Bls: Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...

2008-09-15 Terurut Topik fany salamanya
Asma ALLAH sebaiknya ditulis huruf besar semuanya atau pada huruf depannya saja.



- Pesan Asli 
Dari: ahmad fadhli <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Terkirim: Senin, 15 September, 2008 10:30:33
Topik: Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...


Terima kasih kang fany...

Mohon doa nya, semoga diberi yg terbaik oleh allah swt...

Insya allah, klo ada jodoh nanti torang baku dapa di gorontalo kang...





--- Pada Sen, 15/9/08, fany salamanya  menulis:

Dari: fany salamanya 
Topik: Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...
Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
Tanggal: Senin, 15 September, 2008, 3:22 PM


Saudaraku Ahmad Fadhli di Bogor,
Cepat2 kawin, agar khayalan tidak terlalu tinggi..he.. he.. Tidak pulkam ke 
gtlo?

Fany S.




- Pesan Asli 
Dari: ahmad fadhli 
Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
Terkirim: Senin, 15 September, 2008 09:14:31
Topik: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...


Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina Ali, suaminya. 

"Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika 
aku masih gadis dulu."
"O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit 
memerah. "Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?"
"Lelaki itu adalah engkau, 
sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin 
mencintai isterinya.

Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali 
di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak 
bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-percakap an romantis yang sering 
ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para 
lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa 
seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?

Alangkah bahagianya, seorang 
pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di 
terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi 
imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. "Wahai kekasihku, ada 
satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan 
kepadamu, aku mencintaimu. "

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka 
yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan 
ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya 
masih 
hanya mimpi yang terus menggoda.

Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat 
melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba 
sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? 
Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah 
lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu 
dahsyat.

Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat 
koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah 
telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali 
menari-nari.

"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi ia adalah gadis yang 
kuimpikan selama ini." 

"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya 
yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan." 

Dan cinta itu 
hadir.

Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat 
perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan 
ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semkain besar, teramat besar? Hingga 
perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi 
kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya 
menjadi 
sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan. 

Indah. Tapi 
ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah 
menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu 
menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, 
persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, 
seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta 
terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati 
semakin merasa bersalah.

Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan 
sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. 
Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa 
terselesaikan dengan cepat dan tuntas.

Tanyakan kepada nurani tentang 
keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk 
mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, 
cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah 
menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari 
keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci 
Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?

Tanyakan pada keimanan dan 
nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?

"Qul Aamantu 
Billahi

Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...

2008-09-15 Terurut Topik ahmad fadhli
Terima kasih kang fany...

Mohon doa nya, semoga diberi yg terbaik oleh allah swt...

Insya allah, klo ada jodoh nanti torang baku dapa di gorontalo kang...





--- Pada Sen, 15/9/08, fany salamanya <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Dari: fany salamanya <[EMAIL PROTECTED]>
Topik: Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 15 September, 2008, 3:22 PM











Saudaraku Ahmad Fadhli di Bogor,
Cepat2 kawin, agar khayalan tidak terlalu tinggi..he.. he.. Tidak pulkam ke 
gtlo?

Fany S.


- Pesan Asli 
Dari: ahmad fadhli 
Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
Terkirim: Senin, 15 September, 2008 09:14:31
Topik: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...










Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina 
Ali, suaminya. 




"Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika 
aku masih gadis dulu."

"O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit 
memerah. "Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?"

"Lelaki itu adalah engkau, 
sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin 
mencintai isterinya.



Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali 
di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak 
bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-percakap an romantis yang sering 
ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para 
lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa 
seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?



Alangkah bahagianya, seorang 
pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di 
terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi 
imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. "Wahai kekasihku, ada 
satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan 
kepadamu, aku mencintaimu. "



Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka 
yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan 
ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya 
masih 
hanya mimpi yang terus menggoda.



Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat 
melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba 
sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? 
Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah 
lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu 
dahsyat.



Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat 
koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah 
telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali 
menari-nari.



"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi ia adalah gadis yang 
kuimpikan selama ini." 



"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya 
yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan." 



Dan cinta itu 
hadir.



Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat 
perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan 
ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semkain besar, teramat besar? Hingga 
perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi 
kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya 
menjadi 
sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan. 



Indah. Tapi 
ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah 
menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu 
menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, 
persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, 
seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta 
terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati 
semakin merasa bersalah.



Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan 
sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. 
Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa 
terselesaikan dengan cepat dan tuntas.



Tanyakan kepada nurani tentang 
keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk 
mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, 
cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah 
menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari 
keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci 
Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?



Tanyakan pada keimanan dan 
nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?



"Qul Aamantu 
Billahi tsummastaqim! " (al-Hadits)



Wallahu 
a'lam.









Special untuk mereka yang sedang terjebak dalam lorong-lorong dilema
bernama "cinta". Buat

Bls: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...

2008-09-15 Terurut Topik fany salamanya
Saudaraku Ahmad Fadhli di Bogor,
Cepat2 kawin, agar khayalan tidak terlalu tinggi..he..he.. Tidak pulkam ke gtlo?

Fany S.




- Pesan Asli 
Dari: ahmad fadhli <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Terkirim: Senin, 15 September, 2008 09:14:31
Topik: [GM2020] Ketika Cinta Berbuah Dilema...


Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina Ali, suaminya. 

"Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika 
aku masih gadis dulu."
"O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit 
memerah. "Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?"
"Lelaki itu adalah engkau, 
sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin 
mencintai isterinya.

Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali 
di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak 
bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-percakap an romantis yang sering 
ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para 
lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa 
seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?

Alangkah bahagianya, seorang 
pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di 
terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi 
imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. "Wahai kekasihku, ada 
satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan 
kepadamu, aku mencintaimu. "

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka 
yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan 
ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya 
masih 
hanya mimpi yang terus menggoda.

Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat 
melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba 
sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? 
Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah 
lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu 
dahsyat.

Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat 
koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah 
telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali 
menari-nari.

"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi ia adalah gadis yang 
kuimpikan selama ini." 

"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya 
yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan." 

Dan cinta itu 
hadir.

Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat 
perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan 
ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semkain besar, teramat besar? Hingga 
perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi 
kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya 
menjadi 
sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan. 

Indah. Tapi 
ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah 
menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu 
menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, 
persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, 
seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta 
terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati 
semakin merasa bersalah.

Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan 
sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. 
Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa 
terselesaikan dengan cepat dan tuntas.

Tanyakan kepada nurani tentang 
keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk 
mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, 
cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah 
menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari 
keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci 
Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?

Tanyakan pada keimanan dan 
nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?

"Qul Aamantu 
Billahi tsummastaqim! " (al-Hadits)

Wallahu 
a'lam.




Special untuk mereka yang sedang terjebak dalam lorong-lorong dilema
bernama "cinta". Buat kawan-kawan seperjuangan di lembaga kemahasiswaan
dan wajihah amal amm kuatkan hatimu! Jadilah pemenang melawan sisi lain
hatimu! Bersama doa dan cintaku.

Al-Fakirru.. . 


 Dapatkan alamat Email baru Anda!  
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!


  
___
Nama baru untuk Anda! 
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/