Sempat buka2 data2 Kutai yang pernah saya kutak katik,...
Shale: TOC rata2 2.5 % dengan yield 3.5 mg/g
Coal : TOC rata2 56.6 % dengan yield 139.2 mg/g, namun jadi 58.8% dengan
yield 161.4 mg/g bila sample2 yang sudah teroksidasi tidak dimasukan
dalam statistik. Extractable organic matter (EOM) per TOC coal rendah,
namun karena TOCnya tinggi maka absolute yieldnya tinggi (25000 ppm),
dengan persentasi asphaltanes dan NSO's-nitrogen, sulphur, oxygen yang
tinggi dibandingan dengan shale yang menghasilkan lebih banyak aromatics
+ saturates.
Tanpa lihat data2 dari dari Unocal, feeling saya mengatakan kemungkinan
besar sourcenya: coal yang reworked dan dispersed dalam reservoar, kalau
memang sumbernya land plant. Namun tidak menutup kemungkinan adanya
sumber2 lain, ie. nutrients. Prediktif source model yang saya lihat2,
ternyata fluvial influx mempunyai peran kecil terhadap sumber nutrient,
dibandingkan dengan upwelling yang terjadi secara menerus. Malahan bisa
terjadi proses sebaiknya dengan adanya terrigenous clastic dilution,
bila suspended load sungai mahakam tinggi, apalagi bila tidal rangenya
tinggi.
Sumber2 nutrient lainnya seperti evaporative cross flow, water mass
mixing mungkin perlu juga diperhitungkan, tapi tentunya tergantung
posisi sedimentasi apakah memang berada di laut dalam (vs. shelf pada
saat low stand).
Note: Maaf bahasanya campur aduk, tapi istilah2 teknis kalau
diIndonesiakan malah saya-nya yang binggung.
wass.
Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
New Ventures Exploration
+1-281-293-3763
-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, July 16, 2003 7:37 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya
Awang : Mungkin sekarang kuncinya adalah di pengayaan zat organik yang
insitu dari 3-5 % menjadi loncat ke 50 %, tapi, bagaimana bisa begitu ??
RDP :
Mungkin kita musti liat bagaimana samplingnya.
Mungkin saja dengan selective sampling (hal yg biasa dalam geologi) akan
menunjuk langsung ke anomalous value. Namun yg musti diperhatikan bahwa
sample ini TIDAK semata-mata mewakili dalam interval tertentu, atau
bukan
sesimpel arithmatic atau geometric average. Kalau sesuai dengan dugaan
kang
Awang bahwa hal biasa kalao utk coal dengan 50% TOC, namun coal pada
umumnya
mempunyai ktebalan yg lumayan besar ketimbang terestrial source ('coal')
yg
special ini. Sehingga coal yg konvensional akan mempunyai degree of
expulsion efficiency pada umumnya rendah.
Justru dengan adanya 50% TOC diantara sand akan mempertinggi expulsion
efisiensi. Sehingga dengan jumlah yg 'relatip' sedikit saja akan
menghasilkan HC yg cukup besar.
Kang Awang, Selama ini bagaimana anda menghitung total yield dari source
?
Berapa % HC yg dihasilkan si kerogen ini akan expeled. atau berapa yg
generated dr active pod ?
btw : tulisan Doug Waples serta Kang Awang di IPA edisi ini cukup bagus
buat
bacaan penggemar geochemistry :)
aku sih lagi mimpi punya digital filenya :p ... bisa ngga ya ?
RDP
apa sih padanan katanya expulsion efficiency ini ?
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya Date: Tue,
15
Jul 2003 21:43:49 -0700 (PDT)
Saya juga agak kaget waktu baca konsentrasi rich source rock justru di
sekuen pasir bukan di sekuen shale sebagaimana normal source rock di
normal
sediments. Tapi ini sangat logis sebab baik source maupun reservoir di
deepwater berasal dari erosi deposit di shelf pada saat lowstand,
sehingga
di tempatnya sekarang sesudah emplacement ya akan di sekuen lowstand,
source menyisip di antara pasir-pasir lowstand. Semua source juga
debris
jadinya. Hanya, yang susah dimengerti proses konsentrasi in-situ macam
apa
yang menyebabkan dari disseminated source dengan TOC katakanlah 3-5 %
lalu
terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga mencapai 50 %. Kalau
lamina-lamina
saling berkumpul saya pikir hanya akan menambah ketebalan source, bukan
meninggikan kualitas source (kuantitatif bukan kualitatif). Data lab
menunjukkan 50 %, tapi apa ini juga bukan tercampur dari TOC coal yang
memang tinggi sampai 80 %, toh di deltaic plain Mahakam purba yang
dierosi
juga banyak coalnya. Kalau bukan tercampur coal,
proses fgeo-bio-isiko-kimia macam apa yang memperkaya mereka. Saya
pikir
masalahnya justru lebih ke situ. Saya pernah berasumsi bahwa source
debris
ini secara volumetrik tak signifikan, yah namanya juga debris, tapi
penemuan lapangan-lapangan besar di deepwater Makassar (Ranggas, West
Seno,
Gendalo, dll.) sepertinya merontokkan asumsi ini. Mungkin sekarang
kuncinya
adalah di pengayaan zat organik yang insitu dari 3-5 % menjadi loncat
ke 50
%, tapi, bagaimana bisa begitu ??
Salam,
Awang H. Satyana
Eksplorasi BP Migas
PUTROHARI Rovicky [EMAIL PROTECTED] wrote:
Howgh Akhirnya dijawab juga oleh Unocal
Di IPA newsletter yg baru (ed. june 2003) ada tulisan yang sangat bagus
(buat aku