Thanks Mas Herman...pas lagi bt, manjur banget;)
On 25 Jan, 17:34, "Herman Adriansyah"
wrote:
> Bosan Hidup
>
> Seorang pria mendatangi Sang Master, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah
> jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya
> lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."
>
> Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."
>
> "Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan.
> Itu sebabnya saya ingin mati."
>
> Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu
> sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi
> terhadap kehidupan."
>
> Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa
> disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
> Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita
> menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir.
> Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita,
> penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang
> namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,
> bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak
> selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup
> ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu
> keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
>
> "Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia
> mengikuti petunjukku." kata sang Master.
>
> "Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin
> hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.
>
> "Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
>
> "Ya, memang saya sudah bosan hidup."
>
> "Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol
> diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan
> malam kau akan mati dengan tenang.
>
> "Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu
> berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia
> bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia
> menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan
> setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Master edan itu. Dan, ia
> merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu
> rileks, begitu santai! ..
>
> Tinggal 1malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala
> macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di
> restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa
> tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan
> manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget!
>
> Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki dikupingnya, "Sayang,
> aku mencintaimu." Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin
> meninggalkan kenangan manis!
>
> Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan
> angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi.
> Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur.
> Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk
> dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia
> ingin meninggalkan kenangan manis!
>
> Sang istripun merasa aneh sekali, dan akhirnya berkata, "Selama ini mungkin
> aku salah, Maafkan aku, sayang." Ia hanya tersenyum.
>
> Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya
> pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung
> berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir,
> ia ingin meninggalkan kenangan manis!
>
> Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih
> toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba
> hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
>
> Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di
> beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya,
> "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan
> kamu."
>
> Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini,
> Papi selalu stres karena perilaku kami."
>
> Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi
> sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana
> dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
>
> Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru
> langsung mengetahui apa yang telah terjadi,
>
> "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, apa bila kau hidup
> dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa