Re: [iagi-net-l] Potensi Rp. 34 Trilyun, biaya cost recovery yg tidak layak
Tenang aja boss Indonesia Kaya. Cari tahu ramalan bintang kamu - Yahoo! Indonesia Search. http://id.search.yahoo.com/search?p=%22ramalan+bintang%22cs=bzfr=fp-top
Fw: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Panjang Hari dalam Penciptaan Kejadian 1 (was : Daratan dan Lautan Pertama )]
Berikut tulisan Prof. Yahdi Zaim (ITB) terkait subyek di atas yang pernah dimuat Harian Pikiran Rakyat pada Maret 1997. Pak Zaim, terima kasih atas kiriman e-mail dan artikelnya. salam, awang D I M E N S I --- Oleh : Yahdi Zaim *) Ketika mengikuti perkuliahan pada tahun pertama 25 tahun yang lalu di Jurusan Teknik Geologi FTM-ITB, saya sempat bingung mencerna makna dua kata kunci yang selalu muncul dalam geologi, yaitu ruang dan waktu (time and space). Kebingungan saya ini bukan karena tidak mengerti maksud dan arti kedua kata kunci tadi, tetapi untuk mencerna dimensi yang terkandung dalam ruang dan waktu tersebut. Dalam setiap mata kuliah, kata-kata ruang dan waktu selalu muncul dengan penekanan yang sangat penting untuk memahami segala aspek dalam ilmu kebumian (geologi). Salah satu contoh misalnya, bagaimana terjadinya fosil yang dipelajari dalam mata kuliah Paleontologi. Dijelaskan, bahwa organisme (baik fauna maupun flora) yang terawetkan melalui proses alamiah dalam ruang dan waktu akan dapat menjadi fosil, yang kemudian sering didapatkan dalam lapisan batuan sedimen. Kata-kata ruang dan waktu memang mengandung arti dimensi atau satuan besaran, yaitu besaran ruang dan besaran waktu. Nah, dalam mencerna kedua besaran itulah yang membingungkan saya, karena pada saat itu hati saya agak masygul menerimanya. Betapa tidak, dimensi ruang yang sebelumnya saya fahami adalah satuan luas serta paling tidak adalah dimensi geografis dan administratif dari mulai kecamatan sampai provinsi dalam sistem negara kita dan lebih luas lagi adalah dimensi negara dalam sistem antar negara. Sedangkan dimensi waktu, satuannya mulai dari detik sampai jam, dari hari sampai tahun. Lalu tiba-tiba saya diperkenalkan dan harus menerima dimensi lain dalam geologi yang sama sekali berbeda dengan apa yang telah saya fahami sebelumnya tadi. Dalam ilmu kebumian, dimensi ruang tidak dibatasi oleh batas-batas geografis dan administratif suatu negara. Dimensi ruang disini bersifat tiga dimensi yang meliputi dimensi lateral (horisontal) dari mulai yang bersifat lokal suatu daerah, regional suatu negara sampai bersifat global antar negara dalam memahami dimensi vertikal yaitu proses-proses yang terjadi dalam bumi ini, antara lain gempa, sedimentasi, volkanisme dan magmatisme serta tentu saja dunia (baca : bumi) dalam sistem tatasurya dan lain sebagainya yang menembus batas-batas geografis dan administratif tersebut di atas. Lebih-lebih dalam era Teori Tektonik Global (Global Tectonics Theory) seperti Tektonik Lempeng (Plate Tectonics) yang dianut dalam geologi sekarang ini, proses geodinamika bumi menembus batas-batas geografis dan administratif suatu negara. Suatu wilayah yang mengandung hidrokarbon atau cebakan mineral ekonomis misalnya, dapat saja dibatasi oleh batas-batas geografis dan atau administratif suatu negara. Tetapi proses-proses pembentukan dan penyebaran kedua bahan tambang tadi dapat menembus kedua batas tersebut. Dimensi waktu tidak lagi dalam hitungan tahun atau abad, tetapi dalam bilangan jutaan tahun. Ini sebenarnya yang membuat saya masygul saat pertama kali mencerna dimensi waktu dalam geologi. Dalam hati saya waktu itu, dan juga barangkali orang yang awam dalam memahami dimensi waktu dalam geologi berpendapat bahwa geologiwan itu aneh, koq percaya pada dimensi waktu jutaan tahun, dan mungkin dirasakan sebagai suatu dimensi yang imajiner. Tetapi sebenarnya, geologiwan itu masih belum aneh jika dibandingkan dengan rekan-rekan yang mendalami bidang astronomi. Betapa tidak, karena dalam astronomi dimensi jarak antar bintang saja ukurannya dalam jutaan tahun cahaya !. Jadi, dimensi jarak dalam astronomi ini tidak lagi dengan besaran kilometer seperti pada jarak antara suatu kota ke kota lainnya yang lazim digunakan. Sepertinya dimensi jarak dalam astronomi tadi lebih imajiner dalam pandangan orang awam, jika dibandingkan dengan dimensi waktu dalam geologi yang jutaan tahun tersebut. Padahal, para geologiwan maupun astronomiwan dapat menguraikan dan menerangkan kedua dimensi tersebut secara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya. Dalam perjalanan mencerna dimensi ruang dan waktu selanjutnya, ternyata saya merasakan bahwa kedua dimensi tersebut memang sangat logis dan diperlukan untuk memahami segala proses yang terjadi dalam bumi kita ini. Dan sebenarnya kedua dimensi geologi tadi, terutama dimensi waktu telah tegas dinyatakan dalam surat Al Hadid ayat 4. Dalam ayat tersebut Allah menyatakan bahwa bumi ini diciptakan dalam waktu enam hari {Hualladzii kholaqossamaawaati wal ardi fii sittati ayyaam; - sittati (=enam), ayyam (=hari)}. Nah, disini masalahnya, tidak banyak orang berfikir tentang dimensi Tuhan. Kalau nalar kita hanya berpijak pada kekuasaan Tuhan, bahwa Allah Maha Besar dan Maha Kuasa, maka kita akan berhenti berfikir yang hanya sampai pada keyakinan akan kekuasaan Tuhan itu saja. Dengan demikian maka
Re: Fw: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Panjang Hari dalam Penciptaan Kejadian 1 (was : Daratan dan Lautan Pertama )]
Pak Awang Yth., Terima kasih telah memforward-kan tulisan saya lewat milis IAGI.Mudah2an bermanfaat sebagai bacaan ringan teman2 IAGI. Salam, Yahdi Zaim Berikut tulisan Prof. Yahdi Zaim (ITB) terkait subyek di atas yang pernah dimuat Harian Pikiran Rakyat pada Maret 1997. Pak Zaim, terima kasih atas kiriman e-mail dan artikelnya. salam, awang D I M E N S I --- Oleh : Yahdi Zaim *) Ketika mengikuti perkuliahan pada tahun pertama 25 tahun yang lalu di Jurusan Teknik Geologi FTM-ITB, saya sempat bingung mencerna makna dua kata kunci yang selalu muncul dalam geologi, yaitu ruang dan waktu (time and space). Kebingungan saya ini bukan karena tidak mengerti maksud dan arti kedua kata kunci tadi, tetapi untuk mencerna dimensi yang terkandung dalam ruang dan waktu tersebut. Dalam setiap mata kuliah, kata-kata ruang dan waktu selalu muncul dengan penekanan yang sangat penting untuk memahami segala aspek dalam ilmu kebumian (geologi). Salah satu contoh misalnya, bagaimana terjadinya fosil yang dipelajari dalam mata kuliah Paleontologi. Dijelaskan, bahwa organisme (baik fauna maupun flora) yang terawetkan melalui proses alamiah dalam ruang dan waktu akan dapat menjadi fosil, yang kemudian sering didapatkan dalam lapisan batuan sedimen. Kata-kata ruang dan waktu memang mengandung arti dimensi atau satuan besaran, yaitu besaran ruang dan besaran waktu. Nah, dalam mencerna kedua besaran itulah yang membingungkan saya, karena pada saat itu hati saya agak masygul menerimanya. Betapa tidak, dimensi ruang yang sebelumnya saya fahami adalah satuan luas serta paling tidak adalah dimensi geografis dan administratif dari mulai kecamatan sampai provinsi dalam sistem negara kita dan lebih luas lagi adalah dimensi negara dalam sistem antar negara. Sedangkan dimensi waktu, satuannya mulai dari detik sampai jam, dari hari sampai tahun. Lalu tiba-tiba saya diperkenalkan dan harus menerima dimensi lain dalam geologi yang sama sekali berbeda dengan apa yang telah saya fahami sebelumnya tadi. Dalam ilmu kebumian, dimensi ruang tidak dibatasi oleh batas-batas geografis dan administratif suatu negara. Dimensi ruang disini bersifat tiga dimensi yang meliputi dimensi lateral (horisontal) dari mulai yang bersifat lokal suatu daerah, regional suatu negara sampai bersifat global antar negara dalam memahami dimensi vertikal yaitu proses-proses yang terjadi dalam bumi ini, antara lain gempa, sedimentasi, volkanisme dan magmatisme serta tentu saja dunia (baca : bumi) dalam sistem tatasurya dan lain sebagainya yang menembus batas-batas geografis dan administratif tersebut di atas. Lebih-lebih dalam era Teori Tektonik Global (Global Tectonics Theory) seperti Tektonik Lempeng (Plate Tectonics) yang dianut dalam geologi sekarang ini, proses geodinamika bumi menembus batas-batas geografis dan administratif suatu negara. Suatu wilayah yang mengandung hidrokarbon atau cebakan mineral ekonomis misalnya, dapat saja dibatasi oleh batas-batas geografis dan atau administratif suatu negara. Tetapi proses-proses pembentukan dan penyebaran kedua bahan tambang tadi dapat menembus kedua batas tersebut. Dimensi waktu tidak lagi dalam hitungan tahun atau abad, tetapi dalam bilangan jutaan tahun. Ini sebenarnya yang membuat saya masygul saat pertama kali mencerna dimensi waktu dalam geologi. Dalam hati saya waktu itu, dan juga barangkali orang yang awam dalam memahami dimensi waktu dalam geologi berpendapat bahwa geologiwan itu aneh, koq percaya pada dimensi waktu jutaan tahun, dan mungkin dirasakan sebagai suatu dimensi yang imajiner. Tetapi sebenarnya, geologiwan itu masih belum aneh jika dibandingkan dengan rekan-rekan yang mendalami bidang astronomi. Betapa tidak, karena dalam astronomi dimensi jarak antar bintang saja ukurannya dalam jutaan tahun cahaya !. Jadi, dimensi jarak dalam astronomi ini tidak lagi dengan besaran kilometer seperti pada jarak antara suatu kota ke kota lainnya yang lazim digunakan. Sepertinya dimensi jarak dalam astronomi tadi lebih imajiner dalam pandangan orang awam, jika dibandingkan dengan dimensi waktu dalam geologi yang jutaan tahun tersebut. Padahal, para geologiwan maupun astronomiwan dapat menguraikan dan menerangkan kedua dimensi tersebut secara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya. Dalam perjalanan mencerna dimensi ruang dan waktu selanjutnya, ternyata saya merasakan bahwa kedua dimensi tersebut memang sangat logis dan diperlukan untuk memahami segala proses yang terjadi dalam bumi kita ini. Dan sebenarnya kedua dimensi geologi tadi, terutama dimensi waktu telah tegas dinyatakan dalam surat Al Hadid ayat 4. Dalam ayat tersebut Allah menyatakan bahwa bumi ini diciptakan dalam waktu enam hari {Hualladzii kholaqossamaawaati wal ardi fii sittati ayyaam; - sittati (=enam), ayyam (=hari)}. Nah, disini masalahnya, tidak banyak orang berfikir tentang dimensi Tuhan. Kalau nalar kita hanya berpijak
Re: [iagi-net-l] “Terbelah Segala Mata Air Samudera Raya” : Banjir Nabi Nuh (Kejadian 7)
Just Curious Apakah Pak Awang percaya bahwa Banjir Nabi Nuh (Noah) ini sebagai kejadian fisis ataukah hanya mithology ? Aku sendiri sampai sekarang hanya mempercayai sebagai sebuah mithology yang di adopt dalam kitab-kitab agama. Kejadian mitos-mitos itu memang menympan makna-makna adanya sisi ilmiah. Apakah kejadian fisis ? Terus terang aku skeptics. Sejarah soal nab-nabi yang diklaim sebagai bagian saintific (archeologic) discoveries setahu saya hanya sampai jaman Ibrahim (abraham). Itu saja masih kontra diksi dengan Ibrahim versi Brahmanya dari India. Sepertinya ada kemiripan dengan mitologi Benua Atlantis. Yang juga berkembang menjadi meta-scientific debate. Saintific juga bukan berarti ada tidaknya referensi. Banyak refrensi-refrensi ditulis bukan dari sebuah scientific research. Sulitnya social research ini mirip-mirip dengan scientific research. Baik pendekatan, cara maupun metode analisanya. RDP 2008/6/23 Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]: Minggu lalu, seorang mahasiswa bertanya kepada saya apakah ada penjelasan geologi atas banjir Nabi Nuh. Saya meyakini bahwa untuk apa pun kejadian bencana atau kejadian adikodrati yang melibatkan unsur-unsur Bumi yang dituliskan di Kitab Suci selalu ada penjelasan geologi/ilmiahnya. Mungkin kita tak menemukan penjelasannya sekarang, tetapi kelak kemajuan ilmu pengetahuan akan menyingkapkannya. Kejadian 7 : 10, 11 Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi. Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit. Dalam beberapa kejadian yang dapat dijelaskan, saya percaya bahwa TUHAN menggunakan geologi untuk melaksanakan kehendakNya. Dalam kasus kiamat di Sodom dan Gomora, misalnya, saya pernah menulis di milis ini bahwa TUHAN menggerakkan sesar mendatar yang memotong Laut Mati yang membentang sejak Lembah Retakan Besar Afrika Timur-Laut Merah-Teluk Aqaba-Laut Mati-Lembah Yordan-Danau Galilea, memerintahkan gempa menggoyang ujung selatan Laut Mati, meletuskan gunung-gununglumpur di wilayah itu melemparkan lumpur, gas, garam dan belerang berapi, menghabisi Sodom dan Gomora –dua tempat di ujung selatan Laut Mati yang penuh dengan dosa. Contoh lain, TUHAN pun pernah meletuskan gunungapi Thera-Santorini di Laut Tengah dan meniupkan abunya menutupi Matahari di atas Mesir dan menggelapkannya saat Musa hendak membawa bangsanya. Gerald Friedman, ahli sedimentologi terkenal itu, pernah menuliskan artikel khusus tentang ini di sebuah jurnal riset Alkitab. TUHAN yang Mahakuasa itu adalah TUHAN atas segala Alam Semesta, yang Mahabesar, yang dengan mudah menggerakkan semua elemen Bumi sesuai kehendakNya, tetapi juga TUHAN yang Mahakasih, yang tak membiarkan seekor burung sekecil pipit pun jatuh ke Bumi tanpa kehendakNya (Matius 10 : 29). Apalagi kepada manusia yang jauh lebih berharga daripada burung pipit, bilangan helai rambutnya pun Ia ketahui (Matius 10 : 30). Banjir besar pada zaman Nabi Nuh (terjadi sekitar 2900 BC menurut carbon dating endapan banjir tersebut) adalah kisah yang sangat terkenal di dalam Alkitab. Kisah ini bukan dongeng, tetapi kenyataan yang pernah terjadi. Para ahli geologi awal abad ke-19 pun sangat terinspirasi oleh kisah itu. Ini terbukti dari digunakannya istilah diluvium untuk menamai endapan bekas banjir besar hasil proses katastrofik itu. Istilah ini pun pernah digunakan di benua Eropa pada periode tersebut untuk menamai satu periode Kuarter Tua atau Pleistosen, untuk membedakannya dengan aluvium- endapan masa kini (lihat Bates dan Jackson, 1987 : Glossary of Geology). Bagaimana geologi menjelaskan kejadian banjir besar Nabi Nuh itu ? Mitchell, seorang ahli dari Department of Western Asiatic Antiquities, British Museum, dalam artikel tentang Banjir Nabi Nuh di The New Bible New Dictionary (Inter-Varsity Press, 1988) menulis bahwa tak ada gunanya mencari penjelasan geologi atas kejadian banjir itu sekalipun Kejadian 7 : 11 jelas-jelas menyebutkan terbelah segala mata air samudera raya (ini proses geologi yang gamblang). Mitchell (1988) menganggap bahwa kata-kata di dalam Kejadian 7 : 11 adalah sekedar kata kiasan, jadi tak perlu mencari penjelasan geologi atasnya. Benarkah anggapan Mitchell (1988) ? Kita tinjau buku tua tulisan Henry Halley (1927) Halley's Bible Handbook yang pada tahun 1965 diterbitkan edisi ke-24-nya. Halley (1965) menyebutkan bahwa banjir Nabi Nuh terjadi di suatu wilayah yang disebutnya Tanah Genting Eufrat (Euphrat Isthmus) yaitu suatu wilayah Mesopotamia (sebagian Irak, Siria dan Turki sekarang) dan Babel (sekarang Irak), tempat mengalirnya dua sungai besar Eufrat dan Tigris. Tanah Genting ini hampir seluruhnya dikelilingi oleh laut-laut Laut Tengah, Laut Hitam, Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Sungai besar Eufrat dan Tigris dan seluruh anak
Re: [iagi-net-l] KOMENTAR UNTUK CAKETUM IAGI?
Assalaam mualaikum wr.wb, Wah, ini jadi ramai tentang komentar untuk CAKETUM IAGI. Mengenai komentar saya tanggal 17/6 bersama ini saya beri penjelasan sebgai berikut. 1. Saya mendukung bila sewaktu-waktu KETUM IAGI datang dari luar Jakata dan Bandung (Yogya, Malang, Surabaya, Luar Jawa) . Tidak ada satu kata pun saya mendukung seseorang dari Yogya, karena saya tidak banyak mengenal seorang pun dari Yogya. 2.Memang perlu ada giliran domisili pejabat (pengurus) dengan alasan * berbagi pengalaman, * mendidik seseorang bertanggung jawab,dan, agar merasa memiliki IAGI yang didirikan tahun 60 an. Menjadi KETUM tidak ringan. Apalagi sekarang. Setiap detik ilmu dan teknologi kebumian berkembang. IAGI harus bisa, paling tidak, mengikuti dan bila perlu ada komentar dan ada pikiran-2 baru yang datang dari para akhli kebumian Indonesia. Sekian. dan Wassalaam Mulaikum wr.wb., . . - Original Message - From: untungm [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, June 17, 2008 1:11 PM Subject: Re: [iagi-net-l] KOMENTAR UNTUK CAKETUM IAGI? Pak Nyoto yth, Saya dukung peryataan anda. Memang Yogya sekali-kali harus ada yang menjabat sebagai ketua IAGI. M.Untung - Original Message - From: nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, June 17, 2008 8:01 AM Subject: Re: [iagi-net-l] KOMENTAR UNTUK CAKETUM IAGI? Pak Hestu Yth, Gimana caranya mengajukan calon ketua umum IAGI ? Saya lihat beberapa teman sudah setuju dengan pancalonan mas Hendratno Agus (Sekretaris Jurusan Teknik Geologi FT, UGM), termasuk saya sendiri juga pak mantan ketua IAGI pak Andang Bactiar. Tapi koq belum masuk ke bursa caketum ya namanya, gimana sich caranya supaya mas Agus bisa masuk caketum dari Yogya ? Saya kira ybs juga tidak berkeberatan dicalonkan koq, ya to mas Agus ? Mengenai nanti terpilih atau bukan, itu urusan belakangan, kan biar ganti suasana kalau ketua umum IAGI-nya dari Yogya. Terima kasih sebelumnya atas penjelasannya serta dukungannya. Wass, nyoto 2008/6/16 prasiddha Hestu Narendra [EMAIL PROTECTED]: DEAR IAGI'ers, KAMI PERSILAKAN JIKA ANDA MEMPUNYAI KOMENTAR MENGENAI CAKETUM IAGI, ATAU PERTANYAAN KEPADA CAKETUM, ATAU OPINI TENTANG KETUA IAGI, ATAU AKSI DUKUNG-MENDUKUNG KEPADA SALAH SATU DARI KETIGA CAKETUM (M.SYAIFUL, RIDWAN DJAMALUDDIN, LAMBOK HUTASOIT) KAMI PERSILKAN UNTUK MENGGUNAKAN MILIST INI. JANGAN LUPA UNTUK MENULIS/MENGANTI SUBJECT/JUDUL EMAIL ANDA DENGAN JELAS JIKA ANDA INGIN MENGELUARKAN OPINI ATAU PERTANYAAN KEPADA CAKETUM SILAKANSILAKAN FYI, Panitia akan menerbitkan Berita Pemilu IAGI yang akan dikirim ke anggota IAGI minimal satu atau dua kali, kemudian Debat Terbuka direncanakan paling tidak di Jakarta dan Bandung. Salam Pemilu IAGI PIT IAGI KE-37 (BANDUNG) * acara utama: 27-28 Agustus 2008 * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008 * pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008 * batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008 * abstrak / makalah dikirimkan ke: www.grdc.esdm.go.id/aplod username: iagi2008 password: masukdanaplod PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011: * pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008 * penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!! - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - PIT IAGI KE-37 (BANDUNG) * acara utama: 27-28 Agustus 2008 * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008 * pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008 * batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008 * abstrak / makalah dikirimkan ke: