, sesaat setelah kami keluar dari lorong penyeberangan bawah tanah di depan Mesjid. Dari Mesjid Al Azhar kami menuju mesjid Husein. Mesjid ini adalah pusat pelaksanaan acara-acara peringatan hari-hari besar Islam yang dilaksanakan oleh negara. Di dalam mesjid ini Saidiana Husein, cucu Rasulullah dimakamkan. Kubur itu sebenarnya masih diperdebatkan, benarkah Husein dimakamkan di sini atau tidak. Sebab setelah peristiwa pembantaian di Karbala yang menewaskan Ahlul Bait, jasad Husein hilang entah kemana. Menurut salah satu riwayat ia di makamkan di Kufah, Iraq, sedangkan menurut yang lainnya ia dimakamkan di tempat yang sekarang kami datangi. Pendapat kedua ini sangat diyakini oleh penduduk Mesir dan sekitarnya termasuk oleh Mufti Mesir, seorang ulama Al Azhar yang terkenal, Syekh Ali Jum'ah. Lima menit kami di sana. Mengirimkan Fatihah dan doa. Selanjutnya kami pulang melewati pasar Khan El Khalili, pasar tradisional Mesir yang menjadi tempat kunjungan wajib turis-turis asing. Pasar ini berbatasan langsung dengan Mesjid Husein, berhadapan dengan Mesjid Al Azhar. Pukul dua siang kami balik lagi ke Nasr City. Udara Kairo yang panas menyengat membuat kami merasa lapar. Rumah makan Indonesia di daerah Gami' menjadi pilihan. Kurang lebih setengah jam waktu yang harus ditempuh untuk sampai ke sana. Kami melewati Kantor Syekh dan Perpustakaan Al Azhar yang megah. Makan siang tidak perlu aku ceritakan. Yang pasti khas Indonesia, sedikit pedas, karena diramu oleh koki-koki mahasiswa berdarah Padang. Rute kami selanjutnya adalah ke makam dan mesjid Imam Syafi'I di daerah Saidah Aisyah. Di samping imam Syafi'I sebenarnya ada banyak ulama Islam lainnya yang dimakamkan di daerah itu. Ada Ibnu Hajar, Syuthi, Waki', Zakaria Al Anshari, Sahabat Nabi Abu Darda', Uqbah bin Nafi dan lain-lain. Tapi karena waktu yang mendesak kami hanya mengunjungi Imam Syafi'i sekaligus Shalat Ashar di mesjid tersebut. Dari Mesjid Imam Syafi'I kami menuju Mesjid Rifa'I dan Mesjid Sultan Hasan. Dua mesjid ini termasuk mesjid megah dan tua di Mesir. Dibangun berdampingan tanpa dihalangi pagar pemisah antara keduanya. Masing-masing punya sejarah sendiri. Di dalamnya ada kuburan beberapa ulama dan tokoh politik seperti Reza Pahlevi dan Raja Faruq, raja terakhir Mesir sebelum berubah menjadi negara republik. Di Mesjid Sulthan Hasan inilah Mufti Mesir mengajar dan menjadi khatib tetap Shalat Jumat. Kami tak sempat masuk dan melihatnya dari dalam. Sebab pagar paling depan terkunci rapat, polisi penjaga satupun tak kelihatan. Dari jauh Benteng Shalahuddin terlihat megah. Benteng itu dibangun Shalahuddin Al Ayyubi dengan memahat gunung batu yang luas. Dari sinilah dahulu Palestina di bebaskan. Kami tak punya waktu untuk singgah di benteng yang menjadi saksi sejarah kemenangan umat Islam pada Perang Salib itu. Perjalanan selanjutnya adalah menuju Piramid dan Sphinx, warisan peradaban tertua di Mesir. Kami sengaja memilih waktu sore hari sebab pyramid terletak di daerah padang pasir Giza. Siang di sana akan sangat menyengat. Kairo saat ini memang sedang di puncak musim panas. Kami memilih jalan berputar lewat Dokki. Sebab aku dan teman-teman tidak hapal jalan langsung dari Sayyidah Zainab. Daripada tersesat lebih baik memutar beberapa kilometer,tapi pasti. Tapi pyramid ternyata sudah tutup. Pengunjung tak lagi diizinkan masuk. Jam berkunjung adalah dari pukul 9 pagi hingga pukul 6 sore. Setelah itu istirahat dan akan dibuka kembali untuk sound and light pukul 20.30. Tentu saja kami tak bisa menunggu, sebab Kak Siti harus take off pukul 23.30. Artinya kami harus sudah berada di bandara untuk chek in sejam sebelumnya. Tapi Erwin dan Kak Mansur tak kehabisan akal. Kami melewati jalan illegal dengan menyewa kuda yang memang banyak disewakan di sana. Kami membayar 50 Pound Mesir setiap kuda. Kami hanya menyewa empat ekor. Yayu tak mau ikut. "Saya menunggu di mobil saja, takut naik kuda," katanya beralasan. Kami ditemani seorang pemandu. Kuda-kuda itu berjalan perlahan. Sudah jinak dan terlatih. Kami melewati jalanan dipinggiran padang pasir yang luas. Di tengah jalan pemandu yang bernama Mahmud itu mencambuk kuda kami. Kuda berlari sangat cepat. Kami takut tapi gembira. Berteriak-teriak lepas, menyenangkan. Kami saling berlomba menuju tempat yang ditunjukkan pemandu. Pantat, pinggang dan punggung yang sakit tak lagi kami hiraukan. Kak Siti selalu ketinggalan. "Ini kali pertama ana naik kuda cepat." Teriak Kak Siti dari belakang. Kami hanya tertawa sambil terus memacu kuda-kuda kami. Di tumpukan pasir paling tinggi kami berhenti. 3 buah Pyramid terbesar terlihat anggun. Kami berpose dari jauh dengan bermacam-macam gaya. "Ti Ustat ba gaya !" seru Kak Siti tertawa. Pemandangan alam yang indah. Pyramid di kala senja. Matahari terbenam antara dua pyramid besar. Semakin hilang ditelan padang pasir yang luas. Subhanallah. Beberapa kali ucapan itu keluar dari bibir kami. Ungkapan kemaha besaran pemilik semesta raya. Sayup-sayup adzan Maghrib terdengar. Kami terhentak. Harus segera kembali. Yayu menunggu di mobil. Bandara masih jauh. Ada dua jalan untuk kembali ke Kairo. Jalan memutar ke barat dua kali lipat lebih jauh dibandingkan jalan utama yang macet. Kami memilih jalan utama agar bisa singgah sebentar di sungai Nil. Tapi kemudian kami sadar ini pilihan yang salah. Macet. Terlambat. Kami terperangkap dalam kemacetan luar biasa di daerah Tahrir. Tak ada lagi kesempatan singgah melihat Nil. Hanya lewat di salah satu jembatan besar Nil. Yayu juga terlambat masuk asrama. Tapi tidak dihukum, entah apa alasan yang disampaikannya pada petugas penjaga. Kami singgah sebentar di rumah makan Indonesia untuk mengambil makan malam. Tidak lama. Kami harus segera menuju bandara. Kak Siti harus chek in. Bandara Qahirah Qadimah menjadi tujuan. Terminal 1 hall 2. Jalanan masih sedikit macet. Kami tiba di terminal yang dituju dua puluh menit sebelum berakhir waktu chek in. Tapi ternyata tempat itu salah. Penerbangan ke Hurgada seharusnya di hall 4. Kak Siti salah melihat tiketnya. Kami panik. Waktu hampir habis. Kami ngebut ke hall 4 yang dibangun terpisah agak jauh. Setiap kali bertemu petugas bandara kami menanyakan arah ke hall 4. Kami memang tak tahu pasti, belum pernah kesana. Tapi akhirnya sampai juga. 7 menit sebelum take off. Di pintu masuk kami dihadang petugas. Tak bisa masuk. Kami berdebat, panas, panik. Tak juga diizinkan. Waktu habis dan Kak Siti akhirnya harus menunda keberangkatannya. Kami kembali ke terminal 1, ke kantor perusahaan Egypt Airline. Tak ada yang bersuara di dalam mobil. Hening. Semuanya diam. Hanya sesekali terdengar nafas panjang, atau tertawa yang dipaksakan. Di kantor Egypt Airline kami melaporkan keterlambatan kami. Al Hamdulillah ada seat yang kosong untuk penerbangan besok pukul 5 subuh. Kak Siti dipersilahkan, tanpa harus membayar denda. Al Hamdulillah. Kak Siti menelpon suaminya di Hurgada. Menceritakan dan memohon maaf atas keterlambatan juga menanyakan keadaan dua putranya. Sifat Kak Siti berikutnya, taat suami dan cinta anak-anak. Kami pulang dengan lebih gembira. Mudah-mudahan ada hikmahnya. Kak Siti bisa menginap di Kairo malam ini. Jika jadi terbangpun sebenarnya kami khawatir, sebab Kak Siti akan tiba di Hurgada pukul 02.00 dini hari dan harus naik taksi dari bandara ke hotel sendirian dalam perjalanan setengah jam. Kurang aman. Alhamdulillah, sebenarnya kami bersyukur penerbangan ini tertunda. Malam itu Kak Siti tidur di rumah Erwin ditemani Mardiyah. Setelah makan malam dan sholat Isya aku dan Erwin tidur dirumahku. Zakir ku minta menyiapkan tempat dan pakaian ganti untuk Kak Siti. Aku juga memintanya untuk tidak tidur malam itu, sebab kami harus sudah berangkat pukul empat tepat dan dia harus membangunkan kami. Pukul 03.30 Zakir membangunkan Kak Siti dan kami di rumah sebelah. Setelah semua siap kami berangkat. Erwin masih mengantuk. Tak kuat menyetir mobil. Kak Siti lah yang kemudian menjadi sopir ke bandara subuh itu. Kebetulan dia punya SIM internasional. Dengan Kak Siti yang menjadi sopir mestinya kami bisa tidur di mobil. Tapi tidak bisa. Kami harus menunjukkan jalan ke bandara. Lagipula di kota Kairo terlalu banyak polisi tidur sehingga Kak Siti yang kurang mengenal jalan harus banyak kali berhenti mendadak. AlHamdulillah tiba di bandara dengan selamat dan tidak terlambat. Kami datang lebih awal 40 menit. Duduk di ruang tunggu bandara sambil bercerita dan berfoto bersama. Aku, Kak Mansur, Erwin dan Mardiyah yang mengantarnya malam itu. Pukul 05.30 Kak Siti chek in. Setelah itu keluar lagi ke ruang tunggu, melanjutkan cerita dan masuk lagi untuk selanjutnya bersiap untuk take off puku 05.50. Tak terasa sehari bersama Kak Siti. Lelah tapi gembira. Banyak hal yang kami pelajari darinya. Semoga Silaturahmi ini akan terus terjaga. Pukul 06.46 saat aku berbaring dikamarku pagi itu Hp berdering. Sms dari Kak Siti: "AlHamdulillah so diHurgada Hotel dengan selamat. Syukran a lot" ….. http://galaksi.multiply.com/ ___________________________________________________________________________ Nama baru untuk Anda! Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/