Bls: [HU] Re: Fwd: Sains dalam Perspektif Agama
Ya sahabat yang baik. terimakasih atas infonya, sehingga mengingatkan lagi. Saya pribadi sangat setuju. Perpedaan pendapat itu hanya disebabkan cara pandangnya. Cara pendang berbeda karena informasi yang masuk dalam memori kita berbeda-beda dan diaktualisasi dengan pengalaman baik secara kognitif maupun afektif. Sifat materi dapat dikenakan hukum" besarnya aksi sama dengan besarnya reaksi". Untuk manusia berlaku, hukum gabungan dari aksi dan reaksi serta stimulus dan respon. karena manusia terdiri dari jasad, materi dan non materi. Mengenai Tuhan ? ah.ah apakah itu bukan hasil rekaan, kreatifats manusia yang mampu bernalar? yang membuat konsepnya ya manusia. sesuai dengan kenyataan dalam dunia ini selalu ditemukan 3 prinsip: 1. interdependi 2.deferensiasi 3..self regulasi ketiga prinsip ini sangat cocok, klop dengan pandangan monoisme ya monisme.. kalo yang monoteisme, benar...benar Dia,., dijadikan kambing hitam. Tuhan disinonimkan cahaya, setan diasosiasikan kegelapan. ahhh semuanya ciptaan pikiran. gelap itu dapat dideskripsikan, ketiadaan cahaya. salam hormat dan tetap cerdas, ceria, sehat, kuat dan rendah hati, damai sejahtera semua makhluk yang kelihatan maupun yang tidak keliatan.. --- Pada Sen, 9/2/09, dohan satria menulis: Dari: dohan satria Topik: [HU] Re: Fwd: Sains dalam Perspektif Agama Kepada: harmonisasi-universal@googlegroups.com Tanggal: Senin, 9 Februari, 2009, 1:48 PM Thks Bung Edo Disimak Ulasan yg menarik .. Salam Sejati do2 --- On Mon, 9/2/09, si Brewok [0_-] wrote: From: si Brewok [0_-] Subject: [HU] Fwd: Sains dalam Perspektif Agama To: spiritual-indone...@yahoogroups.com, harmonisasi-universal@googlegroups.com Date: Monday, 9 February, 2009, 10:42 PM --- In mayapadapr...@yahoogroups.com, "si Brewok [0_-]" wrote: Sains dalam Perspektif Agama Today at 12:49pm oleh Roy B. Efferin *) Selama dua ribu tahun agama Kristen menganut paham monoteisme. Monoteisme artinya hanya ada satu Tuhan. Seluruh semesta dan isinya diciptakan oleh Tuhan. Sehingga ada perbedaan antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Pandangan ini tidak hanya dianut oleh agama Kristen, tetapi juga oleh agama besar lain, seperti agama Islam dan Yahudi. Ketiga agama Semitis/Samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) sering juga disebut agama langit, karena Tuhan dianggap memberikan wahyu dari langit melalui para utusan atau nabi-Nya kepada umat-Nya. Sementara agama-agama bumi, kebalikan dari agama langit, sering juga disebut sebagai "Kepercayaan", seperti agama Hindu, Buddha, dan Tao menganut paham monoisme. Paham monoisme mengatakan bahwa seluruh alam semesta saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Batasan antara Tuhan dan ciptaan-Nya atau batasan antara "yang tidak berwujud" dan "yang berwujud" susah sekali dibedakan. Dalam agama-agama monoisme, wujud sang nabi bukanlah suatu sosok eksternal, tetapi lebih merupakan Kesadaran Tertinggi yang berada di dalam diri setiap makhluk, baik berwujud maupun tidak berwujud. Dengan kata lain, semua – baik Pencipta maupun ciptaan – adalah Satu. Ciptaan adalah wujud yang sedang merealisasikan keberadaan Sang Pencipta. Karena semua adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan alam semesta ini sedang berkembang, salah satu konsekuensi dari paham monoisme adalah Tuhan pun dianggap sedang berkembang. Hal ini merupakan salah satu hal yang tidak bisa diterima oleh paham monoteisme. Tuhan menurut monoteisme adalah absolut, dalam bahasa fisika disebut konstan dan sempurna, sehingga tidak ada ruang lagi untuk berkembang. Seperti sebuah ungkapan Zen yang terkenal dengan istilah Wu-Wei, yang artinya upaya tanpa berupaya atau kerja tanpa bekerja, maka Fisika Modern memberikan jawaban alternatif tanpa berusaha untuk menjawab perdebatan ini. Jika energi tidak bisa musnah dan hanya berubah bentuk menjadi materi dan materi menjadi energi, dan jika jumlah energi serta materi tetap sama sepanjang masa, jelaslah bahwa di tengah ekspansi alam semesta yang sedang terjadi, energi dan materi adalah absolut atau konstan. Demikian juga jika ditilik dari sudut waktu, yang sebetulnya adalah ruang-waktu, maka alam semesta sebagai perwujudan Tuhan bisa berkembang dan tidak berkembang tergantung dari sudut pandang kita terhadap waktu. Jika waktu dipandang sebagai rel kereta api yang berjalan dari masa lalu ke masa depan, maka alam semesta akan terlihat berekspansi. Tetapi, jika dilihat dari depan kereta api, maka waktu tidak mengalami perubahan. Artinya, waktu yang ada merupakan satu moment dan statis (absolut). Fisika Kuantum membuktikan bahwa alam semesta ini adalah absolut meski sedang mengalami ekspansi. Luar biasa! Bagaikan dualitas cahaya, alam semesta pun merangkul paham monoteisme dan monoisme tanpa menjatuhkan salah satunya. Mungkin perbedaan terbesar antara monoisme dan monoteisme adalah masalah tanggung jawab. Dalam monoteisme, jika seseorang mengalami "kesialan", maka ia dapat melemparkan penyebab ke
[HU] Re: Fwd: Sains dalam Perspektif Agama
Thks Bung Edo Disimak Ulasan yg menarik .. Salam Sejati do2 --- On Mon, 9/2/09, si Brewok [0_-] wrote: From: si Brewok [0_-] Subject: [HU] Fwd: Sains dalam Perspektif Agama To: spiritual-indone...@yahoogroups.com, harmonisasi-universal@googlegroups.com Date: Monday, 9 February, 2009, 10:42 PM --- In mayapadapr...@yahoogroups.com, "si Brewok [0_-]" wrote: Sains dalam Perspektif Agama Today at 12:49pm oleh Roy B. Efferin *) Selama dua ribu tahun agama Kristen menganut paham monoteisme. Monoteisme artinya hanya ada satu Tuhan. Seluruh semesta dan isinya diciptakan oleh Tuhan. Sehingga ada perbedaan antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Pandangan ini tidak hanya dianut oleh agama Kristen, tetapi juga oleh agama besar lain, seperti agama Islam dan Yahudi. Ketiga agama Semitis/Samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) sering juga disebut agama langit, karena Tuhan dianggap memberikan wahyu dari langit melalui para utusan atau nabi-Nya kepada umat-Nya. Sementara agama-agama bumi, kebalikan dari agama langit, sering juga disebut sebagai "Kepercayaan", seperti agama Hindu, Buddha, dan Tao menganut paham monoisme. Paham monoisme mengatakan bahwa seluruh alam semesta saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Batasan antara Tuhan dan ciptaan-Nya atau batasan antara "yang tidak berwujud" dan "yang berwujud" susah sekali dibedakan. Dalam agama-agama monoisme, wujud sang nabi bukanlah suatu sosok eksternal, tetapi lebih merupakan Kesadaran Tertinggi yang berada di dalam diri setiap makhluk, baik berwujud maupun tidak berwujud. Dengan kata lain, semua – baik Pencipta maupun ciptaan – adalah Satu. Ciptaan adalah wujud yang sedang merealisasikan keberadaan Sang Pencipta. Karena semua adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan alam semesta ini sedang berkembang, salah satu konsekuensi dari paham monoisme adalah Tuhan pun dianggap sedang berkembang. Hal ini merupakan salah satu hal yang tidak bisa diterima oleh paham monoteisme. Tuhan menurut monoteisme adalah absolut, dalam bahasa fisika disebut konstan dan sempurna, sehingga tidak ada ruang lagi untuk berkembang. Seperti sebuah ungkapan Zen yang terkenal dengan istilah Wu-Wei, yang artinya upaya tanpa berupaya atau kerja tanpa bekerja, maka Fisika Modern memberikan jawaban alternatif tanpa berusaha untuk menjawab perdebatan ini. Jika energi tidak bisa musnah dan hanya berubah bentuk menjadi materi dan materi menjadi energi, dan jika jumlah energi serta materi tetap sama sepanjang masa, jelaslah bahwa di tengah ekspansi alam semesta yang sedang terjadi, energi dan materi adalah absolut atau konstan. Demikian juga jika ditilik dari sudut waktu, yang sebetulnya adalah ruang-waktu, maka alam semesta sebagai perwujudan Tuhan bisa berkembang dan tidak berkembang tergantung dari sudut pandang kita terhadap waktu. Jika waktu dipandang sebagai rel kereta api yang berjalan dari masa lalu ke masa depan, maka alam semesta akan terlihat berekspansi. Tetapi, jika dilihat dari depan kereta api, maka waktu tidak mengalami perubahan. Artinya, waktu yang ada merupakan satu moment dan statis (absolut). Fisika Kuantum membuktikan bahwa alam semesta ini adalah absolut meski sedang mengalami ekspansi. Luar biasa! Bagaikan dualitas cahaya, alam semesta pun merangkul paham monoteisme dan monoisme tanpa menjatuhkan salah satunya. Mungkin perbedaan terbesar antara monoisme dan monoteisme adalah masalah tanggung jawab. Dalam monoteisme, jika seseorang mengalami "kesialan", maka ia dapat melemparkan penyebab kesialannya itu kepada "nasib", atau "cobaan dari Tuhan", atau perbuatan orang lain atau apa pun kambing hitamnya. Ia akan menunjuk ke semua arah kecuali dirinya sendiri. Dirinya adalah korban. Terciptalah secara psikologis hubungan victim and villain, korban dan penjahat. Pandangan ini meringankan manusia, karena ia sudah tidak perlu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menimpa dirinya. Sementara itu, monoisme melemparkan tanggung jawab kembali kepada kita semua. Jika semua adalah satu, saling terhubung dan tidak ada keterpisahan, maka apa pun yang menimpa kita adalah karena tingkah laku kita sendiri. Tidak ada kambing hitam, tidak ada kemudahan untuk melemparkan kesalahan selain kepada diri sendiri. Yang luar biasa dari Fisika Modern adalah semua fenomena kuantum yang terjadi memaksa kita untuk menyadari bahwa kambing hitam tidak pernah ada. Segala keadaan yang dialami oleh seseorang adalah hasil dari perbuatannya sendiri, seperti hukum fisika yang mengatakan "setiap aksi akan menghasilkan reaksi". Tentu saja banyak orang akan tidak setuju dengan pendekatan Sains ini. Mereka akan mengatakan bahwa keyakinan tidak bisa dicampuradukkan dengan ilmu pengetahuan. Tuhan tidak bisa dinalarkan. Memang benar bahwa Tuhan tidak bisa dinalarkan. Sayangnya, banyak dari pemuka agama justru berusaha menalarkan Tuhan. Bahwa sosok Tuhan digambarkan sebagai seorang raja yang tengah duduk di singgasana dan mengawasi seluruh daerah kekuasaannya (alam semesta) adalah juga bentuk penalaran tentang Tuhan